Berita Kepulauan Meranti
Masyarakat Meranti Kesulitan Saat Berperkara, MLC Dorong Pemda Hadirkan PN di Kepulauan Meranti
Besarnya ongkos berperkara ini membuat masyarakat Kepulauan Meranti yang tidak mampu yang menuntut keadilan menjadi semakin terzalimi karena ongkos.
Penulis: Teddy Tarigan | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM, MERANTI - Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti dinilai masih sulit untuk memperoleh keadilan.
Selama 13 tahun kabupaten ini berdiri, namun untuk proses peradilan harus berurusan di kabupaten lain dengan merogoh kocek terlalu dalam.
Untuk itu sejumlah kuasa hukum di Kabupaten Kepulauan Meranti yang tergabung kedalam sebuah wadah Meranti Lawyer Club (MLC) mengusulkan agar pemerintah daerah perlu memikirkan serius terhadap lembaga peradilan yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat Kepulauan Meranti.
Hal itulah disampaikan pengurus Meranti Lawyer Club (MLC), Agus Suliadi SH didampingi Mitrizal Johan SH.
Dikatakannya, usulan ini agar pemerintah daerah perlu memikirkan serius terhadap lembaga peradilan tersendiri.
Sebagaimana diketahui saat ini masyarakat dan pegiat hukum di Kepulauan Meranti jika berurusan dengan hukum dan keadilan terpaksa pergi ke luar daerah yakni Bengkalis, tepatnya ke Pengadilan Negeri Bengkalis.
"Bayangkan saja betapa sulit dan mahalnya masyarakat pencari keadilan dalam berperkara, mulai dari biaya perkara, biaya akomodasi seperti transportasi, penginapan dan lain-lain. Besarnya ongkos berperkara ini membuat masyarakat tidak mampu yang menuntut keadilan menjadi semakin terzalimi oleh karena hak-hak mereka dimanfaatkan beberapa pihak," ujarnya, Selasa (20/9/2022).
Dikatakan, urgensinya kondisi tersebut sangat beralasan, dimana bagi masyarakat yang ingin berperkara selain mengeluarkan uang, hal tersebut juga menyita waktu sangat lama.
"Ini sangat urgen sekali. Untuk berperkara saja masyarakat dibuat susah apalagi yang lain, selain mengeluarkan uang, satu perkara perdata memakan waktu panjang, belum lagi harus menghadirkan beberapa pihak yang terlibat dalam suatu perkara. Ini harus jadi perhatian dan ini juga memalukan, masa untuk berperkara saja harus ke kabupaten lain," ucapnya.
Dikatakan Agus, pihaknya juga mengapresiasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang ingin membantu masyarakat miskin terlibat persoalan hukum dengan menunjuk lembaga bantuan hukum (LBH) yang dijadikan mitra oleh pemerintah daerah.
Namun karena belum berdirinya lembaga pengadilan itu juga menjadi sebuah persoalan.
"Kita sangat mengapresiasi terhadap Rancangan Perda tentang bantuan hukum terhadap masyarakat miskin melalui lembaga bantuan hukum (LBH) yang dijadikan mitra oleh pemerintah daerah, tapi melihat keadaan geografis yang jauh dan mahal, ini juga menjadi persoalan bagi LBH yang ditunjuk karena segala sesuatunya tidak lepas dari biaya, apalagi setelah kenaikan BBM harga tiket kapal juga mengalami kenaikan 30 persen," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah daerah untuk menggesa hal itu untuk Pengadilan Negeri berdiri, sehingga nantinya masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi ke kabupaten induk mencari keadilannya dan cukup di ibukota kabupaten di Selatpanjang.
"Mau tidak mau pemerintah harus serius memikirkan keberadaan lembaga peradilan ini, kita tinggal mengajukan saja dan memenuhi segala persyaratannya soal layak atau tidaknya biar lah Mahkamah Agung yang menilainya," kata Agus.
"Dengan keadaan seperti ini saya rasa tidak ada alasannya bagi Mahkamah untuk menolaknya karena infrastruktur penegakan hukumnya sudah lengkap seperti Polres dan Kejaksaan sudah lama berdiri. Tergantunglah pemda melakukan komunikasi dan berargumentasi agar Mahkamah Agung dapat memahami keadaan masyarakat Meranti dalam mencari keadilan," pungkasnya.
(Tribunpekanbaru.com/ Teddy Tarigan)
