Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Riau

KPK Dalami Aliran Dana Dari Penyuap Bupati Kuansing Nonaktif Rp1,2 Miliar Ke Kepala Kanwil BPN Riau

Dana dari penyuap Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, kepada Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir, kini sedang ditelusuri oleh KPK.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
Tribunpekanbaru/Rizky Armanda
Para saksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan izin HGU PT Adimulia Agrolestari, saat diminta maju ke depan untuk melihat barang bukti yang disita JPU, Kamis (17/2/2022) 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tampaknya sedang mendalami adanya dugaan aliran dana dari penyuap Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, kepada Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir.

Terkait adanya aliran dana sebesar Rp1,2 miliar itu, terungkap dalam sidang dugaan korupsi suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha HGU PT Adimulia Agrolestari (PT AA), beberapa waktu lalu.

Saat itu, Syahrir pun juga turut hadir sebagai saksi di persidangan perkara dugaan rasuah tersebut.

Dalam perkara ini, duduk sebagai terdakwa, General Manager PT AA, Sudarso.

Diyakini tak lama lagi, Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, juga akan menyusul Sudarso untuk disidang.

Karena berkas perkara Andi Putra, dinyatakan telah lengkap.

Saat ini tim jaksa KPK tengah menyusun surat dakwaan.

Setelahnya, tim jaksa KPK akan melimpahkan berkas perkara berikut surat dakwaan yang telah rampung ke Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Meyer Volmar Simanjuntak ketika diwawancarai mengatakan, pihaknya sudah berupaya membuka fakta seluas mungkin dalam persidangan.

Ia tak menampik, soal fakta-fakta persidangan, tim JPU berkoordinasi dengan tim penyidik lembaga anti rasuah itu.

"Oh itu pasti, artinya semua fakta yang terungkap di sini, kalau memang alat buktinya cukup, pasti diminta pertanggungjawaban," jelasnya, ditemui usai mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Sudarso ini, Kamis (17/2/2022) sore.

Sementara, dalam sidang kali ini, JPU menghadirkan kembali sejumlah saksi.

Mereka diantaranya merupakan komisaris, direksi, hingga pegawai PT Adimulia Agrolestari.

Frank Wijaya yang merupakan Komisaris PT Adimulia Agrolestari, dalam keterangannya lewat video conference, membantah jika adanya pemberian uang Rp500 juta kepada Andi Putra sebagai uang pelicin terkait perizinan HGU perusahaan.

Ia berdalih, uang setengah miliar itu sifatnya pinjaman bagi Andi Putra.

Tak percaya begitu saja, ketua majelis hakim, Dahlan, mempertanyakan pengakuan dari Frank Wijaya itu. Jika memang pinjaman, apakah ada surat perjanjian atau tidak.

''Jadi itu Rp500 juta pinjaman ya, ada dibuat tidak itu perpanjian pinjaman sebesar Rp500 juta. Besar itu, kalau tidak ada surat perjanjian, hangus itu duit,'' pancing hakim.

Namun Frank tetap saja dengan dalihnya, jika uang itu merupakan uang pinjaman bagi Andi Putra.

Hakim lantas mengingatkan, agar saksi jujur dalam memberikan keterangan. Karena sebelumnya, saksi juga telah disumpah.

Terkait keterangan saksi Frank Wijaya itu, ditanggapi JPU Meyer Volmar Simanjuntak. Dibeberkannya, uang yang diberikan kepada Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, dilakukan secara bertahap oleh pihak PT AA.

Dimana ada permintaan sebesar Rp1,5 miliar. Terlebih memang diwajibkan rekomendasi dari sang Bupati.

"Sehingga diminta Rp1,5 miliar, tapi baru diberi Rp500 juta. Setelah itu pihak perusahaan meminta rekomendasi dimaksud, tetapi berlarut-larut karena belum dipenuhi Rp1,5 miliar," ucap Meyer.

Sampai akhirnya, pihak perusahaan lewat Sudarso, hendak memberikan lagi Rp250 juta kepada Bupati, dan akan dilunasi seterusnya. Namun saat uang sebesar Rp250 juta akan diserahkan, Sudarso keburu ditangkap tim KPK.

Meyer pun menyangsikan keterangan saksi Frank Wijaya, yang tak mengakui adanya pemberian uang Rp500 juta kepada Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra, sebagai uang untuk memperlancar perpanjangan izin HGU.

"Kalau kita lihat (saat persidangan) keterangan dia (Frank, red) sendiri yang agak berbeda dengan yang lain. Makanya tadi saya ingatkan agar memberikan keterangan apa adanya, bahkan bukti chat sudah ditunjukkan. Itu bukan pinjaman, jelas bahasanya," tegas Meyer.

"Bahasanya, kita sudah pernah kasih 500, yang sekarang, kita kasih lagi 100 atau 200 lagi aja dulu. Dari situ kan bisa disimpulkan. Sudah dikasi barang bukti masih mengelak, sementara keterangan (saksi) yang lain sesuai," imbuhnya.

Mencuatnya dugaan suap ini berawal ketika PT AA sedang mengajukan perpanjangan HGU.

Dimana kegiatan usaha dimulai pada 2019 dan akan berakhir di tahun 2024. Maka salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU itu adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT AA yang dipersyaratkan terletak di Kabupaten Kampar, di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing. Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan ke Andi Putra selaku Bupati Kuansing dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra.

Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kuansing dibutuhan minimal uang Rp2 miliar.

Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta.

Berikutnya, pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang ke Andi Putra sebanyak Rp200 juta.

Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta HP Iphone XR.

Atas perbuatannya tersebut, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved