Sidang Suap Auditor BPK Riau
Plt Kabag Umum Meranti Sebut Bupati Kumpulkan Bawahan, Bahas Uang untuk Kurangi Temuan BPK Riau
Plt Kabag Umum Setdakab Kepulauan Meranti mengungkap ia pernah dipanggil Bupati non aktif terkait dengan rencana pemberian uang pada auditor BPK Riau
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Plt Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kepulauan Meranti, Tarmizi mengungkap, ia pernah dipanggil Bupati non aktif, Muhammad Adil terkait dengan rencana pemberian uang kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.
Pemberian uang ini bertujuan untuk mengkondisikan hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan di organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atau dalam artian lain, untuk mengurangi hasil temuan-temuan auditor BPK Perwakilan Riau.
Baca juga: BREAKING NEWS : Ini Nama Saksi Sidang Suap Rp1 M Bupati Kepulauan Meranti ke Auditor BPKP Riau
Diungkapkan Tarmizi saat hadir di ruang sidang Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (26/10/2023), ia pernah mengikuti rapat di ruang kantor Bupati, pada awal Januari 2023.
"Dikasih tahu BPK akan masuk, Kalau tidak salah awal Januari 2023. Rapat dipimpin Pak Bupati. Beliau bilang, persiapkan dokumen-dokumen yang akan diperiksa," kata Tarmizi di hadapan majelis hakim dipimpin ketua hakim M Arif Nuryanta, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdakwa Adil dan Fahmi serta penasihat hukumnya.
Singkatnya, pada Februari 2023, tim auditor BPK Perwakilan Riau dipimpin Fahmi Aressa, datang melakukan pemeriksaan di lingkungan pemerintah kabupaten penghasil sagu terbesar tersebut.
Kemudian berlanjut pada Maret 2023, ia dipanggil lagi ke rumah dinas Bupati dalam agenda rapat penting. Di sana hadir seluruh pejabat OPD, termasuk orang dekat Bupati, Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti.
"Ada kepala OPD, kabag, camat. Dari Setda sendiri ada Kabag Humas, Kabag Kesra, dan saya (Kabag Umum). Disampaikan, tidak lama lagi BPK mau pulang, nanti adalah mungkin untuk jamuan," ujar Tarmizi.
JPU KPK lantas membacakan BAP saksi Tarmizi saat diperiksa tim penyidik. Dimana disebutkannya, dalam rapat itu juga dibahas soal rencana pemberian uang untuk pengondisian pemeriksaan.
"Kata Bupati, itu ada BPK, nanti siap-siap diitukan ya. Benar begitu saksi?," tanya JPU KPK.
Tarmizi tak menampik keterangan tersebut. Ia menerangkan, ketika di rumah dinas Bupati itu, memang dibahas soal pemberian kontribusi berupa uang untuk mengurangi hasil pemeriksaan BPK.
Ia memaparkan, untuk Setdakab, dibebankan untuk menyetor total Rp600 juta.
"Bagian saya Rp200 juta. Yang ngomong Fitria Nengsih, Kepala BPKAD, Setda kena Rp 600 juta, bagi 3 saja katanya. Kami di Setda padahal ada 9 bagian. Dia mau cepat dibagi 3 saja (Kabag Humas, Kabag Kesra, dan Kabag Umum)," ungkap Tarmizi.
Atas hal tersebut, Tarmizi mengaku hanya menuruti saja. Ia pun mengambil Rp200 juta dari potongan dana Ganti Uang (GU).
Namun menurutnya, uang Rp200 juta itu belum jadi diserahkan. Lantaran tim KPK keburu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Adil.
Selain Tarmizi, saksi lainnya yang ikut dihadirkan yaitu Indria Syzinia eks Kepala BPKP Riau, Salomo Franky Pangondian, pegawai BPKP, Findi Handoko honorer BPKP Riau, dan Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kepulauan Meranti, Afrinal Yusran.
Dalam hal ini, Muhammad Adil juga menjadi saksi untuk terdakwa M Fahmi Aressa.
Untuk diketahui, Adil sendiri dalam hal ini didakwa melakukan 3 dugaan korupsi sekaligus.
Tiga kasus dugaan korupsi yang menjerat Adil di antaranya pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, penerimaan fee jasa travel umrah dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
JPU KPK dalam dakwaannya, mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Dalam dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan.
Terdakwa diketahui meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa.
Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepada Kepala OPD.
Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.
Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.
Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih.
"Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," ucap JPU Ikhsan Fernandi.
Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 14 ,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.
"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauam Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour," papar JPU.
Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.
"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," jelas JPU Irwan Ashadi.
Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. "Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara terdakwa M Fahmi Aressa, dijerat Pasal penerima suap, yaitu Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.