Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kim Jong Un Menggila! 4 Warganya Ketahuan Sebar Film Drakor, Ditembak Mati di Depan Umum

Korea Utara, di bawah diktator Kim Jong Un menolak hampir semua yang 'berbau' Korea Selatan.

Editor: Muhammad Ridho
Internet
Ilustrasi eksekusi mati di Korea Utara 

Mereka kemudian menempatkan video tersebut pada kartu SD dan menjualnya di Pasar Hadong dan menemukan bahwa video tersebut populer hingga akhirnya mendistribusikan ke seluruh negeri.

"Kasus itu dilaporkan ke Kim Jong Un dan mereka diperintahkan untuk dieksekusi sebagai pengkhianat bangsa," kata sumber itu.

"Pemeriksaan pendahuluan biasanya memakan waktu sekitar enam bulan, tetapi pasangan itu dieksekusi di depan umum dengan cepat untuk menjadikannya contoh," tambah sumber ini.

Pasal 27 undang-undang pemikiran anti-reaksioner mengatakan, siapapun yang kedapatan mengimpor atau mendistribusikan film, musik, atau karya terbitan Korea Selatan akan menghadapi kerja paksa atau eksekusi seumur hidup.(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Setelah Berhasil Kabur dari Korut, Wanita Ini Mengaku Baru Tahu Apa Itu ATM, Kini Mengaku Trauma

Istilah 'rumput tetangga terlihat lebih hijau' rasanya tepat diberikan kepada para pembelot Korea Utara yang menyeberang ke Korea Selatan.

Korea Utara terkenal dengan kemiskinan dan aturan yang kejam, juga aneh, dari pemimpinnya, Kim Jong-Un.

Sementara, negara tetangganya, Korea Selatan, terlihat penuh dengan gemerlap kesuksesan dan kebebasan nan demokratis.

Namun, faktanya, membelot ke Korea Selatan pada akhirnya bukanlah sesuatu yang bisa secara otomatis memberi warga Korea Utara kebahagiaan.

Beberapa merasa sangat kesulitan untuk beradaptasi. Tidak sedikit bahkan sampai mengalami trauma ekstrem yang bisa memicu bunuh diri.

Hal ini salah satunya disampaikan oleh Kim Ji-young yang tiba di Korea Selatan pada usia 31 tahun setelah pelarian yang sulit dari Korea Utara terasa "seperti mimpi".

Kim Ji-young, pembelot Korea Utara
Kim Ji-young, pembelot Korea Utara (BBC; globalnews)

Namun kegembiraannya saat tiba di Korsel bersama ibu dan tiga orang sepupunya pada Maret 2013 lalu segera memudar seiring dengan masa penyesuaian yang sulit.

Setiap hari membawa tantangan baru dan keluarga itu tidak mengenal siapa pun. "Ada banyak perbedaan budaya... kami harus memulai dari awal lagi," katanya.

Kim adalah satu dari ribuan pembelot yang berhasil melarikan diri dari kehidupan terisolasi di bawah kepemimpinan diktator. Tetapi bagi mereka yang telah melarikan diri, memulai hidup baru di Korsel hanyalah langkah pertama.

Banyak dari mereka yang harus mempelajari hal-hal mendasar dalam kehidupan di tengah masyarakat berteknologi tinggi dan demokratis - mulai dari menggunakan kartu bank hingga memahami cara kerja perwakilan pemerintah.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved