Berita Kampar
Sidang Etik DKPP, KPU Riau dan KPU Kampar Tak Tahu Maria Aribeni Jadi ASN PPPK
Saat sidang Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu di Bawaslu Riau, Kamis (24/3) terungkap bahwa KPU Riau dan Kampar tak tau Aribeni jadi ASN
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau dan Kampar tak tahu Maria Aribeni jadi Apararur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ia berkonsultasi soal statusnya sebagai PPPK dengan seorang anggota Bawan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kampar.
Ketidaktahuan KPU Riau dan Kampar terungkap dalam Sidang Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Aula Sekretariat Bawaslu Riau, Kamis (24/3/2022).
Sidang dipimpin tiga Majelis Hakim yang diketuai anggota DKPP, Alfitra Salamm bersama dua anggota majelis, masing-masing Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Riau dari unsur Bawaslu Riau, Hasan dan unsur masyarakat, Indra Safri.
Sidang menghadirkan Manuhar Silaen selaku Pengadu dan Aribeni selaku Teradu.
KPU Riau yang diwakili Komisioner, Firdaus Oemar hadir sebagai Pihak Terkait.
Baca juga: Sidang Kode Etik Ketua KPU Kampar Dijadwalkan DKPP Jadwalkan Kamis Ini
Baca juga: Bawaslu Riau Klaim Pernah Bahas Ketua KPU Kampar: Kode Etik Kewenangan DKPP
Turut hadir dua anggota kPU Kampar, Dahlan dan Muhibuddin memberi keterangan serta saksi.
Firdaus mengaku, KPU tidak pernah mendapat informasi dari Aribeni maupun pihak lain tentang status di PPPK.
Baik mulai dari seleksi dilaksanakan, sampai diangkat menjadi PPPK.
Menurut Firdaus, KPU baru mengetahui setelah informasi tersebut mencuat di media massa.
Aribeni baru berkoordinasi dengan KPU Riau setelah beredar di media sosial pada September 2021.
Di saat itu pula ia menyampaikan akan mundur dari PPPK.
Senada dikemukakan Dahlan. Ia mengaku tidak mengetahui jika koleganya itu berstatus PPPK pada Pemerintah Kabupaten Kampar.
Ia baru tahu setelah membaca berita pada September 2021 lalu.
"Kami pun kaget ada teman kami yang menjadi PPPK," kata Dahlan.
Menurut dia, selama ini Aribeni melaksanakan tugas sebagai komisioner.
Majelis hakim juga menanyai Aribeni soal proses seleksi PPPK guru yang dilalui.
Salah satu hakim menyorot Aribeni yang malah berkoordinasi dengan seorang anggota Bawaslu Kampar, Edward. Bukan dengan KPU Riau maupun Kampar.
Sebelumnya, Aribeni mengaku berkonsultasi dengan Edward tentang mekanisme penonaktifan ASN.
Ia menyerahkan salinan surat penonaktifan ASN milik Edward sebagai contoh ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kampar.
Aribeni ingin mengajukan penonaktifan PPPK pada Maret 2021.
Ia sendiri diangkat menjadi ASN PPPK pada 28 Januari 2021.
Kala itu, BKPSDM tidak dapat menunjukkan regulasi tentang penonaktifan PPPK.
Sehingga penonaktifannya tidak dapat diputuskan.
Ia berdalih tidak tahu aturan tentang PPPK. Ia mengikuti seleksi PPPK dengan harapan dapat kembali aktif menjadi PPPK setelah masa jabatan sebagai anggota KPU Kampar berakhir.
Dikonfirmasi setelah sidang, Aribeni menyatakan telah membantah seluruh materi pengaduan.
"Seluruh aduan pengadu sudah dibantah oleh teradu dalam fakta persidangan," katanya.
Sementara itu, Manuhar selaku pengadu, menyatakan semakin yakin dengan pelanggaran berat yang dilakukan Aribeni.
Menurut dia, berbagai dalil yang disampaikan Aribeni hanyalah alasan pembenaran.
"Begitu SK PPPK terbit, teradu sudah rangkap jabatan sebagai anggota KPU," tegas Manuhar.
Ia menjelaskan, Aribeni sah menjadi anggota KPU setelah diangkat dengan KPU RI.
Pun resmi menjadi ASN PPPK setelah diangkat dengan SK Bupati Kampar.
Manuhar menyinggung soal asas setiap orang dianggap tahu hukum.
"Ingat asas presumptio iures de iure. Jadi alasan karena tidak tahu aturan, tidak berlaku dalam hukum," tandasnya.
Menurut dia, menutup informasi tentang keikutsertaan dalam seleksi PPPK sebagai bentuk ketidakjujuran.
Ini melanggar prinsip integritas.
Ia mengatakan, Aribeni memiliki banyak waktu untuk meminta arahan dari pihak manapun, terutama KPU Riau soal keikutsertaannya mengikuti seleksi PPPK.
"Teradu tentu secara sadar akan menerima gaji setelah menjadi PPPK. Di sisi lain, sedang menerima gaji dari uang negara sebagai anggota KPU. Tetapi tetap ikut seleksi," katanya.
Terlepas gaji tersebut akan dikembalikan kemudian. Ia menganalogikan pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang tidak dapat menghilangkan perbuatan pidana.
Manuhar menegaskan, dalam sidang tersebut harus mengutamakan pembuktian secara formil.
Ia mengatakan, bukti surat yang disampaikan dalam sidang semuanya terbukti.
"Tahapan seleksi sampai penerbitan SK PPPK merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Satu saja tahapan tidak dilalui, dianggap mundur dari seleksi PPPK," tandasnya.
Ia memohon kepada DKPP untuk melihat perkara pelanggaran kode etik ini secara jernih.
Ia tetap pada tuntutannya meminta DKPP menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap bagi Aribeni. (Tribunpekanbaru.com / Fernando Sihombing)