Pijatan Sang Guru Pondok Pesantren Buat Tiga Santriwati di Bandung Lupa Diri
Pencabulan terhadap tiga santriawati oleh oknum guru Pondok Pesantren terjadi di Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Hati-hati bagi orangtua yang ingin memasukan anaknya ke pondok pesantren. Jangan sampai anak-anak Anda menjadi korban pencabulan.
Kini, Pondok Pesantren tengah disorot publik lantaran ulah para oknum guru dan juga pengasuh Ponpes yang berperilaku cabul terhadap para santriawatinya.
Setelah, heboh pencabulan santriawati oleh pengasuh sekaligus guru Ponpes di Kota Bandung, dan OKU, kini pencabulan oleh oknum guru Ponpes kembali terjadi di salah satu Ponpes di Kabupaten Bandung.
Tiga santriawati di Ponpes tersebut menjadi korban perilaku oknum guru cabul.
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan kasus asusila pencabulan terhadap tiga orang santriwati di Kabupaten Bandung disebut menggunakan modus mengajari tenaga dalam.
Terduga pelaku memanggil para korbannya untuk diajari tenaga dalam.
Namun, setelah beberapa saat, para korban diduga menjadi tak sadarkan diri hingga menjadi korban pencabulan.
"Kemudian dipijat-pijat punggung korbannya jadi tidak sadar, akhirnya dilakukan pencabulan pada saat tidak sadar tersebut," kata Ibrahim di Polda Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Jumat (8/1/2022) seperti ditulis Antara.
Menurut Ibrahim, berdasarkan laporan dari korban, terduga pelaku pencabulan tersebut merupakan pengajar di salah satu pesantren yang ada di kawasan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Namun sejauh ini, Polresta Bandung yang menangani kasus tersebut masih belum menetapkan tersangka.
Laporan dugaan pencabulan itu diterima oleh Polresta Bandung pada 1 Januari 2022.
Dari adanya laporan tersebut, lanjutnya, kemudian bermunculan laporan lainnya yang serupa hingga diduga ada tiga santriwati yang menjadi korban.
Ibrahim menyebut sejumlah saksi telah menjalani pemeriksaan di Polresta Bandung mulai dari saksi pelapor dan saksi yang diduga menjadi korban.
Pihak kepolisian pun terbuka untuk menerima laporan dari sejumlah pihak yang merasa menjadi korban atas aksi tidak terpuji tersebut.
"Dan juga memang apabila memang ada korban, penyidik juga tetap melakukan proses terhadap korban-korban yang lain," katanya.
Menurut Tompo, kasus pencabulan ini terbilang cukup lama yakni sejak tahun 2019 sampai tahun 2021.
"Jadi kasusnya ini sudah lama, namun baru dilaporkan. Kejadiannya tahun 2019 sampai 2021.
Awalnya yang melaporkan ini satu korban, kini berkembang menjadi tiga korban," katanya.
(*)
