Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kapal Perang China Masuk Tanpa Terdeteksi, Militer China Yang Hebat Atau Pertahanan RI Yang Loyo

Kemunculan kapal perang China di Natuna adalah bukti lemahnya sistem pertahanan dini yang dimiliki Indonesia.

Capture Indomiliter
Kapal perusak China di Natuna memiliki tekhnologi siluman 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Beberapa hari belakangan ini, rakyat Indonesia heboh dengan munculnya kapal perang China di Laut Natuna

Anehnya, masuknya kapal perang China jenis destroyer itu tidak terdeteksi sama sekali oleh aparat pertahanan Indonesia. 

Kapal perang China Kunming-172 adalah kapal perusak Tipe 052D yang dilengkapi peluru kendali.

Bahkan, kapal destroyer Kunming-172 ini dikabarkan dilengkapi tekhnologi siluman dan anti kapal selam.

Kemunculan kapal perang China di Natuna adalah bukti lemahnya sistem pertahanan dini yang dimiliki Indonesia.

Beruntung, masuknya kapal perang China tersebut tidak untuk menginvansi Indonesia.

Hingga saat ini belum ada pernyataan maaf dari pemerintah China terkait hal itu. 

Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) I, Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah, S.E., M.A.P memastikan kondisi perairan di Natuna terkendali menyusul beredarnya kabar masuknya sejumlah kapal perang milik China

Bahkan, Arsyad Abdullah turun langsung ke garis depan di laut Natuna guna memastikan kehadiran unsur TNI AL di daerah operasi, Kamis (16/9/2021)

Sementara,Arsyad Abdullah menyebut, bahwa TNI AL dalam mengemban tugas berdasarkan pada pasal 9 undang-undang no 34 tahun 2004 tentang TNI khususnya sub pasal a dan b yaitu melaksanakan tugas TNI matra laut dibidang pertahanan dan menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

“Mengacu pada undang-undang tersebut, TNI AL dalam hal ini Koarmada I melaksanakan tugas mengamankan perairan Laut Natuna Utara, dalam mengamankan laut Natuna utara dituntut kehadiran KRI selalu ada 1 X 24 jam di wilayah tersebut,” ujarnya.

Dalam mengamankan Laut Natuna Utara, TNI AL mengerahkan sampai dengan 5 KRI, secara bergantian paling tidak ada 3 atau 4 KRI berada di laut.

Sementara lainnya melaksanakan bekal ulang, sehingga dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan memasuki perairan Indonesia.

“Bahwa sikap TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas melindungi kepentingan nasional di wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi sehingga tidak ada toleransi terhadap berbagai bentuk pelanggaran di Laut Natuna Utara,” tegasnya.

Pangkoarmada I akan berada di Natuna melakukan patroli udara guna memastikan secara langsung keberadaan Kapal Perang (KRI) yang sedang melaksanakan patroli di Laut Natuna Utara serta situasi Laut Natuna Utara.

Sebelumnya, sejumlah nelayan tradisional di Kepulauan Riau melaporkan berpapasan dengan enam kapal China, salah satunya destroyer Kunming-172, di Laut Natuna Utara, Senin (13/9/2021).

Kehadiran kapal perang China itu membuat nelayan lokal takut melaut.

Mereka berharap aparat keamanan turun tangan memberi rasa aman.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Rabu (15/9/2021), menunjukkan sejumlah video yang diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur.

Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Adapun yang terlihat paling jelas kapal destroyer Kunming-172.

”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang. Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan,” kata Hendri dikutip dari Kompas.id

Ancaman kapal China di Laut Natuna Utara mulai menguat sejak akhir Agustus 2021.

Selain enam kapal yang dilihat nelayan, kapal survei Haiyang Dizhi-10 juga berulang kali terpantau satelit melintas zig-zag di Laut Natuna Utara dengan dikawal sejumlah kapal penjaga pantai China.

Fungsi Bakamla dipertanyakan

Sementara itu, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B Pontoh mempertanyakan peranan dan fungsi Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Ia menyebut, hingga saat ini belum cukup jelas apakah Bakamla sebagai lembaga penegak hukum atau pertahanan.

Sebab, apabila  sebagai pertahanan maka saat ini sudah ada TNI AL yang diatur pada pasal 9 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Sementara penegak hukum, Bakamla tidak bisa melakukan penyidikan.

"Ibaratnya seperti kucing yang tidak punya kuku karena Bakamla tidak memiliki kewenangan," ujar Soleman B Pontoh di Jakarta, Jumat (17/9/2021).

Soleman menegaskan penangkapan kapal oleh Bakamla hanya akan membuat masalah baru, seperti yang terjadi ketika Bakamla menangkap kapal Iran MT Horse.

Namun karena semua tuduhan dari Bakamla tersebut tidak terbukti, maka kapal Iran tersebut akhirnya berlayar kembali dengan bebas.

Dalam UU No 32/2014 tentang kelautan, Bakamla juga hanya melakukan patroli saja dan tidak boleh memiliki senjata.

"Karena tugas Bakamla menurut UU 32/2014 tentang kelautan hanya melakukan patroli saja. Patroli kan artinya muter muter saja, tidak punya kewenangan menangkap," jelasnya.

Ia menyarankan, karena tidak memiliki kewenangan yang jelas, sebaiknya Bakamla dibubarkan dan dibentuk Coast Guard.

Menurutnya, keberadaan Coast Guard yang saat ini dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan perairan NKRI.

Soleman juga menyinggung mengenai pengadaan 4 unit Meriam 30 mm senilai Rp 196 miliar.

Karena pada dasarnya Bakamla hanya bertugas patroli dan tidak diperkenankan untuk menembak.

Apalagi sebelumnya sempat terjadi tindakan korupsi terkait pengadaan radar beberapa waktu lalu. 

"Daripada menghabiskan anggaran maka bubarkan Bakamla dan bentuk Coast Guard," tegasnya.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul TNI AL Kerahkan 5 KRI ke Perairan Natuna, Mantan Kabais Sarankan Bakamla Diganti Coast Guard.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved