Persembunyian KKB Papua Jadi Fokus TNI dan Polri, Disebut Segitiga Hitam, Ini Lokasinya
Persembunyian KKB Papua jadi fokus TNI dan Polri dalam memberantas kelompok teroris tersebut, persembunyian KKB Papua tersebut disebut Segitiga Hitam
Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Satgas Nemangkawi mengaku telah mengantongi identitas 3 kelompok Teroris KKB Papua yang terlibat kontak tembak dengan TNI dan Polri di Ilaga, Puncak, Papua pada Kamis (6/5/2021) lalu.
"Kelompok Teroris Legakak Telenggen, Kelompok Teroris Larie Mayu, dan Kelompok Teroris Mamboan," kata Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes M Iqbal Alqudusy lewat keterangan tertulis, Jumat (7/5/2021).
Iqbal mengatakan, kontak tembak pecah lantaran KKB disebut memulai penyerangan terlebih dahulu.
Dia bilang, KKB Papua sengaja membuat keresahan di tanah Papua.
"Mereka ini sengaja membuat teror di masyarakat. Kelompok mereka," jelasnya.
Iqbal menuturkan, kondisi Papua telah terkendali pasca-kontak tembak tersebut.
Masyarakat juga telah beraktivitas seperti biasa.
"Pasca kontak tembak, masyarakat kembali beraktivitas dengan aman di bawah perlindungan TNI-Polri."
"Tidak ada pengungsi di Ilaga, yang ada adalah masyarakat mengamankan diri dari serangan KKB Papua .
"Setelah aman masyarakat kembali beraktivitas," terangnya.
Sebelumnya, KKB Papua wilayah Pegunungan Illaga Papua yang kini tengah diburu oleh TNI Polri, kembali berulah dan melakukan penembakan ke arah aparat TNI Polri.
Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes M Iqbal Al Qudusy membenarkan peristiwa tersebut.
"Bahwa benar pada Hari Kamis 6 Mei 2021 pukul 19:07 WIT telah terjadi kontak tembak antara TNI-Polri dan KKB Papua di Kampung Kimak Distrik Ilaga Kabupaten Puncak," ungkap Al Qudusy.
Ia menyebutkan, ada sebagian masyarakat yang mengamankan diri menuju kota Ilaga karena takut akan Teroris KKB Papua yang melakukan serangan ke posko aparat.
"Saat ini TNI-Polri sedang melakukan pengejaran dan meningkatkan keamanan di sekitar Kota Ilaga," ucapnya.
KKB Organisasi Teroris
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi Teroris.
Mahfud MD mengatakan keputusan pemerintah tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Ketua MPR, pimpinan BIN, pimpinan Polri, dan pimpinan TNI.
Keputusan tersebut, kata Mahfud MD, juga sejalan dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah daerah, dan DPRD Papua yang datang kepada pemerintah, khususnya Kemenko Polhukam, untuk menangani aksi kekerasan di Papua.
Pemerintah, kata Mahfud MD, menyatakan mereka yang melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal secara masif sesuai dengan ketentuan UU 5/2018 tentang pemberantasan tindak pidana Terorisme.
Mahfud MD menjelaskan, definisi Teroris berdasarkan UU teesebut adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan Terorisme.
Sedangkan Terorisme, kata dia, adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.
Yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
Tidak hanya KKB, kata Mahfud MD, pemerintah juga menyatakan mereka yang berafiliasi dengan KKKB termasuk ke dalam tindakan Teroris.
"Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018."
"Maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan Teroris," tegas Mahfud MD saat konferensi pers, Kamis (29/4/2021).
Untuk itu, kata Mahfud MD, pemerintah sudah meminta Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait, untuk melakukan tindakan terhadap organisasi tersebut.
"Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum."
"Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil," beber Mahfud MD .
Mereka Melakukan Teror, Ya Teroris
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta pemerintah mendefinisikan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua sebagai organisasi Teroris , sesuai UU 5/2018 tentang Terorisme.
Juga, Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB), Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB).
Azis mengatakan, kelompok bersenjata di Papua sejatinya para pelaku atau terduga Terorisme, karena melakukan teror, ancaman, menyandera, membunuh, menyiksa dan menculik warga sipil, seringkali dengan motif politik.
"Maka mereka adalah Teroris ."
"Sama halnya dengan kelompok di Poso, di Bima, di Jawa Barat, Jawa Tengah ataupun Jawa Timur."
"Keengganan pemerintah melakukan pelabelan sebagai Terorisme terhadap KKB Papua sejenis Kelompok Egianus Kogoya.
"Bisa jadi adalah suatu pendekatan politik yang diambil untuk meredakan ketegangan akibat separatisme di Papua," kata Azis lewat keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Azis menuturkan, jangan pernah mengatakan kejadian di Papua bukan Terorisme, karena sejatinya Terorisme terjadi di sana.
Menurutnya, Terorisme yang berakar dari separatisme, persis seperti yang terjadi di Thailand Selatan.
Maka, secara penegakan hukum pun UU Pemberantasan Terorisme dapat digunakan.
Walaupun pendekatan pemberantasan Terorisme dapat digunakan di Papua, pendekatan terbaik adalah melalui pendekatan kesejahteraan, sosial, ekonomi dan budaya.
Seraya, memberikan rekognisi dan akomodasi terhadap hak-hak masyarakat adat/lokal yang eksis di sana.
"Pendefinisian OPM sebagai KKB tidak salah sepenuhnya, tetapi istilah itu terlampau umum."
"Begal motor, perampok bank misalnya, juga dapat tergolong KKB, sepanjang mereka berkelompok dan memakai senjata api,tajam, dalam aksinya," ulasnya.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, risiko lain yang lebih besar dari pendefinisian OPM sebagai pemberontak adalah munculnya peluang bagi mereka di luar negeri, untuk merujuk Protokol Tambahan II tahun 1977 dari Konvensi Jenewa (Geneva Convention).
Konvensi tersebut merupakan hukum internasional tentang penanganan perang (jus in bello) atau disebut pula hukum humaniter internasional.
Protokol Tambahan II membahas konflik bersenjata non-internasional atau di dalam sebuah negara.
Pada pasal 1 dinyatakan, “Angkatan perang pemberontak atau kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir di bawah komando."
"Hal ini yang memungkinkan mereka melaksanakan operasi militer secara terus menerus dan teratur, yang berarti termasuk objek Konvensi Jenewa."
"Pasal 3 Protokol Tambahan II melarang adanya intervensi dari luar."
"Tetapi tidak ada larangan pihak pemberontak menyampaikan masalah kepada dunia internasional jika menurutnya terjadi pelanggaran Konvensi Jenewa," bebernya.
Azis menegaskan, walaupun belum atau tidak menyetujui dan meratifikasi Protokol Tambahan II, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Jenewa.
Karena itu, penyebutan OPM sebagai pemberontak dapat berisiko internasionalisasi, kasus serangan OPM atau saat TNI/Polri menindak mereka.
"Penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif, secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang," paparnya.
Benny Wenda Minta PBB dan Inggris Campur Tangan Soal KKB Papua
Ketua ULMWP Benny Wenda yang menyatakan diri Presiden Sementara Papua Barat meminta PBB dan Pemerintah Inggris untuk campur tangan dalam urusan KKB Papua dan Papua Barat .
Permintaan kepada PBB dan Inggris tersebut sejalan dengan peringatan keras yang dikeluarkan Ketua ULMWP Benny Wenda tentang Operasi Militer besar-besaran segera terjadi di Papua Barat dan soal KKB Papua .
Selain itu, Ketua ULMWP Benny Wenda juga menyinggung tentang internet yang diputus di Papua Barat dan menuding Indonesia menyembunyikan pembunuhan dan pembataian atas pemutusan internet tersebut.
Ketua ULMWP Benny Wenda juga menyebut tentang warga Papua Barat yang melarikan diri dari desa mereka dan pengerahan pasukan setan ke Nduga.
Berikut pernyataan lengkap Benny Wenda yang dikirim ke Tribunpekanbaru.com dan dimuat di situs UMLWP :
Saya mengeluarkan peringatan keras ini kepada dunia: operasi militer besar-besaran Indonesia, beberapa yang terbesar dalam beberapa tahun, akan segera terjadi di Papua Barat.
Internet terputus, ratusan tentara lagi dikerahkan, dan kami menerima laporan bahwa warga sipil Papua Barat melarikan diri dari desa mereka di Kabupaten Intan Jaya, Puncak Jaya, dan Nduga.
Presiden Indonesia telah memerintahkan 'penumpasan' di Papua Barat.
Ketua parlemen Indonesia mengatakan bahwa mereka akan 'membahas masalah hak asasi manusia nanti'.
Baru minggu lalu 400 tentara spesialis baru, yang dikenal sebagai 'pasukan setan', dikerahkan ke Kabupaten Nduga, di mana lebih dari 50.000 orang telah mengungsi sejak Desember 2018.
Matikan internet persis seperti yang terjadi pada Agustus-September 2019, ketika Indonesia menghentikan operasi.
Menutup akses ke dunia luar untuk menyembunyikan pertumpahan darah dan pembantaiannya.
Sepertinya ini akan menjadi operasi militer terbesar di Papua Barat sejak akhir 1970-an.
Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), pasukan elit TNI AL, dikerahkan.
Saya sendiri menyaksikan akibat dari operasi militer ini ketika saya masih kecil, melihat desa saya dibom dan keluarga saya terbunuh.
Saya harus melarikan diri dan hidup di hutan selama enam tahun.
Itu membuat hati saya menangis bahwa ini akan terjadi pada lebih banyak orang lagi.
Operasi ini terjadi setelah pemerintah Indonesia memutuskan untuk melabeli kelompok perlawanan Papua Barat sebagai 'teroris', sebuah langkah yang dikutuk oleh Amnesti dan Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia sendiri.
Mereka di Papua Barat yang mengangkat senjata bukanlah teroris.
Mereka tidak terhubung dengan ideologi agama atau jaringan pendanaan internasional.
Mereka hanya mempertahankan tanah mereka dari penjajah ilegal.
Mereka memiliki sedikit pengetahuan tentang dunia luar, mereka bertempur tanpa alas kaki untuk membela rakyat mereka dari militer modern.
Mungkin beberapa ratus dari mereka menghadapi pasukan lebih dari 20.000 tentara, termasuk D88, yang dilatih cara membunuh rakyat saya selama bertahun-tahun oleh Barat.
Hanya ada satu aktor yang telah membunuh pendeta dan anak-anak sekolah menengah atas untuk tujuan politik, yang telah mengusir lebih dari 400 perempuan dan anak-anak hingga tewas di hutan: negara Indonesia.
Polisi dan militer Indonesia tahun ini telah memukuli tiga bersaudara sampai mati di rumah sakit, mengeksekusi remaja, dan membunuh aktivis damai di penjara.
Operasi militer baru telah menimbulkan ketakutan bagi orang Papua Barat di seluruh negeri.
Ini adalah terorisme negara.
Pembunuhan pejabat intelijen Indonesia adalah pembenaran yang digunakan Indonesia untuk melakukan operasi-operasi ini.
Bagaimana pembunuhan seorang pejabat terkemuka di tentara pendudukan dapat membenarkan pembunuhan warga sipil dan menyerang desa?
Militer Indonesia sering melakukan serangan dan menyalahkan orang Papua Barat untuk membenarkan operasinya.
Mereka tidak pernah memberikan bukti siapa pun yang melakukan pembunuhan itu.
Mengapa Indonesia menolak untuk mengizinkan jurnalis internasional ke Papua Barat untuk menyelidiki masalah ini?
Mengapa itu melarang pemantau hak asasi manusia, termasuk bahkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia?
Indonesia sangat ingin menyembunyikan pembunuhan dan penyiksaannya sehingga ia bersedia untuk menentang keinginan 84 negara internasional yang menyerukan agar PBB diizinkan mengaksesnya.
Indonesia telah lolos dari impunitas atas operasi militer genosida 1977-79, Pembantaian Biak 1998, Pembantaian Paniai 2014, dan banyak lagi.
Lebih dari 500.000 dari kita telah terbunuh.
Angka itu hanya akan semakin tinggi.
Genosida sedang berlangsung.
Ini adalah seruan saya kepada dunia, kepada PBB, kepada Forum Kepulauan Pasifik, kepada para pemimpin Melanesia, kepada Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia dan Pasifik, dan kepada pemerintah Inggris, Australia, Selandia Baru, Belanda dan AS.
Kami akan menyaksikan pembantaian lain di Papua Barat.
Anda memiliki kekuatan untuk campur tangan dan membantu kami menemukan solusi damai untuk krisis ini.
Demikian dari Ketua ULMWP Benny Wenda .
Berita terkait Teroris KKB Papua lainnya
Baca juga berita berjudul " Persembunyian KKB Papua Jadi Fokus TNI dan Polri, Disebut Segitiga Hitam, Ini Lokasinya " Tribunpekanbaru.com di Babe dan Google News.
Sebagian isi artikel berjudul " Persembunyian KKB Papua Jadi Fokus TNI dan Polri, Disebut Segitiga Hitam, Ini Lokasinya " ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Inilah Kawasan Segitiga Hitam Sarang KKB Papua, Kini Jadi Target Utama TNI. ( Tribunpekanbaru.com / Pitos Punjadi )
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/kkb-papua-makin-berperangi-mereka-berjanji-akan-menumpas-pendatang-yang-ada-di-papua-respon-polri.jpg)