Meraih Indonesia Emas bersama JKN BPJS Kesehatan: Tumbuh Kembang Anak Menjadi Kunci

Fakhriza menjelaskan jumlah peserta JKN di Kota Bertuah sudah mencapai angka 98,73 persen atau setara 1.109.106 jiwa.

tribunpekanbaru/firmaulisihaloho
Kurang lebih 100 anak setiap harinya melakukan terapi di Layanan Tumbuh Kembang Anak di RS Awal Bros Pekanbaru Sudirman. Peningkatan ini juga berangkat dari pemahaman orangtua bahwa layanan tersebut juga dijamin oleh BPJS Kesehatan. 

“Even if you show them captivating videos, the difference in learning is extraordinary. You get genius learning from a live human being, and you get zero learning from a machine," Professor of Speech & Hearing Sciences, Patricia Kuhl experiments with more than 4,000 babies each year

TRIBUNPEKANBARU.COM - Selasa (9/7/2024) pagi, Layanan Tumbuh Kembang Anak di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru di Jalan Jenderal Sudirman mulai ramai dikunjungi.

Orangtua bersama anaknya mengantri di meja pendaftaran, menanti giliran untuk mendapatkan pelayanan terbaik bagi masa depan sang buah hati.

Di area meja pendaftaran, terlihat banner Janji Layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ada 6 poin yang tertera, seperti menerima NIK/KTP/KIS Digital untuk pendaftaran pelayanan, memberikan pelayanan tanpa biaya tambahan dan tidak melakukan pembatasan hari rawat pasien dan lainnya. Spanduk itu menandakan layanan sepenuhnya ditanggung BPJS Kesehatan.

Setelah pendataan selesai, anak-anak kemudian dibimbing masuk ke ruangan sesuai dengan kebutuhan terapi. Seperti terapi wicara, terapi perilaku, okupasi terapi, terapi kelompok dan lainnya. Berdasarkan catatan pihak rumah sakit, kurang lebih 100 anak setiap harinya menjalani terapi di sini.

Rani Suwandi salah satunya. Tiga tahun belakangan ini, Ia rutin membawa putra semata wayangnya usia 5 tahun untuk menjalani terapi wicara. Dua kali seminggu, tanpa lelah, Ia menemaninya selama 45 menit dalam setiap sesi.

“Saat usia 2 tahun, saya melihat kok anak saya susah sekali untuk bicara, berbeda dengan anak seumurnya. Kosa katanya pun sangat minim sekali. Saya pun menyadari ada yang salah,” katanya kepada tribunpekanbaru.com di sela proses terapi anaknya.

Rani meyakini salah satu penyebabnya dipicu tontonan di gadget.

Sebab, saat anaknya masih berusia 1,5 tahun, Ia terpaksa memberikan gadget kepada putranya agar tenang.

“Namanya anak laki-laki kan super aktif, panjat sana panjat sini. Sementara kita banyak kerjaan di rumah. Supaya tenang dan tidak luput dari pantauan kita, tontonan di gadget saat itu menjadi solusi,” kenangnya.

Kendati demikian, Rani menyadari dampak buruk yang akan ditimbulkan. Namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Di satu sisi, Ia menyadari dampak negatif gadget pada perkembangan putranya. Di sisi lain, Ia dihadapkan pada ancaman bahaya fisik yang bisa menimpa sang anak.

Beruntung pengamatan Rani cukup jeli. Ia segera memeriksakan anaknya ke klinik. Upaya Rani tak sia-sia. Klinik merekomendasikan agar putranya mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut di Rumah Sakit.

Sejak saat itu, Ia secara berkala membawa putranya menjalani terapi. Tak ada keraguan soal biaya. Sebab, sejak anaknya lahir, Rani sudah menjamin kesehatan putranya melalui kepesertaan JKN BPJS Kesehatan.

“Alhamdulillah, sudah banyak perkembangannya. Kini anak saya lancar berkomunikasi, bisa pakai dan buka baju celana sendiri.  Dan selama 3 tahun terapi ini, tidak ada biaya sepersen pun yang saya keluarkan,” tuntasnya.

Kasus speech delay juga dialami Rolinda Nababan. Di usianya yang sudah 2 tahun saat itu, putri Rolinda mengalami keterlambatan perkembangan bicara dibandingkan teman sebayanya.

Sementara anak-anak lain sudah lancar merangkai kalimat dua hingga tiga suku kata, putrinya masih kesulitan. Nyaris hanya kata Mama dan Papa saja yang sering diucapkan.

“Kami menduga, keterlambatan ini terjadi karena dulu pengasuhnya di rumah sering memberikan tontonan di gadget. Kami sudah mengingatkan, tapi memang sulit untuk kami memantau karena saya dan suami sama-sama bekerja,” ujarnya kepada tribunpekanbaru.com, Senin (15/7/2024).

Tak ingin kondisi anaknya lebih parah, Rolinda bersama suami membawa putrinya ke dokter anak untuk konsultasi.

Hasilnya, sang putri mesti mengikuti terapi wicara untuk melatih kemampuan verbalnya.

“Saat itu biayanya Rp 150 ribu untuk sekali pertemuan dengan jadwal dua kali seminggu. Jadi satu bulannya Rp 1,2 juta. Cukup memberatkan juga. Tapi, untungnya dokter itu baik, Dia menyarankan untuk menggunakan BPJS Kesehatan saja, karena terapi untuk anak ini juga ditanggung asal mengikuti prosedural,” kenangnya.

Keesokan harinya sepulang kerja, Rolinda membawa anaknya ke fasilitas tingkat pertama (FKTP) di Jalan Imam Munandar untuk mendapatkan rujukan ke rumah sakit.

Dia menuturkan sudah mendaftarkan putrinya sebagai peserta JKN saat baru lahir dengan bantuan pihak rumah sakit.

“Kurang lebih satu tahun menjalani terapi wicara ini, hasilnya sangat bagus. Anak kami kini sudah mampu mengucapkan beberapa kata yang dirangkainya sendiri. Dan proses ini semua gratis tanpa ada biaya tambahan apapun. Kalau dulu kami tidak pakai BPJS Kesehatan, tentu sudah banyak biaya yang habis,” pungkasnya.

BPJS Kesehatan Jamin Layanan Tumbuh Kembang Anak, termasuk kasus speech delay yang saat ini marak terjadi.
BPJS Kesehatan Jamin Layanan Tumbuh Kembang Anak, termasuk kasus speech delay yang saat ini marak terjadi. (tribunpekanbaru/firmaulisihaloho)

dr Yuliati, Sp.A Fellowship Bidang Tumbuh Kembang Pediatri Sosial RS Awal Bros Sudirman Pekanbaru memaparkan jika sebelumnya layanan tumbuh kembang didominasi anak berusia 5 tahun ke atas, namun kini anak berusia satu tahun setengah sudah banyak mengakses layanan ini.

Menurutnya, perubahan itu bagus. Sebab, tenaga medis lebih mudah melakukan penjajakan dan tata laksana sedini mungkin.

Kesadaran itu, kata dr Yuliati melanjutkan juga didukung pengetahuan orangtua bahwa BPJS Kesehatan menanggung biaya layanan tumbuh kembang anak. Sehingga, mereka tidak perlu ragu dan cemas soal biaya.

“Kalau untuk terapi, mayoritas kasusnya saat ini adalah speech delay dengan ragam penyebab. Bisa saja memang delay saja atau ada gangguan lainnya seperti autis. Akan tetapi, deteksi dini penting dilakukan oleh orangtua,” katanya kepada tribunpekanbaru.com.

Disinggung dampak gadget terhadap perkembangan bicara pada anak, dr Yuliati mengatakan bisa saja mengganggu tumbuh kembangnya. Sebagaimana himbauan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), bahwa anak di bawah usia 24 tidak layak diberikan tontonan dalam keadaan apapun.

“Pasalnya, pada usia tersebut anak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik itu sensorik dan motorik maupun otaknya. Ini yang harus dipahami. Apabila diberikan gadget, anak nanti hanya terpaku pada layar visual dan tidak ada interaksi maupun komunikasi yang terjadi di sana. Akibatnya, perkembangan si anak akan terganggu,” tuntas Dia.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pekanbaru Muhammad Fakhriza menjelaskan kasus layanan tumbuh kembang anak turut difasilitasi pihaknya selama mengikuti prosedur yang berlaku.

“Dapat kami sampaikan pada kondisi adanya diagnosa klinis oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang mengakibatkan Peserta JKN membutuhkan layanan rehabilitatif termasuk layanan tumbuh kembang, maka penjaminan dapat dilakukan sesuai standar pelayanan dan panduan praktik klinik yang berlaku,” katanya kepada tribunpekanbaru.com, Rabu (24/7/2024).

Komitmen Pemerintah Daerah

Fakhriza menjelaskan jumlah peserta JKN di Kota Bertuah sudah mencapai angka 98,73 persen atau setara 1.109.106 jiwa.

“Sementara untuk layanan JKN (PBI APBD) total pasien yang mengakses UHC atau Jaminan Kesehatan Pekanbaru Bertuah (JKPB) mencapai 207.201 jiwa atau setara 18,44 persen,” singkatnya.

Adapun Kota Pekanbaru meraih predikat UHC pada Juli 2023 lalu dengan anggaran sebesar Rp 42 Miliar. Untuk tahun ini, pemerintah harus menyiapkan anggaran sekitar Rp 95 miliar.

Oleh sebab itu, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution kepada awak media Senin (15/7/2024), mengatakan pihaknya berupaya agar biaya kesehatan itu bisa ikut ditanggulangi Pemprov Riau mengingat keterbatasan anggaran.

“Saya juga meminta Dinas Kesehatan (Diskes) harus berpikir keras agar kita tak mengeluarkan anggaran sebanyak itu. Salah satunya memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) supaya kita juga mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat" tuntasnya.

Program Jaminan Kesehatan Semesta sudah seharusnya tetap dilanjutkan agar Visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapai.

Namun, program ini tidak hanya tergantung pada pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat.

Bahwa setiap rupiah yang dibayarkan sebagai iuran, merupakan investasi bersama untuk masa depan bangsa.

(TRIBUNPEKANBARU.COM)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved