Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Nilai Luhur Dalam Komunikasi Tunjuk Ajar Melayu Punah di Ranah Digital

Peran mendasar orang tua dan tujuan mengasuh anak tetap tidak berubah dalam tunjuk ajar Melayu yang sangat berperan penting dalam mengarahkan anak

|
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: FebriHendra
istimewa
Seorang pegasing cilik berpakaian Melayu dalam sebuah event permainan rakyat di Siak, beberapa waktu lalu. Dampak negatif arus modernisasi di antaranya mulai redupnya budaya Melayu, termasuk permainan rakyat ini. 

Nilai-nilai luhur komunikasi tunjuk ajar Melayu, bahasa sebagai alat komunikasi, juga mengandung simbol budaya, sehingga kedalaman makna yang terkandung dalam bahasa menjadikan posisi sangat penting. Orang tua-tua dulu, membelalakkan mata ‘anak-anak’ sudah takut dan nurut, (komunikasi non verbal). 

Kemunculan aplikasi joget-joget yang seronok, mengumbar aurat saat ini digemari oleh remaja remaja di seluruh dunia, yang pengaruhnya sampai ke dapur dan kamar-kamar anak-anak kita.

Dengan adanya aplikasi tersebut sebagian besar remaja, khususnya kaum hawa saat ini seakan kehilangan rasa malunya, berjoget dengan gerakan-gerakan yang tak senonoh, mempertontonkan auratnya kepada seluruh pengguna aplikasi.

Tak hanya sebatas itu, seks bebas yang marak terjadi, fenomena permainan game online yang sebenarnya mengarah ke arah perjudian juga telah ramai dimainkan oleh semua kalangan, baik itu anak-anak remaja hingga orang dewasa turut memainkan aplikasi ini, demi mendapatkan keuntungan sesaat tanpa perlu usaha jerih payah, para pemain game tersebut “buta mata hatinya” terhadap larangan Allah SWT.

Kesadaran berpikir, budaya barat tentunya tidak semua sesuai untuk kita jadikan contoh, hal ini dikarenakan perbedaan budaya dan gaya hidup yang serba materialistis. Khazanah, beragama Islam, beradat melayu, berbahasa melayu, “tiga tungku sejerangan,” atau disebut juga “tali berpilin tiga,” menjadi tuntunan bersebati dengan tunjuk ajar orang melayu. 

Orang Melayu penganut Islam yang taat “jarang saat ini kita mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran dari rumah kerumah melewati sebuah kampung di kala senja sehabis maghrib, saat melewati jalan-jalan di perkampungan, Sedih rasanya, menahan air mata. 

Nilai-nilai warisan zaman, orang melayu, seperti permainan tradisional. Permainan congkak, setatak, kelereng, cakbur, tang-tang buku,  tonggak dingin, kaki panjang, yaoma-yaoma, gaseng, seni lakon, main lukah, menetau, wayang bangsawan, seni lakon mendu, bakoba, bagandu, tak pernah kita lihat lagi, membuat kerinduan yang berguguran seperti daun di tiup angin.

Saya rasa orang  tidur, orang lumpuh jadi sehat, orang beramai-ramai datang, saat budaya ini di dibangkitkan kembali.

Nilai ketaatan, budi pekerti, karakteristik, bahkan kepribadian seseorang dalam tunjuk ajar melayu dalam mengasuh dan membimbing anak untuk Mengembalikan budaya dan potensi puak yang beradat, beradab, pada hakikatnya menjadi sebuah keniscayaaan karena adanya muatan budaya masa silam (budaya warisan), nilai-nilai tempatan, sebagai sumber inspirasi, dan Tuah Negeri. (Tribunpekanbaru.com)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved