Berita Inhil
Kecam Pengeroyokan Santri di Inhil, Kompak Riau Miris Kekerasan Anak Terjadi di Lembaga Pendidikan
Komunitas Peduli Anak (Kompak) Provinsi Riau kecam pengeroyokan santri di Inhil. Kompak juga miris masih banyak terjadi aksi kekerasan pada anak
Penulis: T. Muhammad Fadhli | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, TEMBILAHAN - Komunitas Peduli Anak (Kompak) Provinsi Riau kecam pengeroyokan santri di Inhil. Kompak juga miris masih banyak terjadi aksi kekerasan pada anak di lembaga pendidikan.
Hal ini menanggapi dugaan pengeroyokan seorang santri di ponpes tersebut yang diduga dilakukan oleh kakak kelasnya.
Peristiwa pengeroyokan itu terjadi di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) Daarul Rahman, Kecamatan Tempuling, Inhil, Riau.
Ketua Kompak Provinsi Riau, Maryanto SH sangat menyayangkan masih saja terjadi aksi kekerasan terhadap peserta didik di lembaga pendidikan.
“Karena aksi ini tidak seharusnya terjadi di lembaga yang seharusnya mengajarkan kesantunan, budi pekerja dan saling mengasihi,” ungkap Maryanto kepada Tribunpekanbaru.com, Selasa (16/11/2021).
 
Menurutnya, lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan jauh dari aksi kekerasan.
Sehingga peserta didik yang menuntut ilmu di sana merasa tenang dan terlindungi, bukan justru sebaliknya.
“Aksi pemukulan anak dan aksi kekerasan di lingkungan pendidikan seperti ini tidak boleh terulang lagi,” tegasnya.
“Untuk mencegah aksi kekerasan di butuhkan keseriusan para tenaga pendidik di sekolah untuk melakukan pencegahan aksi kekerasan terhadap anak di lingkungannya,” imbuhnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menegaskan, kekerasan semestinya tidak boleh dilakukan dengan maksud dan tujuan apapun dan oleh siapapun.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik, bukan justru menjadi tempat suburnya kekerasan terhadap anak,” ucap pengacara kelahiran Inhil ini.
Maryanto menilai, terjadinya aksi kekerasan oleh santri senior kepada junior tentu saja dipandang mengabaikan peran sekolah atau ponpes dengan system boarding school atau berasrama.
Ditambahkannya, sistem ini seharusnya dapat melindungi anak-anak atau peserta didik selama berada di sekolah, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Dalam pasal tersebut mewajibkan sekolah melindungi anak-anak dari kekerasan dan perlakuan salah lainnya selama berada di lingkungan sekolah,” ujarnya.
 
Sebelumnya diberitakan, aksi pengeroyokan atas seorang santri berinisial MRH terjadi oleh beberapa orang seniornya di Ponpes Darul Rahman Tempuling, Kecamatan Tempuling, Senin (8/11/21).
 
												
 
			
 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											