Emak-Emak, Katalisator Andal dalam Menghemat Energi
kebijakan efisiensi energi dinilai lebih efektif dibandingkan membangun sumber energi baru terbarukan yang menelan biaya investasi cukup besar.
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: Firmauli Sihaloho
“I have repeatedly stressed that climate change is a global and all-encompassing threat to life, to our water and food supplies, to our health, security, prosperity and stability. It should be given highest priority,” Kofi Annan on The Guardian
TRIBUNPEKANBARU.COM - Setahun belakangan, kedua putri Sofia sudah terbiasa bangun lebih awal sekira pukul 05.30 WIB. Kebiasaan itu bermula dari penggunaan fitur timer AC yang diaktifkan pada pukul 04.00 WIB.
Suhu di kamar yang mulai meningkat membuat tidur mereka terganggu. Hawa sejuk semalaman perlahan terasa lebih hangat. Selimut yang semula membuat tidur lebih nyaman, saat itu juga menjadi benda yang meresahkan.
Putri sulungnya yang berusia 9 tahun menyadari ada yang salah dengan AC di kamarnya. Layaknya interogasi, Ia mencecar Sofia dengan beragam pertanyaan untuk menjawab rasa penasarannya itu.
“Saya sebagai Ibu berupaya menjelaskannya dengan baik. Kami sebutkan beberapa alasannya, seperti menjelang subuh itu cuaca sudah dingin jadi AC nya tidak perlu lagi. Lalu, pemadaman AC itu juga bertujuan untuk menghemat listrik. Dan yang paling penting, melatih diri agar bangun lebih pagi sehingga persiapan ke sekolah lebih baik," kata Dia kepada tribunpekanbaru.com, Kamis (30/5/2024).
Ide timer pada AC itu didapatkan Sofia saat berselancar di media sosial. Tiba-tiba postingan pemanfaatan timer muncul di beranda akunnya.
“Mungkin karena emak-emak yang pencariannya setiap hari tentang bagaimana menghemat pengeluaran bulanan, jadinya yang muncul postingan itu,” kelakarnya.
Rumah tipe 45 milik Sofia yang berada di Jalan Katio Pekanbaru itu dilengkapi dua AC 1/2 PK, di kamar anak dan kamar Dia. Menurutnya, AC menjadi perlengkapan wajib bagi rumah tangga mengingat cuaca di Kota Bertuah yang panas.
Laporan BPBD Kota Pekanbaru menyebut suhu rata-rata sepanjang tahun 2023 mencapai 38° celcius. Kondisi itu menyebabkan cuaca di Pekanbaru terasa panas dan kering.
Di samping itu, Pekanbaru yang dilintasi garis imajiner khatulistiwa juga berkontribusi atas panasnya suhu di daerah tersebut.
"Ya gimana tidak panas, Riau ini kan di atas minyak (perkebunan kelapa sawit) di bawahnya juga minyak (gas dan minyak bumi). Panas bedengkang lah setiap hari," jelas Sofia.
Selain AC, peralatan elektronik lain yang digunakan Sofia di antaranya kulkas, kipas angin, rice cooker, televisi dan lainnya. Untuk penghematan daya, Ibu Rumah Tangga ini memiliki cara sendiri. Ia menggunakan lampu sensor cahaya dan sensor gerak.
"Sensor cahaya ada dua unit yang dipasang di teras rumah karena kita sering lupa mematikannya. Lalu, daripada lampunya hidup terus, yang sensor gerak ini kami pasang di kamar mandi untuk mempermudah si bungsu kalau buang air," urainya.
Ditanyakan pelabelan hemat energi pada peralatan elektronik seperti SKEM dan LTHE, Sofia mengaku tidak mengetahuinya.
Dia hanya membaca ulasan di internet sebelum membeli barang elektronik untuk mengetahui besaran daya perangkat dan kelengkapan fitur.
"Oh jadi label bintang di AC ini penanda kalau sudah hemat energi ya. Kalau lima bintangnya berarti lebih hemat gitu. Baru tau saya. Sebaiknya yang begini disosialisasikan lebih gencar lagi, karena informasi ini penting terutama untuk Ibu Rumah Tangga yang mengelola pengeluaran keluarga," ungkap Sofia yang tagihan listrik setiap bulannya mencapai Rp 500 ribu.
Label tersebut, katanya juga penting sebagai penyeimbang informasi saat marketing menjelaskan produk yang ditawarkan.

Meski Sofia tidak menjadikan SKEM dan LTHE dalam keputusan membeli produk elektronik, namun dia sadar akan pentingnya efisiensi dan bahkan telah mempraktikkannya.
Perilaku hemat energi yang diterapkan oleh Sofia juga banyak diterapkan Ibu-Ibu di Pekanbaru. Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang dilakukan tribunpekanbaru.com melalui form online yang disebar kepada 40 responden dari kalangan ibu-ibu, baik yang bekerja maupun sebagai ibu rumah tangga.
Salah satu kebiasaan yang ditanyakan ialah mematikan lampu yang tidak digunakan. Sebanyak 67,5 persen responden melakukannya setiap hari. Diikuti kebiasaan mencabut colokan yang tidak digunakan sebesar 57,5 persen.
Sementara Rolanda Tobing, Ibu Rumah Tangga yang tinggal di Jalan Dharma Bakti sudah mengetahui pelabelan SKEM dan LTHE. Ia mendapat pengetahuan itu saat membeli AC.
“Tahun lalu itu, saya membeli AC kedua kalinya untuk dipasang di kamar anak. Hal utama yang saya cari adalah harga dan daya listriknya. Nah, saat itu salah satu marketingnya menjelaskan kalau AC yang Ia jual sudah mengantongi bintang empat yang artinya sudah hemat energi,” akunya.
Berawal dari penjelasan itu, Rolanda memutuskan untuk membeli AC ½ PK bintang empat dengan harga yang paling terjangkau. Ditanyakan kelengkapan fitur, baginya bukan menjadi pertimbangan.
“Karena kan AC ini di kamar anak. Pemakaiannya paling di malam hari aja karena pagi sampai sore mereka beraktivitas di luar. Jadi tak perlu yang canggih kali lah, yang penting hemat energi dan sesuai dengan daya di rumah,” tuntasnya.
Marketing salah satu toko elektronik di Jalan HR Soebrantas, Muryani mengaku belum banyak konsumen yang mengetahui tentang SKEM dan LTHE. Dari 10 konsumen, katanya, mungkin hanya 2 konsumen yang memahami tujuan pelabelan tersebut.
"Kalau untuk AC, umumnya yang pertama ditanyakan konsumen adalah daya dan harga, lalu diikuti brand serta fitur," ulas Dia.
Muryani menuturkan tingkat pembelian AC di Kota Pekanbaru cukup tinggi. Sepanjang tahun ini rata-rata 15 unit AC terjual setiap harinya.
"Ini baru di toko kita, belum lagi toko elektronik lainnya. Sepertinya memang masyarakat Pekanbaru sangat membutuhkan AC seiring meningkatnya suhu di sini," tandasnya.
Senada dengan Muryani, Pemilik Usaha ZZ Servis AC Febri mengatakan ada peningkatan permintaan membersihkan AC dua tahun belakangan di Kota Pekanbaru. Jika sebelumnya rata-rata ada 5 permintaan, kini Ia menerima 8 permintaan setiap harinya.
Menurutnya, peningkatan itu merepresentasikan bahwa kesadaran masyarakat tentang penggunaan AC yang sering akan membuat perangkatnya cepat kotor. Imbasnya, daya yang dibutuhkan juga meningkat.
“Permintaan AC bekas juga lagi tinggi-tingginya saat ini. Awal bulan kemarin saya ada 4 AC bekas, tak sampai seminggu sudah laku. Sekarang pun masih banyak yang menghubungi saya tanya-tanya soal AC bekas,” katanya kepada tribunpekanbaru.com, Jumat (31/5/2024).
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru melaporkan adanya peningkatan jumlah rumah tangga selang tiga tahun terakhir. Pada tahun 2021 tercatat sebanyak 236.864 rumah tangga, kemudian meningkat menjadi 242.989 pada tahun 2023.

Peningkatan permintaan AC di atas juga diakui GM Daikin Indonesia, Fawzie Taib. Dia mengatakan penjualan AC Daikin di Riau tumbuh positif, kenaikan setiap tahunnya rata-rata 18 persen.
“Namun untuk tren AC yang hemat energi, pada umumnya masyarakat masih belum mengetahuinya. Sebab, penjualan AC Non Inverter masih mendominasi menurut catatan kami,” kata Dia saat workshop Kebijakan SKEM dan LTHE yang digelar SIEJ dan CLASP di Bogor, Senin (10/6/2024).
Fawzie menjelaskan meski AC Inverter Bintang Lima lebih mahal, namun dalam setahun konsumen sudah merasakan Return on Investment (ROI) dari penghematan energi AC inverter.
Organisasi non-pemerintah (NGO) yang fokus pada isu efisiensi energi penggunaan perangkat elektronik dan perubahan iklim, CLASP melaporkan penggunaan peralatan yang mengantongi bintang 5 tidak hanya berdampak positif pada keberlanjutan bumi. Akan tetapi juga memberikan nilai tambah.
“Namun, berdasarkan hasil survei end-use nasional CLASP tahun 2019, disebutkan kesadaran masyarakat Indonesia dalam membeli dan menggunakan alat elektronik rumah tangga yang bertanda LTHE terbilang rendah, yakni hanya 6,5 persen,” kata Program Manager CLASP Asia Tenggara, Nanik Rahmawati pada workshop yang sama.
Padahal, lanjut Nanik, berdasarkan riset CLASP penggunaan peralatan hemat energi mampu mengurangi hampir 40 persen emisi karbon yang saat ini menjadi permasalahan global.
Menurut Dia, kampanye penggunaan peralatan elektronik yang efisien sudah saatnya digencarkan mengingat Indonesia menetapkan Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat.
“Transformasi menuju peralatan yang lebih hemat energi perlu dukungan semua pihak. Keberhasilan mendorong penggunaan energi yang lebih efisien dan transformasi pasar elektronik ke peralatan hemat energi adalah salah satu bentuk konkret kontribusi kita terhadap manusia dan planet,” tegasnya.

Perwakilan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM (Dirjen EBTKE), Endra Dedi Tamtama menuturkan pihaknya terus berupaya mengedukasi masyarakat terkait kebijakan tersebut.
“Saat ini baru 7 jenis peralatan elektronik yang menggunakan SKEM dan LTHE. Namun pada 2030 kita menargetkan penambahan 4 jenis peralatan elektronik. Dengan begitu, diharapkan masyarakat sudah terbiasa dan familiar dengan SKEM dan LTHE ini,” ungkapnya.
Endra menuturkan kebijakan efisiensi energi dinilai lebih efektif dibandingkan membangun sumber energi baru terbarukan yang menelan biaya investasi cukup besar.
Pada kesempatan itu, pihaknya menghimbau masyarakat agar memeriksa barang elektronik yang sudah menyematkan logo SKEM dan LTHE melalui website https://simebtke.esdm.go.id/sinergi/skem-label/konsumen/pengondisi-udara-ac.
Agar masyarakat mengetahui peralatan elektronik yang akan dibeli tersebut sudah terdaftar resmi.
Selain itu, website tersebut menyajikan informasi tambahan berupa konsumsi energi tahunan, biaya listrik tahunan, nilai efisien dan lainnya.
Melibatkan Emak-Emak
Danareksa Research Institute (DRI) pada tahun 2022 menyebut mayoritas atau 39,56 persen responden mengaku pengambil keputusan keuangan dalam rumah tangganya adalah istri atau kepala rumah tangga (RT) perempuan.
Sementara suami berada di urutan kedua dengan persentase 30,97 persen. Lalu sisanya, 26,51 persen responden keputusan keuangannya ditentukan bersama oleh suami dan istri.
Kondisi serupa ditemukan pada survei yang dilakukan tribunpekanbaru.com tadi. Bahwa sebanyak 70 persen yang memilih dan menentukan pembelian barang elektronik rumah tangga adalah istri.

Kemudian 45 persen diantaranya menjadikan daya listrik sebagai pertimbangan pertama dalam memilih barang elektronik, diikuti harga sebanyak 35 persen dan merek sebesar 20 persen.
Akan tetapi, 82 persen diantaranya belum pernah mendengar dan memahami tentang pelabelan SKEM dan LTHE pada barang elektronik.
Merujuk pemaparan data dari dua survei di atas, edukasi terkait penerapan SKEM dan LTHE sudah seharusnya menyasar kaum hawa. Sehingga, percepatan efisiensi energi dapat tercapai yang dimulai dari setiap rumah tangga di Indonesia.
Sebagaimana diucapkan B.J Habibie bahwa, “tiang penyangga utama dalam rumah tangga adalah istri. Tanpa dia, rumah tangga akan terasa hampa dan kehilangan arah,”
(TRIBUNPEKANBARU.COM)
HEBOH, Bidan Jual Bayi di Kosan, Ada yang Dijual Rp 10 Juta jika yang Mengandung Orang Susah |
![]() |
---|
PEJABAT Publik tak Boleh Asal-asalan Gunakan Sirene di Jalan Raya, Ingat Sudah Diberi Surat Edaran |
![]() |
---|
Tak Jadi Jabat Menko Polkam, Inilah Tugas Baru Mahfud MD dari Presiden Prabowo Subianto |
![]() |
---|
Modal Belajar di Internet, Cewek Tamatan SMA Nyamar jadi Dokter, Nipu Orang hingga Setengah Miliar |
![]() |
---|
Terungkap Fakta Baru, Kacab Bank BUMN Ilham Pradipta Ternyata Bukan Target Utama Pembunuhan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.