Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Bengkalis

Kami Sudah Muak! Abrasi di Pulau Terluar Indonesia, Banyak Pejabat Datang Tapi Cuma Melihat Saja

Abrasi yang terjadi di Pulau Bengkalis, satu di antara pulau terluar Indonesia makin mengkhawatirkan

Penulis: Muhammad Natsir | Editor: Nurul Qomariah
Istimewa
Abrasi yang terjadi di Desa Simpang Ayam Kabupaten Bengkalis, Riau. Hingga kini, persoalan abrasi di satu di antara pulau terluar Indonesia ini belum ada solusi. 

 


TRIBUNPEKANBARU.COM, BENGKALIS - Abrasi yang terjadi di Pulau Bengkalis, satu di antara pulau terluar Indonesia makin mengkhawatirkan.

Banyak pejabat dan wakil rakyat yang datang, baik dari provinsi maupun pusat, namun persoalan abrasi tak kunjung ada solusi.

Sedikit-demi sedikit tanah masyarakat Pulau Bengkalis yang berada di pesisir pantai Selat Melaka hilang masuk laut.

Warga tak punya pilihan lain, pelan tapi pasti menyaksikan sejengkal demi sejengkal lahan mereka hilang runtuh ke laut setiap hari dihantam ombak Selat Melaka.

Sudah tidak terhitung lagi berapa hektare luas daratan pesisir Barat Pulau Bengkalis yang menghadap Selat Melaka runtuh ke laut.

Seperti yang terjadi akhir pekan lalu tepatnya Minggu (11/12/2022, runtuhnya lahan gambut pesisir pulau Bengkalis kembali terjadi.

Kali ini di Desa Simpang Ayam Kecamatan Bengkalis tanah gambut di bibir pantai merengsek terjun bebas ke laut.

Selain itu hujan deras yang menguyur Pulau Bengkalis sedari Sabtu malam hingga Minggu membuat tanah gambut tepi pantai tak mampu menahan air, sehingga tanah gambut pun bergeser membuat pecahan pecahan pemisah antar tanah gambut.

Kedalaman pecahan tanah inipun beragam bahkan ada yang cukup dalam, teping antar lahan yang pecah bahkan ada yang sampai 4 meter.

Lahan gambut yang mengalami pecahan ini tidak sedikit hampir seluas mata memandang saat berada tepat diujung jalan desa menuju tepi pantai.

Tidak hanya itu pecahan tanah gambut pun merusak akses jalan masyarakat menuju kebun dan tepi laut.

Masyarakat harus membuat akses jalan baru lagi untuk bisa sampai ke bibir pantai.

Ketua kelompok Tani di Desa Simpang Ayam Supendi bercerita, lahan kelompoknya sudah banyak terjun ke laut.

Bahkan sudah terjadi hampir setiap tahun mereka alami, terparah tahun lalu dan kali ini, ribuan batang nanas milik kelompoknya terjun ke laut sehingga mereka gagal panen.

"Ditambah lagi tahun ini, sisa lahan yang tersisa akibat abrasi tahun lalu juga ikut rusak karena abrasi dan pergeseran tanah kemarin. Kembali kita gagal panen lagi tahun ini," tutur Supendi.

Menurut dia, selain lahan kebun mereka, jalan akses menuju kebun yang baru di base tahun ini juga terputus.

Mereka harus membuka jalan baru lagi untuk bisa sampai ke lahan yang tersisa.

Hal yang sama juga diungkap Suripno satu di antara anggota kelompok tani nenas yang memiliki lahan disekitar bibir pantai Desa Simpang Ayam ini.

Pengakunan pria paruh baya ini sudah sejak lama kehilangan lahannya yang terus terjun kelaut setiap tahunnya.

Tidak banyak yang bisa dibuatnya untuk mengatasi abrasi ini, dirinya hanya berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan pembangunan pengaman pantai di bibir pantai sekitaran kebunnya yang berada di Desa Simpang Ayam kecamatan Bengkalis.

Suripno bercerita di mana tanahnya bersama kelompok tani desa Simpang Ayam sebenarnya cukup luas dahulunya.

Bahkan diujung menjorok ke laut sana pada tahun 2003 lalu sama sekali belum terlihat laut.

Di sana masih tertutup hutan yang lebat sekitar 400 sampai 500 meter panjang hutan dari batas kebunnya sampai ke laut.

"Sekarang bisa dilihat sendiri itu sudah laut, tidak ada lagi hutan. Bahkan sudah tidak terhitung berapa banyak nenas saya dan kelompok terjun ke laut," terang Suripno.

Menurut dia, luas lahan kebun nenas miliknya bersama kelompok tani nenas ini dahulunya dengan bukaan lebar sekitar 400 meter dan panjang 4.500 meter, itu diluar hutan yang dulu ada.

"Sekarang hutan sudah tidak ada kebun yang hampir empat ratus meter lebarnya pun bisa dilihat paling ada sekitar dua ratusan saja lagi. Kalikan saja ke samping sana sudah berapa hektare habisnya," ceritanya.

Selain kebun nenas, dirinya dahulu sempat menanam ubi dan membuat kolam ikan dekat ujung sana.

Namun hanya hitungan tahun semuanya turun ke laut.

"Termasuk kolam saya, sempat saya lihat sendiri bagaimana kolam ini dikikis gelombang. Sampai mau nangis melihat kolam yang sudah dibuat beberapa tahun hancur begitu saja," ungkapnya.

Dalam mempertahankan lahannya, Suripno bahkan sempat melakukan penanaman Mangrove dan bakau jenis api api dibibir pantai dekat lahanya.

Bahkan dirinya menanam kelapa disekitaran pantai.

"Tapi tetap sia sia saja, karena ditanam hari ini, tidak sampai setahun hancur. Beberapa tahun kami coba begitu terus hasilnya hancur juga," kata dia.

Banyak Pejabat Datang Tapi ...

Kondisi abrasi terjadi di desa mereka ini sebenarnya sudah disampaikan kepada setiap pejabat yang datang ke sini.

Supendi mengatakan sudah banyak pejabat yang pernah melihat kondisi abrasi desa mereka, baik pejabat Bengkalis, pejabat Provinsi Riau hingga Pusat sudah pernah datang ke sini.

"Namun belum ada keseriusan mereka, datang datang saja tinjau kondisi tapi tidak ada tindak lanjutnya. Jadi kami muak sudah," terangnya.

Bahkan beberapa tahun lalu sempat anggota DPRD Pusat datang ke sini melihat langsung, bahkan anggota DPD juga pernah ke sini dan sampaikan keluhan keluhan di sini.

Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjutnya, seolah kedatangan mereka hanya dijadikan ajang politik saja.

"Kalau kita Bengkalis ini masih dianggap wilayah Indonesia dan pulau terluar, kita mintalah perhatian khusus pemerintah pusat, jangan hanya datang lihat saat longsor atau abrasi setelah itu tidak ada tindak lanjut," terangnya.

Sementara itu Kades Simpang Ayam Mujiono mengatakan, kejadian hari minggu kemarin lahan yang terdampak abrasi sekitar 1.000 kali 1.000 meter seluruhnya di desa Simpang Ayam.

Ini terdiri dari lahan sawit masyarakat yang dikelola perushaan dan lahan perkebunan lainnya masyarakat yakni kebun ubi dan nenas.

"Ada juga akses jalan yang rusak, memang masih bisa di manfaatkan tetapi harus merangkak. Kita belum bisa pastikan akan melakukan perbaikan atau tidak lihat nanti,"jelasnya.

Sebelum abrasi Desa Simpang Ayam, akhir Nomber lalu kondisi abrasi lebih dahulu menghantam lahan di Desa Muntai Kecamatan Bantan.

Kuatnya gelombang dan tingginya curah hujan di bulan November yang terjadi saat itu mengakibatkan sejumlah lahan masyarakat di Desa Muntai amblas ke laut.

Abrasi yang terjadi saat itu menjatuhkan tanah perkebunan masyarakat seluas tiga hektare lebih

Hal ini diungkap langsung Kades Muntai M Nurin menurut dia, abrasi terjadi sejak tanggal 15 November lalu hingga saat masih terus berlangsung.

Akibat peristiwa ini warga Muntai kehilangan lahan perkebun kelapa mereka.

Bahkan akses jalan menuju kebun yang sudah ada kini ikut tersapu abrasi.

"Kami sekarang kehilangan akses jalan menuju kebun, masyarakat harus merintis jalan baru untuk menuju kebun," tambah Nurin.

Harapan Kades Muntai kondisi abrasi yang terjadi setiap tahun ini bisa menjadi perhatian pemerintah pusat. Karena abrasi terjadi cukup mengkhawatirkan.

"Tentu penanganan abrasi ini tagungjawab pusat, kalau daerah mungkin tidak mampu, kita minta pemerintah Pusat memperhatikan ini," ujarnya.

" Pemerintah daerah kita minta mendorong pusat untuk memperhatikan abrasi di pulau Bengkalis," lanjutnya.

Butuh Anggaran RP 2,5 Triliun

Terkait abrasi yang terjadi saat ini Wakil Bupati Bengkalis Bagus Santoso mengatakan kondisi ini sudah terjadi sejak lama dan terjadi terus.

Tidak hanya kebun saja, rumah, lapangan bola bahkan kuburan sudah banyak yang terjun ke laut di titik titik tertentu di Pulau Bengkalis.

"Untuk di desa Simpang Ayam ini satu diantar titik abrasi yang kritis," Jelasnya.

Wilayah Bengkalis ini ada sekitar 222 kilometer wilayah yang terkena abrasi, meliputi Pulau Bengkalis, Rupat bahkan daerah daratan pesisir Pulau Sumatera.

"Dari 222 kilometer yang terkena abrasi ada sekitar 121 Kilometer yang dalam keadaan kritis akibat abrasi, Pemkab Bengkalis dan provinsi sudah berupaya melakukan penanganan selama ini namun sejauh ini baru menyelesaikan sekitar 31 kilometer dari wilayah kritis abrasi," Jelasnya.

Menurut dia, penanganan sepanjang 31 Kilometer ini memakan anggaran sekitar 300 miliar rupiah lebih.

Saat ini masih sekitar 90 kilometer lebih lagi wilayah kritis abrasi yang belum tertangani, tersebar di daratan Pulau Bengkalis, Rupat dan wilayah Bengkalis di pesisir Pulau Sumatera.

Bagus mengatakan, besarnya anggaran penangananan abrasi ini pemerintah Bengkalis tentu tidak akan manpu menyelesaikannya.

Penanganan abrasi dilakukan dengan pembangunan pemecah gelombang menggunakan batu gunung.

"Untuk membangun satu meter pemecah gelombang menghabiskan anggaran sekitar Rp 28 juta. Jadi untuk membangun satu kilometer pemecah gelombang kita butuh anggaran 28 miliar rupiah, kalikan sekitar 98 kilomter yang perlu dibangun menghabiskan biaya sekitar Rp 2,5 triliun," urai Bagus Santoso.

Dengan anggaran sebesar itu tentu penanganannya diharapkan dilakukan pemerintah pusat.

Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebenarnya sudah melakukan pendataan sejak lama, bahkan sejak zaman Bupati Amril Mukminin hingga saat ini terus di lakukan.

"Data ini sudah kita ajukan permohonan ke Pusat untuk mendapat bantuan bagaimana menangani abrasi ini beberapa kali," ujarnya.

"Saat ini kita juga sudah mengesah PUPPR Balai Wilayah Sungai yang ada Riau untuk membantu," imbuhnya.

Bagus mengajak semua pihak untuk mengetuk hati Presiden dan pemerintah pusat agar memprioritaskan penanganan abrasi di Bengkalis.

Karena Bengkalis ini pulau terdepan dan berhadapan langsung dengan Malaysia.

"Kalau hanya menghandalkan APBD Bengkalis, APBD Riau tentu tidak mampu untuk menanganinya," tambahnya.

( Tribunpekanbaru.com / Muhammad Natsir )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved