Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Setelah Singapura, Kini Giliran Inggris yang Minta Warganya Hidup Bersama Virus Corona

Sebelumnya, Singapura juga berencana demikian. Mereka bahkan sudah punya masterplan untuk hidup bersama dengan Covid-19

Editor: Muhammad Ridho
tribunpekanbaru.com
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson meminta warganya untuk "mulai belajar hidup bersama Covid-19".

Jika benar-benar diwujudkan, semakin bertambah saja negara yamg ingin berdamai dengan Covid-19.

Sebelumnya, Singapura juga berencana demikian.

Mereka bahkan sudah punya masterplan untuk hidup bersama dengan Covid-19, dengan menghindari lockdown,  karantina, atau pelacakan virus yang saat ini gencar dilakukan.

PM Johnson awalnya berencana melonggarkan protokol kesehatan pada 21 Juni, namun harus ditunda karena meningkatnya infeksi akibat  varian Delta.

Karena itu, Johnson diyakini akan menggelar konferensi pers pada Senin (5/7/2021) dan mengumumkan pelonggaran pada 19 Juli.

Di saat jumpa pers diselenggarakan, Menteri Kesehatan Sajid Javid akan bertolak ke Parlemen Inggris dan menjelaskan keputusan pemerintah.

Setelah Rusia, Inggris menjadi negara dengan korban meninggal karena Covid-19 terbanyak di seluruh Eropa.

"Negeri Ratu Elizabeth" mencatatkan 128.000 kematian karena virus corona. Meski begitu, secara bertahap lockdown mulai dilonggarkan.

Pengetatan masih digelar terutama pada kelab malam yang belum boleh buka, maupun acara skala besar tidak boleh melebihi kapasitas.

Kantor PM Inggris menerangkan, jumlah kasus bisa terus meningkat ketika mereka pelan-pelan mencabut pengetatan.

Meski begitu, Downing Street 10 mengeklaim angka rawat inap dan kematian berkurang karena gencarnya vaksinasi.

Pada Desember, Inggris menjadi salah satu negara di dunia yang menggencarkan vaksinasi virus corona.

Dilansir AFP Minggu (4/7/2021), saat ini sudah 64 persen populasi dewasa yang menerima dua dosis vaksin.

"Saat ini, kami tengah menetapkan bagaimana kami bisa memulihkan kebebasan publik," demikian kutipan dalam pidato Johnson.

Meski begitu, PM dari Partai Konservatif tersebut menegaskan bahwa virus corona belumlah berakhir.

"Karena itu, setiap orang harus belajar hidup bersama virus, memutuskan bagaimana menjalaninya," kata dia.

Selama beberapa hari, London mempertimbangkan untuk mencoba menerapkan opsi masker bersifat opsional di tempat umum. Tetapi, langkah itu jelas mendapat penolakan dari para akademisi, yang mengkritik wacana melonggarkan aturan masker.

Stephen Reicher, profesor psikologi sosial di University of Saint Andrews Skotlandia mengaku sangat khawatir. Dia menyoroti bagaimana bisa kementerian kesehatan menyerahkan aturan menutup mulut dan hidung kepada kesadaran warganya.

"Padahal, harusnya ini bukan perilakuku, melainkan kita. Bagaimana sikap Anda memengaruhi kesehatan saya," tegasnya.

Profesor psikologi Susan Michie menuturkan, cara itu hanya akan membuat Inggris laksana "pabrik varian" yang bisa menular cepat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved