Pilkada Kampar 2024

Beda Perlakuan Bagi Pelaku Pidana Pilkada Kampar 2024 dengan 2017, Mantan Pejabat Lebih Ringan

Terdakwa pidana Pilkada Kampar akan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis yang dijatuhkan PN Bangkinang. 

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ariestia
Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing
VONIS - Sidang putusan 14 terdakwa pidana Pilkada di Kampar di PN Bangkinang, Senin (10/2/2025), divonis 2,5 tahun penjara. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Terdakwa pidana Pilkada Kampar akan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang. 

Pengacara 14 terdakwa itu, Didit Prasetyo mengatakan, bukan bukti baru (novum) yang akan diajukan dalam PK.

Melainkan untuk meninjau penerapan pasal yang dinilai terlalu berat. 

"Kita akan mengajukan putusan-putusan sebelumnya sebagai yurisprudensi ke Mahkamah Agung," katanya kepada Tribunpekanbaru.com, Selasa (11/2/2025). 

Ia mengemukakan, para terdakwa mengakui perbuatannya.

Tetapi pasal yang diterapkan terlalu berat. 

"Padahal masih ada pasal-pasal di Undang-Undang itu yang lebih pantas agar hukumannya lebih ringan," ujarnya. 

Menurut dia, mereka hanya bermaksud untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih.

Mereka tidak menerima imbalan sedikitpun. 

Mereka juga tidak merugikan pasangan calon tertentu dan merubah hasil Pilkada.

"Tanpa niat jahat, mens rea-nya nggak ada," tandasnya.

Baca juga: Pengacara 14 Terdakwa Pidana Pilkada di Kampar Sebut Pasal Penjerat Terlalu Berat

Baca juga: 14 Terdakwa Pidana Pilkada di Kampar Divonis 2,5 Tahun, Gara-gara Upaya Naikkan Partisipasi Pemilih

Berdasarkan catatan Tribunpekanbaru.com, Kejari Kampar dan PN Bangkinang pernah menangani perkara Pilkada 2017.

Terpidananya Ketua KPPS 03 Desa Kumantan Kecamatan Bangkinang Kota, Indra Syardi Andri. 

Didit mengatakan, putusan perkara itu juga akan diajukan sebagai pembanding dalam Permohonan PK.

"Salah satunya," katanya. 

Menurut dia, perbuatannya dengan 14 terdakwa sama.

Tetapi Indra divonis dengan Pasal 178 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU 1/2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU.

"Pasalnya 178 A (Indra Syardi), kalau perkara kita (14 terdakwa) 178 B dan C. Padahal sama perbuatannya," ungkapnya. 

Beda Perlakuan Antara 2024 dengan 2017

Penanganan perkara pidana Pilkada 2024 di Kampar mengungkap adanya perbedaan dengan yang terdahulu. 

Terdakwa pidana Pilkada 2024 sebanyak 14 orang divonis 2,5 tahun.

Selain itu denda Rp36 juta. Diganti satu bulan kurungan apabila denda tidak dibayar. 

Vonis itu diucapkan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, Senin (10/2/2025).

Mereka sudah ditahan oleh jaksa sejak Kamis (30/1). Hakim dalam putusan menyatakan mereka tetap ditahan.

Delapan terdakwa divonis melanggar Pasal 178 C Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) 1/2014 menjadi UU junto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. 

Mereka terdiri dari Ketua dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Tempat Pemungutan Suara (TPS) 001 Desa Pangkalan Serik Kecamatan Siak Hulu tujuh orang.

Satu lagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa itu. 

Sedangkan enam terdakwa melanggar Pasal 178 B UU tersebut junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka semua saksi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Gubernur dan Wakil Gubernur.

 Tak termasuk dari Paslon Gubernur dan Wagub nomor urut 2.

Mereka terdiri dari delapan laki-laki dan tujuh perempuan.

Berdasarkan data identitas terdakwa dalam surat dakwaan, di antaranya ada lima orang petani. 

Selain itu, tiga orang ibu rumah tangga, tiga orang tidak memiliki pekerjaan, dan swasta.

Ada yang masih berstatus mahasiswa, dan guru honorer. 

Berbeda dengan Indra Syardi Andri dalam perkara pidana Pilkada 2017.

Pensiunan Eselon II Pemerintah Kabupaten Kampar ini pernah menjabat Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Kampar.

Ia juga diketahui pernah menjabat Sekretaris KPU Kampar.  

Ia tertangkap basah mencoblos lebih dari satu kali. Seorang saksi di TPS langsung protes begitu mendapati perbuatannya. 

Ia pun mengakui perbuatannya. Ia beralasan mencoblos surat suara untuk istri dan anaknya.

Selama penanganan perkara, ia tidak ditahan. Bahkan ia hanya tahanan kota selama berstatus terdakwa. 

Kejari Kampar menuntut dengan 2 tahun penjara dan denda Rp24 juta dengan subsidair 2 bulan kurungan.

Lalu PN Bangkinang menjatuhinya hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp24 juta dengan subsidair satu bulan. 

Majelis Hakim kala itu memilih dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 178 A.

Sementara dakwaan primernya Pasal 178 B, tetapi tidak diterapkan. 

Ia tidak dijebloskan ke penjara setelah vonis itu. Ia divonis pada 8 Maret 2017.

Lalu baru dijemput paksa oleh jaksa untuk mengeksekusi putusan pengadilan pada 26 Juli 2017. (Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved