Update Korupsi di Bappeda Siak, Di Sidang Terdakwa Donna Fitria Saksi Auditor Sebut Kerugian Negara
Dalam sidang korupsi Bappeda Siak, dengan terdakwa Donna Fitria, saksi ahli dari inspektorat yang dihadirkan JPU menyebut ada kerugian negara.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Riau menghadirkan saksi ahli auditor dalam sidang perkara dugaan korupsi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak, dengan terdakwa Donna Fitria, mantan bendahara pengeluaran di instansi tersebut, Senin (18/10/2021).
Saksi ahli auditor yang dihadirkan JPU ini adalah Sri Mulyani, selaku pegawai di Inspektorat Daerah Kota Pekanbaru.
Dalam kesaksiannya, Sri Mulyani menyatakan menemukan adanya kerugian keuangan negara, terkait pemotongan dana perjalanan dinas sebesar 10 persen.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, dipimpin hakim ketua Dahlan.
Untuk diketahui, Donna Fitria merupakan pesakitan kedua yang diadili.
Sebelumnya, mantan Kepala Bappeda Siak yang juga mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Riau, Yan Prana Jaya, sudah lebih dulu menjalani proses peradilan dan dijatuhi hukuman oleh hakim.
Disebutkan saksi Sri Mulyani, dirinya dipanggil jaksa penyidik di Kejati Riau pada tahun 2020, untuk diperiksa guna melengkapi berkas perkara dan diminta bantuan untuk menghitung kerugian negara, dengan terdakwa waktu itu, Yan Prana Jaya.
Berikutnya pada tahun 2021, ia kembali dipanggil jaksa.
Kali ini untuk berkas perkara dan menghitung kerugian keuangan negara terdakwa Donna Fitria.
Berkas Yan Prana Jaya dan Donna Fitria terpisah.
Menurut saksi, hasil audit kerugian keuangan negara kedua terdakwa berbeda.
Dimana kerugian keuangan negara yang disebabkan perbuatan terdakwa Yan Prana Jaya lebih banyak dibanding terdakwa Donna Fitria.
"Yan Prana lebih banyak (kerugian keuangan negara) dan Donna lebih sedikit, karena Donna 2013 dan 2014. Sedangkan Yan Prana dari 2013 sampai 2017," ucapnya.
Diterangkan Sri Mulyani, untuk menghitung kerugian keuangan negara, dia diberikan sejumlah dokumen pendukung oleh jaksa penyidik.
Diantaranya Surat Pertanggungjawaban (SPJ), mengenai Alat Tulis Kantor (ATK), SPJ makan minum, dan SPJ perjalanan dinas. Ada pula terkait laporan keuangan.
"Metodenya melihat dari pencairan SP2D, dana-dananya. Kemudian dilihat SPJ-nya, selisih antara kedua itu adalah nilai kerugian keuangan negara," urai dia.
"Kalau makan minum total loss, kalau ATK tidak total loss. Pengurangan dari selisihnya," imbuh dia.
Disebutkan Sri Mulyani, untuk perjalanan dinas di Bappeda Siak, memang ada pemotongan sebesar 10 persen untuk setiap kegiatan.
Untuk tahun 2013 dia mencatat, pemotongan Rp275 juta lebih. Kemudian tahun 2014, pemotongan Rp483 juta. Sehingga total sekitar Rp785 juta.
"Lebih kurang 60 pegawai (yang dipotong). Semua Yang Mulia," papar Sri Mulyani.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, Donna Fitria bersama-sama Yan Prana Jaya Indra Rasyid (perkara terpisah) pada Januari 2013 sampai Maret 2015 melakukan perbuatan berlanjut secara melawan hukum yaitu, menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2014.
Tak hanya perjalanan dinas, Donna juga mengelola anggaran Kegiatan Pegadaan Alat Tulis Kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2015 dan melakukan Pengelolaan Anggaran Makan Minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 sampai 2014 yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara Rp1.264.176.117, berdasarkan laporan Hasil Audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 700/INSPEKTORAT/05/2021 tanggal 09 Juni 2021," kata JPU.
Lanjut JPU, pada 2013 sampai 2014 terdapat anggaran rutin dan kegiatan pada Bappeda Kabupaten Siak dengan total anggaran Rp7.585.731.600. Dengan rincian anggaran 2013 terealisasi Rp2.757.426.500, dan anggaran 2014 terealisasi Rp 4.860.007.800.
Perbuatan itu berawal ketika Januari 2013, terjadi pergantian Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak dari Rio Arta kepada Donna Fitria.
Ketika itu, Yan Prana yang menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak mengarahkan Donna Fitria melakukan pemotongan biaya perjalanan dinas sebesar 10 persen dari masing-masing pelaksana perjalanan dinas.
Yan Prana mengarahkan Donna Fitria untuk menanyakan kepada Rio Arta. Pemotongan anggaran perjalanan dinas dilakukan sejak 2013 sampai Desember 2014 dengan cara saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksana kegiatan, terdakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen.
Dari total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas masing-masing pegawai, uang yang diterima oleh pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan tanda terima yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana perjalanan Dinas.
"Uang dari hasil pemotongan tersebut disimpan oleh Donna Fitria untuk selanjutnya diserahkan kepada Yan Prana Jaya," urai JPU.
Lalu pada Januari 2014, Yan Prana Jaya mengadakan rapat di ruang rapat Bappeda Kabupaten Siak yang dihadiri hampir seluruh pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Siak.
Dalam rapat itu, Yan Prana Jaya menyampaikan agar setiap anggaran SPPD Bappeda Kabupaten Siak tetap dipotong sebesar 10 persen melalui Donna Fitria selaku Bendahara Pengeluaran.
Dari keterangan Ade Kusendang, ketika rapat ada salah satu peserta rapat ada yang bertanya, "untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong?".
Saat itu Yan Prana Jaya menjawab bahwa uang hasil potongan 10 persen tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran lain yang dananya tidak dianggarkan.
Selanjutnya Yan Prana Jaya menanyakan kepada yang hadir, apakah ada yang keberatan atas pemotongan itu. kemudian Yan Prana Jaya mengatakan "Kalau tidak ada yang keberatan saya anggap semua setuju" dan tidak ada yang menanggapi.
Uang hasil pemotongan 10 persen disimpan Donna Fitria di brankas Kantor Bappeda Siak. Uang itu dicatat dan diserahkan kepada Yan Prana Jaya secara bertahap sesuai permintaan Yan Prana Jaya
Atas perbuatan tersebut, JPU menjerat Donna Fitria dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)