Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Polemik Pj Sekda Kampar Yusri, Terungkap SK Ditandatangani SF Hariyanto Saat Menjabat Sekdaprov Riau

Polemik Pj Sekda Kampar Yusri, surat penunjukkannya ditandatangi oleh SF Hariyanto saat menjabat Sekdaprov Riau.

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ilham Yafiz
ist
Polemik Pj Sekda Kampar Yusri, Terungkap SK Ditandatangani SF Hariyanto Saat Menjabat Sekdaprov Riau 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Polemik Pj Sekda Kampar Yusri, surat penunjukkannya ditandatangi oleh SF Hariyanto saat menjabat Sekdaprov Riau.

Surat penunjukkan Yusri tidak ditandatangani SF Hariyanto ketika menjabar Pj Gubernur Riau.

Anggota Komisi I DPRD Kampar, Muhammad Ansar ikut menyoroti polemik pengangkatan Penjabat (Pj.) Sekretaris Daerah Kampar. tersebut.

Ia menilai Surat Keputusan (SK) Pj. Gubernur Riau, SF. Hariyanto tentang Penunjukan Yusri menjadi Pj. Sekda Kampar sebagai pemicu polemik.

Hal ini dikarenakan adanya beberapa kejanggalan pada SK. 


Politisi PPP ini menyebut kejanggalan pada SK yang paling fatal terletak pada tanggal penerbitannya, 16 Februari 2024.

"Pada tanggal itu, Pj. Gubernur masih menjabat Sekdaprov (Sekretaris Daerah Provinsi Riau)," ungkapnya kepada Tribunekanbaru.com, Senin (22/4/2024) pagi.


Seperti diketahui, SF. Hariyanto dilantik menjadi Pj. Gubernur Riau pada Kamis (29/2/2024).

Ia dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), M. Tito Karnavian di Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri di Jakarta. 


Ia mengatakan, SK tersebut tidak sesuai dengan usulan Pj. Bupati Kampar. SK Gubernur itu menunjuk Yusri, sedangkan Pj. Bupati mengusulkan Ahmad Yuzar. 


Menurut dia, Pj. Bupati telah melaksanakan aturan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah.

Oleh karena itu, ia meminta Pj. Bupati segera melantik Pj. Sekda.


"Pj. Bupati harus melantik Ahmad Yuzar. Kalau mengacu kepada nama dalam surat usulan Pj. Bupati," tandasnya. 


Terhadap Yusri, ia berpesan agar ikhlas jika tidak lagi dipilih menjadi Pj. Sekda. Apalagi kabarnya, Yusri akan maju di Pilkada Kampar. 


Ia mengatakan, Yusri sebaiknya fokus kepada pencalonan Kepala Daerah. Sehingga tidak mengganggu jalannya pemerintahan.


"Yusri sebaiknya legowo saja. Kalau dia mau maju Pilkada, alangkah baiknya tidak Sekda lagi supaya bisa fokus ke Pilkada," ujarnya. 


Ansar menyatakan, Komisi I DPRD Kampar akan memanggil pihak terkait jika polemik Pj. Sekda berkepanjangan.

Sebab pemerintahan akan terganggu jika Sekda terlalu lama berstatus Pelaksana Harian (Plh.).


"Kalau masalah Pj. Sekda belum juga selesai, kita akan melakukan dengar pendapat. Insya Allah hearing kita agendakan Rabu (24/4/2024)," katanya.


Sebelumnya Wakil Ketua DPRD Kampar, Repol juga sudah juga mendesak agar Hambali segera melantik Pj. Sekda.

Ia menegaskan, pengangkatan Pj. Sekda merupakan kewenangan Bupati.


Ketua DPD II Partai Golkar Kampar ini menyatakan, Pj. Bupati dan Pj. Sekda tidak boleh 'kawin paksa'.

Sebab keduanya harus sejalan untuk menjalankan roda pemerintahan. 


Sementara itu, Pj. Bupati, Hambali telah berkomentar terkait SK Pj. Gubernur tentang Penunjukan Yusri sebagai Pj. Sekda.

Ia menyebutkan, SK itu terdiri dari tiga halaman. 


Ia menemukan beberapa kejanggalan dalam SK tersebut. Sehingga ia belum yakin jika SK tersebut benar-benar diteken oleh Pj. Gubernur. 


Hambali pun memaparkan beberapa kejanggalan dalam SK. Pertama, tanggal SK yang ditulis tangan 16 Februari 2024.

Menurut dia, tanggal tersebut jauh sebelum masa jabatan Pj. Sekda berakhir, Rabu (3/4/2024).


Kedua, kata dia, di antara Diktum Kedua dan Ketiga terdapat penghapusan kalimat.

Ditandai dengan jejak pengikisan permukaan kertas. Sehingga isi kalimat yang dihapus tidak diketahui. 


Penghapusan kalimat itu diperkuat dengan jarak spasi antara Diktum Kedua dan Ketiga menjadi berlebih.

Ini tidak sesuai dengan ketentuan tentang naskah dinas. 


Ketiga, lanjut dia, halaman pertama dan halaman kedua tidak sinkron.

Pada bagian "Mengingat" di halaman pertama diakhiri dengan poin empat. Sedangkan pada halaman kedua, dimulai dengan poin dua. 


"Antara halaman satu dan dua nggak nyambung. Halaman satu poin 4, tapi halaman dua poin 2," kata Hambali yang pernah bertugas di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) ini. 


Keempat, pada penomoran atau indeks surat. Ia mengatakan, indeks surat tidak mencantumkan instansi yang mengeluarkan.

"Harusnya dari nomor surat itu, kita tahu instansi mana yang mengeluarkan surat," katanya.


Tak sampai disitu, ia juga menyinggung soal SK tentang penggunaan kata 'penunjukan' Pj. Sekda. "Pj. Sekda itu kan diangkat. Ada aturannya. Silakan analisa sendiri," katanya.


Dilihat di Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pj. Sekda, terdapat penggunaan kata "menunjuk" dan "mengangkat". 


Kata "menunjuk" di Pasal 4 digunakan untuk Pelaksana Harian (Plh.). Sedangkan kata "mengangkat" pada Pasal 5 Ayat (2) Pasal 5 digunakan untuk Pj. 


Oleh karena beberapa kejanggalan di SK itu, ia pun meragukan keabsahannya. "Jangan-jangan ada oknum yang membuatnya," katanya. 


Ditambah lagi, SK itu tidak memuat jawaban terhadap usulan Pj. Bupati yang pernah diajukan.

Ia amat mempertimbangkan pertanggungjawaban hukum birokrasi jika SK itu ditindaklanjutinya. Oleh karena itu, ia memilih tidak menanggapi SK tersebut.

( Tribunpekanbaru.com / Fernando Sihombing )
 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved