Berita Riau
2 Mobil Mewah Milik Eks Kakanwil BPN Riau Disita KPK Usai Sandang Status Tersangka Suap dan TPPU
Eks Kakanwil BPN Riau M Syahrir sandang 2 status tersangka dalam 2 perkara sekaligus, yaitu suap dan TPPU. 2 mobil mewahnya juga disita KPK
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Eks Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir, saat ini menyandang 2 status tersangka dalam 2 perkara sekaligus.
Penetapan tersangka ini dilakukan oleh tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, M Syahrir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit milik PT Adimulia Agrolestari (AA).
Kedua, penyidik KPK juga menjeratnya sebagai tersangka terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam proses penyidikannya, KPK menyita 2 mobil mewah milik Syahrir yang terindikasi sebagai hasil korupsi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, 2 mobil itu disinyalir dibeli Syahrir menggunakan uang hasil korupsi.
"Dalam proses pengumpulan alat bukti dugaan TPPU dari tersangka MS (M Syahrir, red) selaku Kakanwil BPN Riau, tim penyidik menemukan adanya dugaan kepemilikan dua unit mobil mewah merek Toyota tipe Sport dan Alphard yang diduga sumber uangnya berasal dari pidana asal korupsi," kata Ali, Rabu (1/3/2023).
"Selanjutnya dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam berkas perkara penyidkan," tambah Ali.
Diterangkan Ali, dua mobil mewah yang kini sudah disita itu, akan kembali dikonfirmasi kepada para saksi dalam proses pemeriksaan.
"Sekaligus juga didalami lebih lanjut melalui keterangan dari para pihak yang dipanggil sebagai saksi," tuturnya.
Penetapan tersangka terhadap Syahrir terkait kasus suap dan disusul pula TPPU, merupakan hasil pengembangan yang dilakukan tim penyidik KPK.
Sebelumnya, KPK telah menyeret mantan Bupati Kuansing, Andi Putra dan General Manager PT AA, Sudarso sebagai pesakitan. Keduanya telah menjalani proses peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Tak hanya itu, Frank Wijaya selaku pemegang saham PT AA, juga terlibat dalam kasus suap ini. Ia saat ini sedang menjalani proses persidangan.
Sebelumnya, Ali Fikri juga telah menjelaskan bagaimana konstruksi perkara dugaan korupsi yang terjadi.
Ia menuturkan, Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya ditahun 2024.
Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya pada Frank Wijaya.
Selanjutnya Sudarso menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan M Syahrir yang menjabat selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau yang membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT AA.
Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.
Sudarso menemui M Syahrir di rumah dinas jabatannya.
Dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh M Syahrir sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura, dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka.
M Syahrir menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.
Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan M Syahrir itu kepada bosnya Frank Wijaya.
Sudarso lantas mengajukan permintaan uang sebesar 120 ribu dollar Singapura atau setara dengan Rp1,2 Miliar ke kas PT AA dan disetujui oleh Frank Wijaya.
"Sekitar September 2021, atas permintaan MS (M Syahrir, red) penyerahan uang dari SDR (Sudarso, red) dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun," kata Ali Fikri.
Setelah menerima uang tersebut, M Syahrir kemudian memimpin ekspos permohonan perpanjangan HGU PT AA.
Dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan dengan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar dan rekomendasi ini dapat dipenuhi Frank Wijaya.
Terkait penerimaan uang, diduga M Syahrir memiliki dan menggunakan beberapa
rekening bank dengan menggunakan nama kepemilikan.
Di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor pertanahan Kabupaten Kampar.
Dalam kurun waktu September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, M Syahrir menerima aliran sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadinya maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah sekitar Rp791 juta yang berasal dari Frank Wijaya.
"Selain itu pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, MS juga diduga
menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi dan hal ini akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," urai Ali Fikri.
Atas perbuatannya, tersangka M Syahrir sebagai penerima suap atau gratifikasi melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )
Anggota DPR RI Syahrul Aidi Dukung Kemenkeu Batalkan Pemotongan Dana Transfer ke Daerah |
![]() |
---|
APBN Riau Defisit Rp 3,16 Triliun, APBD Justru Catat Surplus Rp 1,42 Triliun |
![]() |
---|
Dosen di Bengkalis Gugat Pihak Kampus Rp 3,6 Miliar, Ini Masalahnya |
![]() |
---|
Pemprov Riau Mulai Proses Pencairan Beasiswa, Verifikasi Dilakukan Pihak Kampus |
![]() |
---|
Pulau Rupat, Istana Siak, dan Muara Takus Diusulkan Jadi KSPN, Pesona Riau Siap Mendunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.