Lipsus Makan Bergizi Gratis

Dilema Kebijakan Makan Bergizi Gratis, Antara Pengentasan Stunting dan Peluang Korupsi

Selain kebijakan makan siang gratis, program seperti Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Bahagia juga harus terus digalakkan.

Penulis: Alex | Editor: Theo Rizky
Istimewa
Zulwisman, Dosen Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Riau mengatakan bahwa program makan bergizi gratis memiliki visi besar untuk meningkatkan kualitas generasi mendatang dengan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia.  

Oleh: Zulwisman, Dosen Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Riau 


TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Kebijakan makan siang gratis yang telah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 merupakan salah satu janji politik Presiden Prabowo - Gibran yang wajib direalisasikan. 

Kebijakan ini memiliki visi besar untuk meningkatkan kualitas generasi mendatang dengan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia

Namun, implementasi kebijakan ini membutuhkan perencanaan yang matang agar tujuan tersebut dapat tercapai tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tingginya angka stunting dan gizi buruk di Indonesia menjadi dasar utama kebijakan ini.

Data tahun 2022 menunjukkan bahwa 21 persen anak Indonesia mengalami stunting. 

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga pada kemampuan belajar dan produktivitas mereka di masa depan.

Oleh karena itu, intervensi melalui penyediaan makan siang gratis di sekolah menjadi langkah strategis yang harus diambil.

Namun, pelaksanaan kebijakan ini tidaklah sederhana. Berdasarkan rilis badan gizi nasional, ada sekitar 82,9 juta anak yang diproyeksikan menjadi penerima manfaat pada tahun 2027. 

Dengan angka sebesar itu, penganggaran harus dilakukan secara efisien agar tidak melemahkan APBN.

Tahapan pelaksanaan juga harus dirancang secara bertahap dan proporsional, dimulai dari tahun 2025.

Keadilan distribusi menjadi poin penting dalam pelaksanaan tahap awal kebijakan ini.

Kebijakan makan siang gratis tidak boleh hanya berfokus di Pulau Jawa, melainkan harus mencakup wilayah-wilayah di seluruh Indonesia secara proporsional. 

Langkah ini penting untuk memastikan tidak ada ketimpangan regional dalam implementasi program yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup anak-anak Indonesia.

Keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada tiga aspek utama: pendistribusian anggaran, penunjukan vendor yang transparan, dan ketepatan waktu distribusi makanan ke sekolah-sekolah. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved