Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Amerika Serikat saja yang Ketakutan, Rusia Berulangkali Bantah akan Serang Ukraina

Entah apa maksud Amerika Serikat yang ikut campur pada ketegangan Rusia dan Ukraina. Mereka seperti begitu ketakutan

Editor: Budi Rahmat
Alun Thomas / DEPARTEMEN NEGARA AS / AFP
Foto yang dirilis oleh Departemen Pertahanan AS, dua tentara suplai NATO bersiap untuk pindah ke lokasi misi berikutnya selama latihan militer Allied Spirit 22 pada 31 Januari 2022, di Pusat Kesiapan Multinasional Bersama, Area Pelatihan Hohenfels, Jerman. AS berencana untuk mengerahkan pasukan untuk membentengi pasukan NATO di Eropa timur di tengah kekhawatiran bahwa Rusia dapat menyerang Ukraina, seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan pada 2 Februari 2022. Menurut laporan media AS, sekitar 2.000 tentara akan dikirim dari Fort Bragg, Carolina Utara, ke Polandia dan Jerman, sementara 1.000 lainnya yang sudah berada di Jerman akan dipindahkan ke Rumania. 

TRIBUNPEKANBARU.COM- Amerika Serikat saja yang ketakutan terkait dengan ketegangan Rusia dan Ukraina. Kenyatannya, Rusia berkali-kali membantah akan menyerang Ukraina.

Namun, AS seolah melihat kondisi kedua negara itu rawan terjadi perang dan banyak mendekati perang.

Negara Joe Biden itu kemudian meminta warga negaranya yang berada di wilayah konflik untuk ke luar.

Rusia melihat itu sebagai propaganda dari Amerika serikat.

Baca juga: Amerika Serikat Rayu Indonesia Beli Sejumlah Peralatan Perang dan Pesawat Senilai Rp 200 Triliun

Seolah-olah menciptakan opini bahwa Rusia benar-benar akan menyerang Ukraina.

Bahkan Vladimir Putin secara blak-blakan menyatakan AS telah menyebarkan informasi palsu.

Staff Keamanan AS Tinggalkan Wilayah

Para staf AS di Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) mulai meninggalkan Kota Donetsk yang dikuasai pemberontak di Ukraina timur pada Minggu (13/2/2022).

Laporan tersebut disampaikan seorang saksi mata Reuters di tengah kekhawatiran kemungkinan invasi Rusia.

OSCE tidak menanggapi permintaan komentar atas kejadian tersebut ketika dihubungi Reuters.

Beberapa mobil lapis baja dengan logo OSCE bermuatan koper terlihat meninggalkan markas misi tersebut pada Minggu pagi waktu setempat.

Sejumlah staf Misi Pemantauan Khusus OSCE di Ukraina telah dikerahkan di Ukraina timur sejak pecahnya perang antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia pada 2014.

Menurut Kiev, konflik di wilayah Ukraina timur tersebut telah menewaskan lebih dari 14.000 orang, sebagaimana dilansir Reuters.

Sebelumnya, AS dan beberapa sekutunya telah mendesak warganya untuk segera meninggalkan Ukraina guna menghindari ancaman invasi Rusia.

Barat memperingatkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina bisa terjadi kapan saja.

Di sisi lain, Rusia selalu membantah tuduhan bahwa pihaknya berencana melancarkan serangan ke tetangganya tersebut.

Baca juga: Amerika Serikat Ancam China, Jangan Sesekali Bantu Rusia!

Baca juga: Amerika Serikat Kerahkan Kapal Induk ke Eropa, Latihan Perang Digelar Saat Ukraina-Rusia Memanas

Dua orang sumber mengatakan kepada Reuters bahwa AS memutuskan untuk menarik para stafnya untuk OSCE dari Ukraina.

Sementara Inggris memindahkan para stafnya di OSCE dari daerah yang dikuasai pemberontak ke daerah yang berada di bawah kendali Pemerintah Ukraina.

Para pemantau OSCE dari Denmark juga telah meninggalkan Donetsk, kata seorang sumber dari kalangan diplomatik.

Reuters masih belum bisa menentukan apakah mereka akan meninggalkan Ukraina atau hanya berpindah dari wilayah yang dikuasai pemberontak.

Dari 680 pemantau OSCE di Ukraina, 515 orang berbasis di bagian timur negara itu, menurut situs resmi misi tersebut.

Sebarkan Informasi Palsu

Satu jam telepon Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin blak-blakan sebut Biden sengaja memprovokasi agar Rusia dan Ukraina berperang.

Kepada Biden, Putin juga mengatakan bahwa kabar propaganda yang dilancarkan AS dilakukan secara terorganisir.

Namun, Biden dengan lugas mengatakan bahwa invansi AS ke Ukraina lebih kepada menciptakan stabilitas dan keamanan dunia.

Baca juga: Rusia Mulai Khawatir Amerika Serikat Kirim Ribuan Tentara ke Eropa, Tensi Semakin Tinggi

Meski demikian Putin mengaku tidak mengerti kenapa Presiden AS Joe Biden sengaja menyebarkan informasi palsu mengenai invasi Rusia ke Ukraina.

Hal tersebut diutarakan Putin kepada Biden selama panggilan telepon antara keduanya pada Sabtu (12/2/2022).

Penasihat Presiden Rusia untuk Kebijakan Luar Negeri Yury Ushakov mengatakan, panggilan telepon antara Biden dan Putin berlangsung selama lebih dari satu jam.

Usai panggilan telepon antara Biden dan Putin, Ushakov mengatakan bahwa percakapan tersebut berlangsung seimbang dan berorientasi bisnis.

“Pertemuan hari ini berlangsung dalam suasana histeria yang belum pernah terjadi sebelumnya bahwa Rusia pasti akan melancarkan serangan ke Ukraina dalam waktu dekat,” kata Ushakov.

Dia mengeklaim bahwa tuduhan bahwa Rusia akan menyerang Ukraina dibuat dengan cara yang terkoordinasi, sebagaimana dilansir Yeni Safak.

“AS memperbesar histeria di sekitar apa yang disebut invasi terencana ke Rusia, bahkan memberi tahu tanggal invasi,” tutur Ushakov.

Dia menambahkan, setelah AS mengabarkan potensi invasi, Washington dan sekutunya lantas menyediakan sumber daya keuangan untuk memperkuat tentara Ukraina.

Baca juga: Amerika Serikat Kerahkan Kapal Perang dan Jet Tempur Bantu UEA dari Serangan Houthi Yaman

“Dan meningkatkan jumlah pelatih militer yang dikirim ke Ukraina,” sambung Ushakov.

Dia menambahkan, Biden menuturkan kepada Putin bahwa Washington dan Moskwa harus melakukan yang terbaik untuk mendukung stabilitas dan keamanan di dunia, meski kedua belah pihak merupakan saingan.

“Biden menekankan bahwa dalam kerangka masalah Ukraina, semuanya harus dilakukan untuk menghindari skenario terburuk,” imbuh Ushakov.

Mengatakan bahwa Rusia akan mempertimbangkan pemikiran Biden, Ushakov mengatakan, “Putin menunjukkan bahwa persenjataan Ukraina oleh negara-negara Barat berbahaya.”

“Negara-negara Barat mendorong tindakan provokatif pasukan militer Ukraina di Donbas dan Krimea,” tutur Ushakov.

Konflik Rusia Ukraina

Konflik antara Rusia dan Ukraina pecah setelah Moskwa mencaplok Crimea disusul meletusnya pemberontakan separatis di Ukraina timur yang didukung Rusia pada 2014.

Kini, Rusia dilaporkan telah mengumpulkan puluhan ribu tentaranya di Ukraina, memicu kekhawatiran bahwa Mokswa mungkin merencanakan invasi ke Ukraina.

AS dan sekutunya memperingatkan bahwa serangan Rusia bisa terjadi setiap saat.

Di sisi lain, Moskwa selalu membantah tudingan bahwa pihaknya bersiap untuk menyerang Ukraina dan mengatakan pasukannya ada di sana untuk latihan.(*)

(Tribunpekanbaru.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved