INI 3 Ancaman Jika Ibukota Negara Pindah, Walhi Lakukan Penolakan
Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Kalimantan Timur menilai Pemindahan Ibukota Negara akan memberi ancaman kepada masyarakat dan lingkungan hidup
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Rinal Maradjo
TRIBUNPEKANBARU.COM - Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Kalimantan Timur menilai Pemindahan Ibukota Negara akan memberi ancaman kepada masyarakat dan lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan oleh Yohana Tiko, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur dalam Talkshow Indonesia Lawyer Club yang ditayangkan melalui kanal Youtube @indonesialwayerclub pada Jumat (21/1/2022)
Ia mengatakan, proyek Ibukota Negara yang akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 1000 triliun itu akan memberikan banyak ancaman terhadap masyarakat, lingkungan dan satwa.
Ada tiga permasalahan mendasar jika IKN dipaksakan tetap berada di kawasan Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajem Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur.
Yohana mengatakan, ancaman pertama adalah terganggunya tata air di kawasan itu, kawasan lindung dan juga bentang alam di Teluk Balikpapan.
Baca juga: Media Asing Sorot Pemindahan Ibukota Negara, Dinilai Telan Biaya Besar
Baca juga: PNS Bakal Pindah ke Ibukota Indonesia yang Baru di Kaltim, Ini Kata Jokowi Bagi yang Menolak
Letak kawasan IKN, itu berada di antara hutan konservasi Taman Hutan Bukit Suharto, Hutan Lindung Manggar dan Hutan Lindung Bukit Senewai
"kawasan itu adalah sumber air bersih bagi masyarakat Kota Balikpapan, Panajam Paser Utara, dan Kota Samarinda," sebutnya.
Yohana menyebutkan, jika kawasan itu dibuka, maka daerah serapan air alami itu akan hilang dan menganggu pasokan air bersih bagi masyarakat.
Permasalahan kedua, lanjut Yohana, adalah ancaman terhadap Flora dan Fauna serta meningkatnya resiko konflik satwa dan manusia.
"Beberapa flora dan fauna endemik Kalimantan Timur juga terancam punah. Seperti bekantan, pesut dan dugong," katanya.
Perempuan yang juga anggota dari Koalisi Masyarakat Menolak Ibukota Negara itu juga menguraikan kerusakan terhadap ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan.
"Ada 2.603 hektare hutan mangrove yang rusak karena dijadikan sebagai pelabuhan bongkar muat," katanya.
Ancaman ketiga adalah penyingkiran ribuan masyarakat yang bekerja sebagai petani dan nelayan yang hidup turun menurun di kawasan itu.
Sebab, mereka harus dipindahkan karena daerah tempat tinggal mereka dikosongkan untuk dijadikan kawasan ibukota Negara.
"Nah, ancaman-ancaman itulah yang akan terjadi jika Ibukota Negara tetap dipaksakan di kawasan itu," sebutnya.
