Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Hakim Vonis Mantan Camat Tenayan Raya 5 Tahun Tapi Jaksa Nyatakan Banding,Ini Alasannya

Jaksa Penuntut Umum Kejari Pekanbaru menyatakan banding atas vonis mantan camat Tenayan Raya yang telah diputuskan hakim. Ini alasan pihak JPU.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
Istimewa
Terdakwa Abdimas Syahfitra saat mengikuti sidang vonis dari Rutan Klas I Pekanbaru. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pekanbaru, menyatakan banding atas vonis terhadap Abdimas Syahfitra, terdakwa kasus korupsi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Rukun Warga (PMB-RW) Kecamatan Tenayan Raya.

Hal ini dikarenakan JPU tak sependapat dengan penerapan pasal pembuktian tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa.

Sebagaimana diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pada PN Pekanbaru yang mengadili perkara ini, menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun terhadap terdakwa.

Mantan Camat Tenayan Raya itu dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Vonis dibacakan hakim ketua, Mahyudin, dalam agenda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (12/7/2021) lalu.

Selain hukuman pidana penjara, majelis hakim juga menetapkan Abdimas harus membayar denda sebesar Rp100 juta. Jika tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Tak hanya itu, terdakwa diwajibkan pula mengembalikan uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp493 juta. Apabila tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana 1 tahun kurungan.

Hukuman yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa ini, lebih ringan 6 bulan, jika dibanding tuntutan yang dilayangkan JPU.

Dimana sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara 5 tahun 6 bulan.

Bedanya, JPU menyatakan Abdimas bersalah melanggar 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Selain hukuman penjara, Abdimas juga dituntut harus membayar denda sebesar Rp250 juta. Jika tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Tidak hanya itu, Abdimas juga diwajibkan mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp493 juta. Jika tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejati Riau, Yunius Zega mengatakan, pihaknya pada dasarnya berterimakasih kepada majelis hakim, karena telah mengambil sebagian dari pada tuntutan yang dilayangkan jaksa.

Tapi pihaknya tak sependapat dengan pasal pidana yang diterapkan majelis hakim.

"Terhadap tuntutan kita, dimana hukuman (penjara) badan kita tuntut 5 tahun 6 bulan, vonis 5 tahun. Kita buktikan pasal 2, namun oleh majelis hakim dikenakan pasal 3," urai Zega, saat dikonfirmasi, Rabu (4/8/2021).

Dipaparkan Zega, dalil itu sebenarnya membuktikan, bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa.

Namun kembali lagi, JPU tidak sependapat dengan hakim tentang penerapan pasal pidananya.

"Karena kita menuntut dia (terdakwa) pasal 2 secara kelembagaan kita. Maka kita harus bersikap bahwa apa yang kita tuntut itu, itulah yang dibuktikan," ucap Zega.

"Dan kita dengan kondisi itu, kita nyatakan banding dan sudah memasukkan memori banding (ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru). Senin kemarin dimasukkan," imbuhnya.

Disinggung soal masa hukuman yang dijatuhkan hakim sudah diatas 2/3 dari tuntutan JPU, Zega menyatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut.

"Kami menuntut pasal 2 dan dibuktikan pasal 3. Pasal itu menentukan terhadap perbuatan (terdakwa). Menurut kita perbuatan itu lebih layak pasal 2. Walaupun hakim berpendapat lain, makanya kita mau uji itu. Sehingga kita mendapatkan pencerahan baru tentang itu," pungkasnya.

Sebelumnya, disebutkan dalam surat dakwaan JPU, Abdimas Syahfitra selaku Camat Tenayan Raya bersama pendamping Kelurahan Sialang Sakti dan Tuah Negeri, Fauzan (DPO) telah memperkaya diri sendiri dan korporasi dalam melaksanakan program PMBRW di Kecamatan Tenayan Raya.

Perbuatan korupsi berawal ketika Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru melaksanakan program PMBRW di Kecamatan Tenayan Raya. 

Dana program itu digunakan untuk kegiatan fisik dan non fisik di masing-masing kelurahan di Kecamatan Tenayan Raya.

Program itu tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran (DPPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah Kecamatan Tenayan Raya, yang disahkan oleh Drs. H Syoffaizal selaku Pejabat Pengelola Keuangan di Pemko Pekanbaru.

Dana PMBRW bersumber dari APBD Kota Pekanbaru tahun 2019. Sementara dana Pembangunan Sarana Prasarana di Kecamatan Tenayan bersumber dari APBN 2019.

Sebagaimana mestinya, dana itu diserahkan langsung ke kelurahan secara tunai untuk melakukan kegiatan yang telah ditentukan. Namun oleh Abdimas, ia malah memutuskan untuk mengelola langsung dana kegiatan tersebut.

Terdakwa lalu memerintahkan saksi Eka Saputra selaku Bendahara Pengeluaran Kecamatan Tenayan Raya untuk menyerahkan dana PMBRW Tahun 2019 kepada terdakwa.

Selanjutnya, Abdimas bersama Fauzan  mencari narasumber, menentukan tempat, membeli peralatan dan bahan.

Para Lurah hanya diberikan dana atau uang honor peserta kegiatan dan panitia kegiatan non PNS (pembaca doa dan MC acara).

Penunjukan Fauzan sebagai pendamping PMBRW Kelurahan Sialang Sakti dan Kelurahan Tuah Negeri untuk mengkoordinir narasumber kegiatan bertentangan dengan Perwako Nomor: 32 Tahun 2019 tanggal 1 Februari 2019 tentang Petunjuk Teknis Kegiatan Program PMBRW. 

"Harusnya pendamping adalah warga dan kelurahan tempat di tempat yang diusulkan. Akan tetapi Fauzan berdasarkan KTP beralamat di Kelurahan Gunung Bungsu, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar," kata JPU.

Dalam pelaksanaan kegiatan program PMBRW,  terdakwa juga mengumpulkan para Lurah yang ada di Kecamatan Tenayan Raya.

Dia memerintahkan para Lurah untuk menyerahkan pelaksanaan kegiatan Program PMBRW Tahun 2019 dan Kegiatan Pembangunan Sarana, Prasana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat tahun 2019. 

Ketika itu, ada beberapa Lurah yang tidak setuju kalau pengelolaan dana PMBRW dan kegiatan pembangunan sarana, prasana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat dikelola terdakwa.

"Seharusnya Lurah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan  pengelolaan dana tersebut," ungkap JPU lagi.

Tetapi, saat itu terdakwa Abdimas berupaya meyakinkan para Lurah selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) jika kegiatan tersebut dikelola oleh dirinya, maka kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik. 

Selanjutnya, terdakwa melakukan kegiatan pelatihan dan pengelolaan sampah, pelatihan daur ulang sampah dan pelatihan peternakan. Kegiatan itu diambil alih oleh Fauzan, bukan para Lurah.

Setelah itu, terdakwa Abdimas meminta saksi Eka Saputra membuat pengajuan pembayaran kegiatan pelatihan Program PMBRW 2019 dan Kegiatan Pembangunan Sarana, Prasana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat 2019 sesuai data pelatihan yang sudah disusun oleh terdakwa dan  Fauzan (DPO).

"Seluruh dokumen keuangan berupa Surat Perintah Membayar (SPM) dan kelengkapannya disiapkan dan dicetak oleh saksi Sri  Sulastri (Tenaga Harian Lepas Kantor Camat Tenayan Raya) atas perintah terdakwa melalui saksi Eka Saputra," ucap JPU.

Sekitar Juli 2019, terdakwa Abdimas memerintahkan Eka Saputra  menyiapkan administrasi pencairan dana kegiatan PMBRW Kecamatan Tenayan Raya. Terdakwa juga memerintahkan saksi mencairkan dana kegiatan  Rp567.894.945.

Adapun rincian dana itu, Rp140 juta  diserahkan kepada masing-masing pendamping PMBRW, honor panitia (MC atau pembaca doa) semua pelatihan sebesar Rp7,5 juta, uang saku peserta semua pelatihan sebesar Rp54.135.000 diserahkan saksi Eka Saputra kepada masing-masing PPTK.

Sementara sisanya sebesar  Rp366.259.945 diserahkan kepada terdakwa Abdimas untuk mengelola kegiatan PMBRW di Kecamatan Tenayan Raya.

Setelah itu, terdakwa Abdimas memerintahkan saksi Eka Saputra  membuat pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan sebenarnya. 

Saksi diancam akan dipindahkan ke Kelurahan Melebung bila tidak memenuhi perintah tersebut.

Karena diancam dan dibawah tekanan akan dipindahkan ke daerah yang jauh dari kota, akhirnya Eka Saputra mau membuat pertanggungjawaban dan mengikuti perintah dan arahan terdakwa.

Ssmentara terdakwa mengetahui dana kegiatan Pembangunan Sarana, Prasana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat atau dana kelurahan sudah masuk ke rekening Bendahara Pengeluaran Pembantu Kelurahan, pada 19 Agustus 2019. 

Terdakwa memanggil saksi Edo Bagus Juniananta selaku staf di Kecamatan Tenayan Raya untuk menerima penyerahan dana dari 11 Kelurahan.

Rincian 11 kelurahan itu adalah Kelurahan Kulim, Kelurahan Rejosari, Kelurahan Bencahlesung, Kelurahan Bambukuning, Kelurahan Sialangsakti, Kelurahan Melebung, Kelurahan Mentangor, Kelurahan Pebatuan, Kelurahan Pematangkapau, Kelurahan Sialangrampai, dan Kelurahan Tuahnegeri. 

Pada 22 Agustus 2019, dana yang terkumpul dari kelurahan Rp543.645.920 diserahkan kepada terdakwa Abdimas di Kantor Kecamatan Tenayan Raya. Ketika itu juga ada Fauzan dan Agung. Uang itu lalu dibagi-bagi terdakwa.

Sebesar Rp185 juta diserahkam pada Fauzan. Uang juga diserahkan ke Edo untuk pembayaran makan minum ke RM Rizky Fajar Rp40.838.000, pembayaran snack Rp14,9 juta, pembayaran baliho Rp2,7 juta sedangkan sisanya Rp.300.207.920 diserahkan kepada terdakwa.

"Saksi Edo Bagus Juniananta diancam akan dipindahkan ke Kalimantan dan akan berpisah dengan istri. Atas  ancaman tersebut saksi menjalankan apa yang diperintahkan terdakwa," beber JPU.(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved