Danau Zamrud Siak, 'Percikan Surga' di Tanah Dayun yang Memukau Menteri Siti
Taman Nasional Zamrud di Kabupaten Siak yang di dalamnya terdapat Danau Zamrud mengundang decak kagum Menteri LHK Siti Nurbaya.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Rinal Maradjo
Kedua danau ini kemudian dikenal dengan danau Zamrud. Kawasan ini sebenarnya berada di wilayah kerja hulu Migas blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) yang telah beroperasi sejak 1971 silam.
Mengutip bukuTaman Nasional Zamrud itu, air danau berasal dari air hujan yang tertampung dalam ekosistem rawa gambut sehingga airnya berwarna hitam.
Di danau Pulau Besar terdapat empat pulau, yang dikenal sebagai pulau hanyut. Ke empat pulau itu bisa berpindah tempat. Fenomena ini bukanlah mistis melainkan fenomena alam karena pulau ini terbentuk dari endapan lumpur dan tumbuh-tumbuhan.
Empat pulau itu terdiri dari pulau Besar seluas 10 Ha, pulau Tengah seluas 1 Ha, pulau Bungsu seluas 1 Ha, dan pulau Beruk seluas 2 Ha.
Dinamakan pulau Beruk karena pulau itu menjadi habitat beruk (kera tak berekor).
TN Zamrud ini menyimpan kekayaan tinggi, yakni minyak bumi. Kawasan ini pada awalnya dikagumi oleh Julius Tahija, Ketua Dewan Komisaris PT Caltex Pacipic Indonesia (CPI). Sebab kawasan ini berada di daerah operasi CPI wilayah Sumatra.
Melihat keindahan Danau Zamrud itu, Tahija tidak ingin kawasan tersebut terganggu oleh aktivitas pengerukan minyak bumi.
“Ia ingin kawasan itu abadi yang bisa dilihat dan dikagumi oleh beribu-ribu generasi setelahnya dirinya tiada,” setidaknya begitu yang ditulis Amin Budyadi dan Wiratno di buku Taman Nasional Zamrud tersebut.
TN Zamrud ini merupakan kawasan konservasi hutan tropis dataran rendah sebagai habitat berbagai satwa liar.
Sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati, kawasan ini bernilai estetika tinggi yang patut dikembangkan untuk kawasan wisata.
Selain menyimpan kekayaan hayati, kawasan ini juga mengandung emas hitam yakni minyak bumi.
Tahija yang ingin kawasan ini abadi tidak ingin merusaknya demi mengeruk emas hitam yang tersimpan di bawahnya. Meskipun hal tersebut legal kala itu demi memanfaatkan kekayaan alam di bawahnya serta memenuhi standar produksi minyak nasional.
Namun demikian, Tahija juga menyakini bahwa di dalam kawasan itu banyak tersimpan tanaman obat yang bernilai ekonomis di kemudian hari.
Ia kemudian berpendapat bahwa menghancurkan kawasan itu demi aktivitas tambang minyak merupakan tindakan bodoh.
Akhirnya aktivitas CPI dalam pengeboran minyak tidak mencermari kawasan itu. Pada 1982, PT CPI melakukan pengeboran miring untuk menyedot minyak yang ada di bawah kawasan itu.