Banjir di Sumbar

TERBUKTI ! Nyinyiran WALHI ke Pemprov Sumbar , Banjir Bandang Sapu Bersih Bangunan di Lembah Anai

Padahal sudah jauh-jauh haris diingatkan terkait dengan penataan bangunan di sekitar Lembah Aanai . Namun diabaikan dan kini terima kenyataan

Editor: Budi Rahmat
tangkap layar
Walhi sudah nyinyir masalah banjir bandang yang akan datang , tapi diabaikan 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Nyinyiran Walhi pada Pemerintah Sumatera Barat akhirnya dibuktikan dengan terjadinya bencana banji bandang pada Sabtu (11/5/2024) .

Jika saja pemerintah mendengarkannya , maka bisa saja antisipasi sudah dilakukan sejak dini . Setidkanya minim korban jiwa dan kejadian bisa diminmalisir juga .

Namun , sayangnya nynyiran Walhi tidak didengarkan . Salah satunya adalah di lokasi Lembah Aanai . Walhi jauh-jauh hari sudah meminta pemerintah Provinsi utnuk melakukan penataan

Baca juga: Mayat Pria Ditemukan di Sungai Batang Kuantan Riau, Diduga Korban Banjir Bandang Sumbar yang Hanyut

"Beberapa pekan yang lalu itu kita rekomendasikan bahwa seluruh bangunan yang ada di Lembah Anai harus ditata ulang, karena sudah memakan sempadan sungai. Padahal dalam konteks bencana, mereka tidak menilai bahwa ada risiko bencana yang sangat tinggi di sana," ujar Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar Tommy Adam seperti dikutip dari Tribunpadang.com

Walhi Sumbar menilai bencana yang melanda Sumbar pada Sabtu (11/5/2024) malam disebabkan oleh akumulasi krisis lingkungan.

Walhi menegaskan bahwa bencana yang terjadi bukan disebabkan oleh tingginya curah hujan. Curah hujan disebut hanya sebagai pemicu.

"Walhi punya pandangan khusus melihat konteks bencana ini, kita tak menyebutnya bencana alam, tapi bencana ekologis. Bencana yang terjadi karena akumulasi krisis lingkungan yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat," kata Tommy.

Dari catatan WALHI, lanjut dia, selain dipicu curah hujan, penyebab utamanya ialah penggundulan hutan-hutan di daerah hulu. Kata dia, 10 tahun terakhir misalnya laju deforestasi sangat luar biasa di Sumbar.

Baca juga: FOTO: Kepala BNPB Kunjungi Lokasi Banjir di Sumbar

Tommy kemudian menyoroti banjir bandang yang terjadi di Lembah Anai, yang mana sejumlah bangunan tersapu oleh derasnya debit air dan material pada Sabtu (11/5/2024) malam.

Sebelumnya, Walhi  telah nyinyir menyuarakan soal bangunan-bangunan yang ada di sempadan sungai di Lembah Anai. Hanya saja, tidak ada tindakan dari pemerintah untuk menata bangunan di kawasan rawan bencana itu.

Pada rapat di Dewan Sumber Daya Air juga disebutkan bahwa sejumlah bangunan di Lembah Anai yang tidak sesuai tata ruang dan bahkan tidak memiliki izin. Padahal, katanya, dari konteks kebencanaan ini kawasan yang sangat tinggi rawan bencana.

"Kalau saya lihat konteks di Lembah Anai, sudah lama kita sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, bahwa risiko bencana di kawasan ini sangat tinggi, ini adalah kawasan cagar alam, hutan konservasi, taman wisata alam, kawasan hutan lindung yang berisiko tinggi terjadinya banjir bandang," tambahnya.

Baca juga: Pencarian Korban Banjir di Agam Sumbar, Korban Hilang Diperkirakan Hanyut Tidak Jauh dari Rumah

Tak Mengindahkan Mitigasi dan Minim Peringatan Dini Sebelum Bencana

Tommy Adam menuturkan, dua hal yang juga disoroti WALHI pada kejadian bencana ekologis di Sumbar beberapa hari yang lalu ialah tidak adanya upaya mitigasi dan minimnya peringatan dini dari pemerintah dan stakeholder terkait lainnya.

"Seharusnya ada upaya antisipasi, kemudian upaya mitigasi, memanfaatkan data-data hingga peta-peta yang disediakan. Bisa dilihat dalam bentuk digital, bisa diakses, bisa dilihat daerah atau lokasi yang rentan atau rawan terhadap bencana," kata Tommy.

Tapi sayangnya, lanjut dia, data-data analisa lingkungan itu tidak dikonsumsi pemerintah dalam bentuk mitigasi bencana.

Ia juga menilai tidak ada koordinasi dari tingkat atas hingga ke bawah atau ke nagari terkait mitigasi dan peringatan dini.

"Dari analisis yang kami lakukan, di sekitar Gunung Marapi itu ada setidaknya 11 nagari yang masuk dalam radius 3 kilometer, termasuk Bukik Batabuah. Kalau kita lihat anak-anak sungai hampir semua yang dilalui di 100 meter kiri kanan sungai itu hampir semua kena, hampir semua pemukiman, ladang serta sawah," jelas dia.

Baca juga: UPDATE Pencarian Korban Banjir di Sumbar Terus Dilakukan, 27 Orang Masih Dinyatakan Hilang

Sementara, informasi peringatan dini dinilai tidak berjalan seperti seharusnya. Kritikan WALHI Sumbar ialah tidak berjalannya peringatan dini pada malam hari ketika curah hujan tinggi.

"Kita tahu bahwa BMKG dan PVMBG juga mengirimkan data, seharusnya ada imbauan-imbauan, ketika curah hujan tinggi pada malam itu tentu harus ada peringatan dini," jelasnya.

Saat Masa Tanggap Darurat, Pemerintah Diminta Prioritaskan Kebutuhan Dasar Masyarakat

WALHI Sumbar meminta pemerintah untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, misalnya air bersih dan makanan.

"Penting untuk melihat kejadian bencana di daerah lain sebelumnya, di Pesisir Selatan misalnya, beberapa waktu yang lalu pascabencana banyak warga terkena diare dan bahkan meninggal. Berkaca dari itu kebutuhan air bersih, pelayanan itu harus menjadi prioritas pascabencana," ucapnya.

Ke depan, menurutnya, potensi bencana masih ada, sehingga upaya mitigasi tetap harus dilakukan, baik dari aspek bahaya longsor, banjir bandang di semua daerah yang berpotensi berisiko bahaya lainnya.

"Pemerintah harus mulai melihat penataan ruang itu harus berbasiskan risiko bencana, kalau ada pelaku usaha yang tidak sesuai dengan risiko bencana tentu harus ada tindakan tegas dari pemerintah, pemerintah kita tuntut agar bernyali untuk menindak pelaku usaha yang melanggar keruangan dan penanggulangan bencana," ujar Tommy.

WALHI Sumbar turut menyampaikan duka mendalam terhadap keluarga korban yang ditinggalkan sanak saudaranya dari kejadian bencana ini.

Baca juga: 71 Rumah Hilang Akibat Longsor dan Banjir di Sumbar, 44 Meninggal Dunia

Korban di Sungai Puar Ditemukan

Tim SAR mencatat ada sebanyak 10 korban jiwa akibat banjir bandang yang mendera wilayah Galuang, Sungai Puar, Agam, Selasa (14/5/2024).

10 korban yang meninggal dunia ini sudah termasuk 1 korban yang baru ditemukan sekira pukul 10.15 WIB.

Dandru Basarnas Galuang, Riko Pradinata, menerangkan ada sebanyak 11 korban banjir bandang yang terdata selamat.

Sedangkan korban yang meninggal dunia ada sebanyak sembilan orang, pasca banjir yang terjadi, Sabtu (14/5/2024).

"Jadi masih ada satu korban lagi yang dalam pencarian kami," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, setelah ditemukannya satu jenazah korban banjir bandang di Galuang, Sungai Puar, Agam,Sumatera Barat, masih tersisa satu pencarian korban lagi, Selasa (14/5/2024).

Dandru Basarnas Galuang Riko Pradinata, mengatakan setelah penemuan satu jenazah ini, masih akan dilakukan pencarian satu jenazah lagi.

"Jadi sampai hari ini masih ada dua korban yang belum ditemukan. Alhamdulillah tadi sudah ditemukan satu, sisa satu korban lagi," ujarnya.

Satu korban yang belum ditemukan ini bernama Sahar usia 60 tahun - 65 tahun, ia hanyut terbawa banjir bandang, Sabtu (11/5/2024).

Pencarian hari ini kata Riko, akan difokuskan sekitaran lokasi rumah korban.

"Kita akan coba sisir sekitaran rumah korban, mengingat penemuan jenazah sebelumnya masih di sekitar rumahnya," ujar Riko.

Baca juga: Detik-detik Banjir Bandang di Sumbar, Kami Dengar Dentuman dari Langit, Seketika Terjadi Galodo 

Cari Puing Rumah

Sudah pagi ketiga sejak banjir bandang menghanyutkan rumah Jhoni Wismar di Galuang, Kecamatan Sungai Pua, Agam, ia masih mengumpulkan puing-puing tersisa, Selasa (14/5/2024).

Pagi ini Jhoni bersama saudaranya datang. Berdua mereka sudah sibuk memisahkan trali besi dari Kunsen jendela berwarna cream bergelimang lumpur.

Palu, linggis dan kapak bergantian ia gunakan untuk membuka trali tersebut dan memisahkannya untuk dibawa ke rumah saudaranya.

Kunsen pintu jendela dan tralinya ini hanyut hampir 50 meter dari rumah Jhoni yang sekarang hanya tersisa pondasi batu saja.

"Jendelanya ketemu di sini, jadi saya kumpulkan saja. Soalnya rumah sudah tidak ada lagi," ujarnya.

Kemaren ia juga menemukan sejumlah meja berjarak 5 Kilo dari rumahnya.

Sedangkan peralatan elektronik seperti kulkas, Tv, mesin cuci dan lainnya tidak tahu ada dimana.

Puing rumah semi permanen berukuran 8 X 12 meter sudah tidak terlihat lagi dimana rimbanya.

Semua itu hanyut terbawa oleh air yang hampir setinggi lima meter lebih, bersama batang beringin dan sampah.

"Airnya sudah seperti tsunami Aceh saja, sangat tinggi dan menakutkan," terangnya.

Baca juga: Detik-detik Banjir Bandang di Sumbar, Kami Dengar Dentuman dari Langit, Seketika Terjadi Galodo 

Beruntung pada malam itu Jhoni sedang tidak berada di rumah bersama keluarga, ia menginap di rumah saudara karena akhir pekan.

Tapi, mendengar banjir sejak pagi ia sudah datang ke lokasi melihat rumah. Rumah yang kiranya hanya menyisakan pondasi saja.

"Kerugian entah berapa banyaknya tidak bisa saya perkirakan lagi," ujarnya dengan tatap mata nanar.

Jhoni tidak mengerti harus bagaimana dengan dampak banjir ini, sementara ia hanya bisa tinggal di rumah saudara.

"Pengungsian tidak ada, warga yang rumahnya habis cuma menyelamatkan diri masing-masing," terangnya.

Setelah berjam-jam memisahkan trali dan jendela, Jhoni kembali ke rumah saudaranya, ia tidak melihat lagi kondisi rumahnya.

Proses evakuasi dan pembersihan masih terus dilakukan untuk memastikan korban dan juga kondisi di wilayah yang terdampak . (*)

( Tribunpekanbaru.com )

Baca juga: Martias Ungkap DETIK-DETIK Banjir Bandang di Sumbar: Air Sangat Deras Disertai Batu Sebesar Mobil

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved