Belanda Minta Maaf Atas Perbudakan di Negara Jajahan, Indonesia Memaafkan?
Pemerintah Belanda secara resmi meminta maaf atas perbudakan di negara jajahan yang tersebar di Barat dan Timur, Indonesia memaafkan?
Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pemerintah Belanda secara resmi meminta maaf atas perbudakan di negara jajahan yang tersebar di Barat dan Timur, Indonesia memaafkan?
Bagaimana menurut warga Indonesia yang merasakan penderitaan atas perbudakan saat penjajahan Belanda dulu, apakah menerima permintaan maaf itu?
Secara resmi, pemerintah Indonesia khususnya Presiden Ri Jokowi belum menanggapi atas bereaksi atas permintaan maaf pemerintah Belanda tersebut.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Senin (19/12/2022) secara resmi meminta maaf atas keterlibatan negaranya dalam perbudakan selama 250 tahun.
Mark Rutte menyebut perbudakan di masa penjajahan itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Permintaan maaf ini datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di negara jajahan Belanda, termasuk Suriname di Amerika Selatan, Indonesia di timur, serta pulau-pulau Karibia seperti Curacao dan Aruba.
Aruba adalah bekas koloni Belanda yang pertama bereaksi atas permintaan maaf Rutte.
PM Evelyn Wever-Croes menerima permohonan tersebut, tetapi negara lain seperti pulau Sint Maarten mengaku tidak akan menerimanya.
"Hari ini atas nama Pemerintah Belanda, saya meminta maaf untuk tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya, dikutip dari kantor berita AFP.
Ia mengulangi permintaan maaf dalam bahasa Inggris, Papiamento (bahasa di Kepulauan Karibia), dan Sranan Tongo (bahasa Suriname).
"Negara Belanda... memikul tanggung jawab atas penderitaan besar yang menimpa orang-orang yang diperbudak dan keturunan mereka," lanjut Rutte kepada audiens di gedung National Archive, Den Haag.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengecam perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," tambahnya.
Namun, setelah pidato tersebut, perwakilan di Suriname mengeluhkan kurangnya tindakan nyata dari Pemerintah "Negeri Kincir Angin".
"Saya tidak melihat banyak hal terkait tindakan Belanda dan itu memalukan," ujar Iwan Wijngaarde, kepala Federasi Afro-Suriname, kepada AFP.
"Apa yang benar-benar hilang dalam pidato ini adalah tanggung jawab dan akuntabilitas," menurut Armand Zunder, presiden komisi reparasi nasional Suriname, kepada AFP.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/belanda-minta-maaf-atas-perbudakan-di-negara-jajahan-indonesia-memaafkan.jpg)