Berita Riau
Soal Isu Obat Sirup dengan Kandungan EG dan DEG, Begini Penjelasan dari BBPOM Pekanbaru
Kepala BBPOM Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan mengatakan, obat sirup untuk anak yang sempat heboh dan disebutkan dalam informasi dari WHO
Penulis: Alex | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pihak Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Riau mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak panik.
Terkait pemberitaan tentang isu obat sirup yang berisiko mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yang mengakibatkan gagal ginjal.
Kepala BBPOM Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan mengatakan, obat sirup untuk anak yang sempat heboh dan disebutkan dalam informasi dari WHO.
Terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia.
Dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BBPOM.
"BBPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre dan post market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia,"kata Yosef Dwi Irwan kepada Tribunpekanbaru.com Rabu (19/10/2022).
"Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BBPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG," imbuhnya.
Namun demikian dikatakan Yosef, EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
BBPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Yosef juga menerangkan, sebelumnya Kementerian Kesehatan juga menjelaskan bahwa penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui.
Dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BBPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
"Kami BBPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya," ujarnya.
Dikatakannya, BBPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia.
"BBPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG," ujarnya.
Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi," tambahnya.
Untuk produk yang melebihi ambang batas aman, dikatakan Yosef akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat.
Pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar atau pencabutan Izin Edar.
"Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha," ulasnya.
" Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat atau bahan baku jika diperlukan," sambungnya.
Pihaknya juga mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dan selalu menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai.
Kemudian juga membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan.
"Hindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama. Lakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi)," sarannya.
"Serta melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan, dan melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BBPOM Mobile dan e-MESO Mobile," paparnya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BBPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian.
Atau sumber resmi serta selalu ingat Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa (Cek KLIK) sebelum membeli atau menggunakan obat.
( Tribunpekanbaru.com / Alexander )
