Sidang Perdana Bupati Kuansing Nonaktif
BREAKING NEWS: Sidang Perdana Bupati Kuansing Nonaktif, Dugaan Suap Perpanjangan Izin HGU Sawit
Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan suap pengurusan perpanjangan izin HGU kebun sawit PT AA
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit PT Adimulia Agrolestari (AA), Senin (14/3/2022).
Sidang digelar di ruang Prof R Soebekti SH Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Majelis hakim diketuai hakim Dahlan, yang juga menjabat Ketua PN Pekanbaru.
Sidang digelar secara teleconference. Dimana di ruang sidang hanya ada majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan tim penasehat hukum terdakwa.
Sementara, terdakwa Andi Putra mengikuti jalannya persidangan lewat video call. Karena ia sedang ditahan di Rutan KPK di Jakarta.
Sidang perdana ini agendanya adalah pembacaan dakwaan oleh JPU KPK.
Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan bahwa terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuansing periode tahun 2021 - 2026 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.14-1042 Tahun 2021 tanggal 19 April 2021.
Tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.14-281 tahun 2021 tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020 di Kabupaten dan Kota pada Provinsi Riau.
Antara tanggal 27 September 2021 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2021 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2021.
Bertempat di rumah Sudarso, selaku General Manager (GM) PT AA di Jalan Kartama Gang Nurmalis Nomor 2 RT. 002 RW. 021, Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru.
Lalu di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing atau di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang berwenang mengadili, melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Disebutkan JPU, terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang disepakati dengan Sudarso selaku GM PT AA.
Terkait dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kuansing yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen di Kabupaten Kampar.
Sehingga, PT AA tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen dari luas HGU yang terletak di Kabupaten Kuansing atau setidak-tidaknya menurut pikiran Sudarso, pemberian uang tersebut berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kuansing.
"Terdakwa diduga menerima hadiah atau janji yaitu telah menerima uang sebesar Rp500 juta sebagai bagian dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar dari Sudarso selaku GM PT AA," ucap JPU membacakan dakwaan.
Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Yaitu agar terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuansing mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan paling sedikit 20 persen kebun kemitraan/ plasma PT AA di Kabupaten Kampar.
Hal ini tentu bertentangan dengan kewajiban terdakwa Andi Putra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
JPU membeberkan, terdakwa Andi Putra mempunyai tugas dan kewenangan antara lain berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Nomor: 19/SK-14.HP.01.02/I/2021 tanggal 04 Januari 2021 sebagai Panitia Pemeriksa Tanah B Provinsi Riau yang menentukan layak atau tidaknya proses perpanjangan status Hak Guna Usaha dan sekaligus sebagai Kepala Daerah yang berwenang menetapkan lokasi kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen di wilayah Kabupaten Kuansing.
Sementara, PT Adimulia Agrolestari didirikan berdasarkan Akta Notaris Hajjah Nurlian, SH Nomor 05 tanggal 03 Mei 1995 tentang Pendirian Perseroan Terbatas PT Adimulia Agrolestari dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C2-14581 HT.01.04.Th.95 tanggal 13 Nopember 1995 tentang Persetujuan Pendirian PT Adimulia Agrolestari dengan bidang usaha perkebunan sawit.
Bahwa awalnya PT AA mengelola tanah perkebunan sawit yang berdiri di atas alas HGU Nomor 00008 tanggal 08 Agustus 1994 dengan luas tanah 3.952 hektare yang terletak di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dengan jangka waktu HGU selama 30 tahun sejak tahun 1994 sampai dengan 2024.
PT AA telah membangun paling sedikit 20 persen kebun kemitraan/ plasma untuk masyarakat yang seluruhnya terletak di Kabupaten Kampar.
Sebagaimana diwajibkan berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Pasal 40 huruf K Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 118 Tahun 2019, terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi yang berakibat HGU nomor 00008 tanggal 08 Agustus 1994 milik PT AA yang semula hanya berada di wilayah Kabupaten Kampar berubah dan terbagi di 2 wilayah.
Yaitu sebagian di Kabupaten Kampar dan sebagian lagi berada di Kabupaten Kuansing.
Oleh karena terjadi perubahan batas wilayah tersebut kemudian PT AA mengajukan perubahan HGU 00008 tanggal 08 Agustus 1994 kepada Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Riau.
Atas permohonan tersebut, kemudian terjadi perubahan HGU terhadap kebun sawit yang terletak di Kabupaten Kuansing dengan sertifikat HGU Nomor 10009, NIB 05.05.00.00.02073 seluas 874,3 hektare, tanggal 14 Oktober 2020 yang terletak di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuansing atas nama PT AA.
Sertifikat HGU 10010 NIB 05.05.00.00.02074 seluas 105,6 hektar tanggal 14 Oktober 2020 yang terletak di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir, Kabupaten Kuansing atas nama PT AA; dan
Sertifikat HGU Nomor 10011 NIB 05.05.00.00.02705 seluas 256,1 hektar tanggal 14 Oktober 2020 yang terletak di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuansing juga atas nama PT AA.
Jangka waktu seluruh sertifikat HGU tersebut di atas tetap mengikuti sertifikat HGU sebelumnya yaitu selama 30 tahun, terhitung sejak tahun 1994 sampai dengan 2024.
Dikarenakan jangka waktu sertifikat HGU PT AA tersebut akan berakhir pada tahun 2024, maka Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemegang saham PT AA, meminta Sudarso yang merupakan GM PT AA untuk mengurus perpanjangan sertifikat HGU.
Dengan alasan Sudarso sudah berpengalaman mengurus permasalahan yang dialami PT AA.
Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan sertifikat HGU PT AA Nomor 10009, 10010 dan 10011 yang terletak di Kabupaten Kuansing dengan membuat Surat Permohonan Perpanjangan HGU Nomor: 068/AA-DIR/VIII/2021 tanggal 04 Agustus 2021 dan Nomor: 069/AA-DIR/VII/2021 tanggal 04 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Direktur PT AA, David Vence Turangan dan ditujukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing.
Namun oleh karena luas tanah yang dimohonkan perpanjangan HGU diatas 250 hektare.
Hal itu bukan menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing, melainkan kewenangan Kementerian ATR/BPN, yaitu Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.
Maka surat permohonan perpanjangan HGU PT AA tersebut diteruskan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau secara berjenjang.
Untuk kemudian diteruskan ke Kementerian ATR/BPN, dalam hal ini Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.
Dalam prosesnya, pada 3 September 2021 bertempat di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Riau, Muhammad Syahrir mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang para pihak terkait.
Dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Nomor: 19/SK-14.HP.01.02/I/2021 tanggal 04 Januari 2021.
Terdakwa Andi Putra, ketika itu diwakili oleh Plt Sekda Kabupaten Kuansing, Agus Mandar. Hadir pula pihak PT AA selaku pemohon yang diwakili oleh David Vence Turangan, Sudarso, Syahlevi Andra dan Fahmi Zulfadli.
Padahal faktanya, surat permohonan perpanjangan HGU PT AA baru diterima secara resmi oleh Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Riau pada tanggal 12 Oktober 2021.
Di dalam rapat tersebut, dilakukan pembahasan mengenai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT AA.
Dimana ditemukan permasalahan yaitu kebun kemitraan/ plasma yang telah dibangun oleh PT AA sebesar paling sedikit 20 persen dari luas HGU yang dimohonkan perpanjangan seluruhnya berada di Kabupaten Kampar.
Padahal telah terjadi perubahan batas wilayah yang menyebabkan sebagian wilayah HGU PT AA tersebut masuk ke Kabupaten Kuansing.
Sehingga ada beberapa Kepala Desa, antara lain Kepala Desa Sukamaju dan Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing, yang meminta agar PT AA juga membangun kebun kemitraan/ plasma di wilayah desa tersebut.
Karena PT AA belum membangun kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen di sekitar lokasi kebun yang ada di wilayah Kabupaten Kuansing.
Atas permasalahan tersebut, PT AA berniat untuk tidak perlu membangun kebun kemitraan/ plasma lagi di wilayah Kuansing karena telah membangun paling sedikit 20 persen kebun kemitraan/ plasma di Kabupaten Kampar.
Namun oleh Muhammad Syahrir, dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen dari total HGU ada pada Bupati Kuansing.
Selanjutnya Muhammad Syahrir selaku Ketua Panitia B mengarahkan PT AA untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuansing tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/ plasma di Kabupaten Kampar yang sudah ada sebelumnya.
Surat rekomendasi persetujuan tersebut diperlukan sebagai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT AA.
Karena Sudarso sudah lama mengenal terdakwa, bahkan sejak terdakwa masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuansing, maka dalam rangka mempermudah terbitnya surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, Sudarso melakukan pendekatan baik melalui komunikasi telepon maupun datang langsung menemui terdakwa.
Pada bulan September 2021, bertempat di rumah Sudarso di Kota Pekanbaru, terjadi pertemuan antara terdakwa dengan Sudarso.
Pada pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan. Namun terdakwa meminta PT AA memberikan uang terlebih dahulu sebesar Rp1,5 miliar.
Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso menyampaikan kepada Frank Wijaya. Ternyata Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada terdakwa dengan cara bertahap.
Pertama, kepada terdakwa diserahkan uang Rp500 juta untuk tahap awal, dengan maksud agar surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa dapat segera keluar.
Atas persetujuan Frank Wijaya, pada 27 September 2021, Sudarso meminta Syahlevi Andra selaku Kepala Kantor PT AA Cabang Pekanbaru, mengantarkan uang Rp500 juta ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis Nomor 2, RT.002 RW.021, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, untuk diserahkan kepada terdakwa.
Setelah uang Rp500 juta diterimanya, Sudarso kemudian memberitahukannya kepada terdakwa.
Selanjutnya terdakwa memerintahkan sopirnya yang bernama Deli Iswanto untuk mengambil uang tersebut dan sekaligus meminta agar uang dititipkan kepada Andri A alias Aan.
Setelah Deli Iswanto sampai di rumah Sudarso, kemudian Sudarso bersama Syahlevi Andra, menyerahkan uang sebesar Rp500 juta tersebut kepada Deli Iswanto.
Atas perintah terdakwa, maka Deli Iswanto kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Andri A alias Aan di rumahnya di Kabupaten Kuansing.
Selanjutnya berselang 2 hari kemudian terdakwa mengambil uang Rp500 juta tersebut di rumah Andri A alias Aan.
Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2021, PT AA membuat Surat Nomor: 096/AA-DIR/X/2021 perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT AA di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT AA, David Vence Turangan.
Kemudian surat tersebut diserahkan secara langsung oleh Sudarso kepada terdakwa di rumah terdakwa.
Selanjutnya terdakwa memerintahkan Andri Meiriki untuk meneruskan surat tersebut kepada Mardansyah selaku Plt Kepala DPMPTSPTK (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja) Kabupaten Kuansing agar segera diproses.
Atas pengajuan surat tersebut kemudian terdakwa meminta kepada Sudarso agar memberikan kekurangannya sebagaimana yang telah disepakati yakni sebesar Rp1,5 miliar.
Oleh karena itu Sudarso kemudian melaporkan permintaan terdakwa tersebut kepada Frank Wijaya. Permintaan tersebut disetujui, yaitu uang kekurangannya yang diminta terdakwa akan diserahkan secara bertahap.
Selanjutnya Sudarso memberi saran kepada Frank Wijaya agar memberikan kepada terdakwa sebesar Rp100 juta sampai Rp200 juta saja, oleh karena PT AA sudah pernah memberikan Rp500 juta sebelumnya dan juga sudah pernah memberikan bantuan saat proses pencalonan terdakwa sebagai Bupati Kuansing.
Atas saran tersebut Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp250 juta kepada terdakwa.
Pada tanggal 18 Oktober 2021, terdakwa menghubungi Sudarso meminta sisa uang yang telah disepakati sebelumnya.
Untuk itu Sudarso kemudian memerintahkan Syahlevi Andra mencairkan uang sebesar Rp250 juta.
Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika, dengan mengendarai mobil Toyota Hilux warna putih, dengan nomor plat BK 8900 AAL datang menemui terdakwa di rumah terdakwa di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing untuk memastikan surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, sekaligus membicarakan mekanisme penyerahan sisa uang yang diminta terdakwa.
Setelah pertemuan dengan terdakwa, bertempat di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah, Sudarso diamankan oleh petugas KPK.
Setelah mengetahui Sudarso diamankan oleh petugas KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi Andra untuk menyetorkan kembali uang sebesar Rp250 juta ke rekening PT AA, yang disiapkan akan diberikan kepada terdakwa.
Bahwa perbuatan terdakwa menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang disepakati dari Sudarso selaku GM PT AA, dimaksudkan agar terdakwa mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen di Kabupaten Kampar.
Sehingga PT AA tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen dari luas HGU yang terletak di Kabupaten Kuansing.
Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Andi Putra didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Setelah pembacaan surat dakwaan, hakim ketua Dahlan mempersilakan pihak terdakwa, apakah akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan, atau tidak.
Terdakwa melalui tim penasehat hukumnya, sepakat mengajukan eksepsi. Dimana sidang dengan agenda pembacaan eksepsi diagendakan digelar pada Kamis pekan depan.
Untuk diketahui, Sudarso selaku GM PT AA, sudah lebih dulu menjalani proses sidang. Dia bahkan sudah dituntut oleh JPU KPK dengan hukuman 3 tahun penjara.
JPU menilai Sudarso melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tak hanya itu, terdakwa Sudarso juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan, jika tidak dibayar maka dapat diganti dengan pidana 3 bulan kurungan.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )
