Tak Sampai ke Pengadilan, Kejari Pelalawan Terapkan Restoratif Justice Kasus Pidum, Ini Kasusnya
KejariPelalawan berhasil menerapkan Restoratif Justice (RJ) terhadap satu kasus tindak pidana umum atau pidum
Penulis: johanes | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pelalawan berhasil menerapkan Restoratif Justice (RJ) terhadap satu kasus tindak pidana umum (pidum) yang sedang ditangani pada tahun 2021 ini.
Penerapan RJ ini sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung (Perja) RI nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Kejari Pelalawan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan atas perkara kekerasan terhadap anak dengan tersangka berinisial MG dan korban anak berinisial ISP.
Alhasil antara pelaku dan korban serta keluarga para pihak sepakat untuk berdamai serta menyelesaikan perkara tanpa harus ke penuntutan di pengadilan.
Tentu dengan difasilitasi oleh Kejari Pelalawan yang menerapkan RJ dengan dasar hukum Perja Nomo 15 tahun 2020.
"Kami berhasil menerapkan Restoratif Justice atau RJ kepada tersangka MG dalam kasus kekerasan terhadap anak dengan korban ISP," ungkap Kepala Kejari Pelalawan, Silpia Rosalina SH MH melalui Kasi Pidana Umum Riki Saputra SH MH, Rabu (8/9/2021).
'' Ini merupakan pertama kali di Kejari Pelalawan dan bahkan di wilayah Kejaksaan Tinggi Riau," imbuhnya.
Dikatakan Riki Saputra kepada Tribunpekanbaru.com , pelaksanaan RJ tuntas pada Selasa (7/9/2021) lalu dengan diterbitkannya surat penghentian penuntutan terhadap tersangka MG, setelah semua unsur dalam penerapan RJ telah dipenuhi.
Semua pihak kemudian dipertemukan untuk melakukan perdamaian dan memberikan penggantian biaya pengobatan kepada anak korban sejumlah Rp 1 juta sebagai syaratnya.
Pelaksanaan RJ tersebut dimulai sejak hari Kamis 26 Agustus 202 lalu.
Penyidik Polsek Pangkalan Kerinci melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pelalawan atas perkara kekerasan terhadap anak dengan tersangka MG.
Setelah mempelajari berkas perkara, pihak kejaksaan memandang kasus ini bisa diselesaikan dengan menerapkan Restoratif Justice (RJ).
Kemudian Kepala Kejari Pelalawan menerbitkan Surat Perintah (Sprin)untuk memfasilitasi proses perdamaian berdasarkan keadilan restoratif.
Tim JPU ditunjuk yang dipimpin Riki Saputra SH MH dengan anggota Nidya Eka Putri SH dan Ray Leonardo SH
Proses mediasi dilakukan antara tersangka MG dan korban ISP (17) yang didampingi oleh keluarga masing-masing.
Dihasilkan kesepakatan perdamaian dengan syarat berupa penggantian biaya pengobatan kepada anak korban sejumlah Rp 1.000.000.
Selanjutnya, tim JPU yang ditunjuk sebagai fasilitator beserta Kajari Silpia Rosalina dan Kasi Pidum Riki Saputra melakukan ekspos ke Kejati Riau dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI pada Jumat (3/9/2021) lalu.
"Ekspos ini dalam rangka permintaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Alasannya juga kita paparkan semuanya," tambah Riki Saputra.
Adapun alasan pengajuan RJ ini yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dan 6 bulan dan atau denda sejumlah Rp 72 juta, masih di bawah 5 tahun.
Adanya perdamaian antara anak korban dan tersangka. Adanya penggantian kerugian yang dialami oleh anak korban dari tersangka sejumlah Rp. 1.000.000.
Hasilnya pengajuan permintaan penghentian penuntutan tersebut disetujui oleh JAM Pidum Kejaksaan RI.
Kemudian pada hari Senin (6/02021) Kajari Pelalawan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara kekerasan terhadap Anak yang dilakukan oleh tersangka MG.
Surat itu diserahkan pada Selasa (7/09/2021) kepada tersangka yang didampingi oleh orang tuanya dan korban ISP yang juga didampingi oleh orang tuanya.
Sejak saat itu proses penuntutan terhadap tersangka MG secara resmi telah dihentikan.
Adapun perkara kekerasan terhadap anak yang dialami ISP berawal pada Selasa 23 Februari 2021 lalu sekitar jam 20.00 WIB, tersangka MG meminjam sepeda motor korban ISP.
Ketika pelaku mengembalikan sepeda motor tersebut, korban merasa kesal karena MG meminjamnya dalam waktu yang lama, sementara ISP buru-buru ingin menjemput ayahnya.
Tak terima atas perkataan dari korban, tersangka emosi dan langsung menendang dan memukul korban hingga mengalami luka lecet pada bahu kiri, luka lecet di punggung tangan kiri dan luka memar di lutut.
Perbuatan Tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 Ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016.
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Kasusnya ditangani oleh Polsek Pangkalan Kerinci yang kemudian dilimpahkan ke Kejari Pelalawan.
( Tribunpekanbaru.com / Johannes Wowor Tanjung )