Bak Jaman Penjajahan, Dihajar Bila Tak Kerja, Derita Kerja Rodi Penghuni Kerangkeng Terbit Rencana
Korban kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat Non Angkif, Terbit Rencana, diduga dipaksa kerja rodi. Bila mereka tak bekerja dihajar
Penulis: Hendri Gusmulyadi | Editor: Hendri Gusmulyadi
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kasus hukum kerangkeng manusia Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginagin, masih terus diproses.
Sejumlah fakta pun berhasil terkuak dari beberapa proses yang telah dilakukan piahk terkait.
Komnas HAM ungkap rupanya penghuni kerangkeng Terbit Rencana Peranginagin Bupati Langkat non aktif tidak digaji dan takut mendapatkan kekerasan bila tak bekerja.
Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani saat menyelenggarakan konferensi pers di Jakarta, Rabu (2/3/2022).
Awalnya ia menjelaskan bahwa dari berbagai keterangan para penghuni tidak hanya bekerja di pabrik dan kebun sawit Terbit.
"Tapi juga pekerjaan lainnya seperti mengelas, membersihkan ruang pabrik, mengangkut buah sawit, membersihkan peralatan, buruh bangunan rumah Terbit, termasuk mengeruk tanah di lokasi kerangkeng," bebernya.
Dijelaskannya para penghuni tidak mendapatkan upah dari pekerjaannya dan hanya diberikan ekstra puding atau tambahan.
"Penghuni tak bisa menolak kerja karena takut tentan mendapatkan kekerasan dari pengurus kerangkeng," ucapnya.
Terkait dengan keberadaan pabrik, lanjutnya, pengelolaan sawit tercatat atas nama PT Dewa Rencana Perangin - angin yang dimiliki oleh Terbit dan keluarganya.
Pabrik ini menjadi tempat kerja penghuni mulai pagi sampe sore hari dengan beragam pekerjaan.
"Mulai dari mengelas, mensortir, menjadi juru parkir, cuci mobil dan juga lainnya. Penghuni tak hanya diperkerjakan di kebun sawit milik Terbit tapi juga milik orang lain," katanya.
Naik Ke Penyidikan, Diduga Ada Keterlibatan Oknum TNI/Polri
Kasus kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin telah memasuki babak baru.
Terbaru, kepolisian telah meningkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Hal ini diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi pada Selasa (1/3/2022).
Dikutip dari Kompas.com, dirinya mengatakan penyidik Dit Reskrimum Polda Sumut telah menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan di mana telah sesuai dengan hasil gelar perkara atas dua laporan polisi yang masuk ke Polda Sumut.
Laporan yang dimaksud yaitu LP/A/263/2022/SPKT POLDA SUMUT tertanggal 10 Februari 2022, korban berinisial SG dan laporan Polisi Nomor: LP/A/264/2022/SPKT Polda Sumut, tanggal 10 Februari 2022, korban berinisial ASI alias Bedul.
Keputusan untuk menaikan status tersebut, kata Hadi, dilakukan setelah Dit Reskrimum Polda Sumut melakukan rangkaian penyelidikan dan gelar perkara pada 26 Februari 2022 dengan memeriksa lebih dari 70 saksi termasuk Terbit dan keluarga dekatnya.
Ditambah adanya pembongkaran kedua makam berinisial SG dan ASI, olah TKP serta menyita sejumlah barang bukti.
Barang bukti tersebut antara lain surat pernyataan, gayung untuk memandikan jenazah, tikar plastik, kain panjang motif batik, selang kompresor, dan kursi panjang terbuat dari kayu tempat memandikan jenazah.
“Ekshumasi (pembongkaran) terhadap makam Sarianto Ginting sebagaimana dituangkan dalam Visum Et Repertum (VER): 01/II/2022/RS BHAYANGKARA, tertanggal 12 Februari 2022,” jelasnya.
Hadi juga menambahkan potensi adanya penetapan tersangka ketika naiknya status kasus ini menjadi penyidikan.
“Percayakan kasusnya kepada Polda Sumut. Kami akan bekerja secara transparan dan profesional,” katanya.
Oknum TNI/Polri Terlibat?
Di sisi lain, Komnas HAM menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri pada kasus kerangkeng milik Terbit.
Pernyataan ini dikemukakan oleh Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam dalam konferensi pers virtual pada Rabu (2/3/2022).
“Jadi kita mendapat keterangan ada beberapa oknum anggota TNI dan Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut,” ujar Choirul.
“Kami mengetahui jumlah dan nama masing-masing dan informasi penunjang lainnya termasuk pangkat dan lain sebagainya,” imbuhnya dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Choirul juga mengungkapkan peran dari oknum kepolisian adalah menyarankan agar pelaku kriminal dimasukan dalam kerangkeng tersebut.
Lalu, peran dari anggota TNI diduga melakukan kekerasan pada penghuni kerangkeng.
“Saat ini dilakukan pendalaman pelanggarn hukum atas permintaan Komnas HAM.”
“Salah satu oknum TNI yang juga melakukan kekerasan. Kami mendapatkan informasi tersebut,” jelas Choirul.
Temuan Komnas HAM ini, kata Choirul, telah dikirimkan melalui surat pada Puspom TNI Angkatan Darat.
“Kami melayangkan surat pada Puspom TNI AD meminta bantuan pendalaman dan penyelidikan karena ada oknum TNI yang terlibat dalam proses kerangkeng,” tuturnya.
Seperti diberatakan Tribunnews sebelumnya, Terbit telah buka suara soal kerangkeng manusia miliknya.
Dirinya mengatakan tempat itu terbuka dan telah diketahui banyak pihak.
Selain itu, ia juga menjelaskan mengenai fungsi dari kerangkeng tersebut di mana digunakan untuk tempat pembinaan dan bukannya tempat rehabilitasi.
Sehingga menurutnya, pembangunan kerangkeng tersebut tidak memerlukan izin dari pihak-pihak tertentu.
“Kalau laporan (izin) tidak (ada), tapi itu sudah umum, tidak dirahasiakan lagi,” ujar Terbit pada 7 Februari 2022.
“Kalau izin, itu bukan rehab-an, itu pembinaan,” imbuhnya.
Selain itu, Terbit menegaskan pembangunan ruang pembinaan itu, dilakukan atas permintaan masyarakat setempat.
Dirinya berdalih sebagai tokoh yang dipandang masyarakat di Langkat, ia merasa perlu untuk membuat tempat pembinaan bagi pecandu narkoba.
Ia menambahkan pula bahwa tempat pembinaan tersebut berawal untuk organisasi yang ia miliki.
“Awalnya itu pembinaan untuk organisasi, saya sebagai tokoh Pemuda Pancasila supaya bisa menghilangkan pecandu narkoba,” ungkapnya.
Kemudian soal adanya korban tewas, Terbit mengakui temuan tersebut tetapi ia membantah adanya penganiayaan di dalamnya.
“Laporan itu (adanya yang meninggal) kita lihat saja nanti atau bagaimana, karena itu bukan pengelolaan kita langsung,” ucapnya.
“Bukan penyiksaan, bukan,” tambah Terbit.
Terbit juga membantah adanya eksploitasi pekerja terhadap orang yang dibinannya.
Ia mengatakan hanya memberikan ketrampilan bagi para penghuni.
“Bukan dipekerjakan, hanya untuk memberikan sebagai skill supaya menjadi keterampilan dari situ orang itu bisa memanfaatkan di luar,” pungkasnya.
Sumber Tribun Medan/ Tribunnews
