Berita Viral

Bocah yang 'Dijual' Mahasiswi F Untuk Dicabuli Kapolres Ngada Ternyata Anak Ibu Kost

korban Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ternyata adalah anak dari ibu kos tempat mahasiswi itu menyewa dan tinggal.

Editor: Muhammad Ridho
tribun
PENCABULAN ANAK - Korban Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ternyata adalah anak dari ibu kos tempat mahasiswi itu menyewa dan tinggal. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma sempat ramai jadi buah bibir usai kejahatannya terbongkar. Ya, Fajar Widyadharma ternyata telah melakukan tindak pencabulan.

Dimana korbannya ada empat orang, usia 6 tahun, 13 tahun, 16 tahun dan 20 tahun.

 Tak cukup sampai di situ, AKBP Fajar Widyadharma juga menjual video pencabulannya ke sebuah situs dewasa Australia hingga kasus ini terungkap.

Dan kini AKBP Fajar Widyadharma diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan tersebut. Namun yang mengejutkannya lagi, mendadak muncul sosok mahasiswi berinisial F yang terseret kasus tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, F diduga berperan mencari korban untuk dicabuli AKBP Fajar Widyadharma.

Terungkap pula mahasiswi itu ternyata sudah 4 kali berhubungan badan dengan pelaku.

Kronologi F jual dan sodorkan korban

Menurut Direktur Reskrimum Polda NTT Kombes Pol Patar Silalahi, ternyata sempat mendapat uang Rp 3 juta dari AKBP Fajar pada Juni 2024.

Dan mengantarkan korban yang berusia 6 tahun ke hotel di Kupang.

Mengejutkannya lagi, korban ternyata adalah anak dari ibu kos tempat mahasiswi itu menyewa dan tinggal.

"Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui F. Disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel," ungkap Patar Silalahi dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (16/3/2025).

Setelah korban dicabuli AKBP Fajar, F langsung meminta korban untuk menutup mulut. F juga memberikan uang sebesar Rp 700 ribu.

Yang sengaja dipakai F untuk uang tutup mulut ke korban.

Sementara itu, AKBP Fajar Widyadharma kini sudah ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak.

"Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri," ujar Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto.

Polisi juga menyita delapan video bukti dimana di dalamnya terekam aksi pencabulan yang dilakukan AKBP Fajar Widyadharma.

"CD berisi video kekerasan seksual 8 video," tandas Agus.

Terungkap pula, Fajar ternyata menjual video pencabulannya ke situs dewasa di Australia pada pertengahan tahun 2024 lalu.

Keluarga Korban Tuntut Hukuman Mati

Keluarga korban asusila mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, marah dan merasa terpukul atas tindakan keji tersangka. 

Ibu korban mengecam tindakan AKBP Fajar yang melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur itu. 

"Orang tuanya (korban) sangat terpukul, marah, dan sebenarnya mereka sangat kecewa dengan situasi yang terjadi saat ini," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, Minggu (16/3/2025) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV. 

Veronika mengatakan bahwa keluarga korban baru tahu anaknya menjadi korban setelah polisi datang ke rumah mereka. 

Mereka tak pernah menyangka, terlebih perantara yang menghubungkan korban dengan tersangka adalah orang yang mereka kenal baik. 

"Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ," katanya. 

Veronika mengatakan, keluarga korban meminta, agar tersangka dihukum seumur hidup atau mati. 

"Mereka sangat marah, mereka menuntut untuk hukuman yang seberat-beratnya, hukuman harus maksimal, bahkan harus hukuman seumur hidup atau hukuman mati, mereka berharap seperti itu," tegasnya. 

LPSK Kawal Kasus

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkomitmen bakal mengawal kasus dugaan pencabulan anak yang dilakukan oleh Kapolres Ngada Nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma.

"LPSK akan mengawal perkara ini dan siap melindungi korban untuk mendapatkan keadilan," ujar Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

Nurherawati menyatakan prihatin atas Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak, sebagai kelompok rentan.

LPSK pun menyoroti pentingnya evaluasi terhadap rekam jejak Kapolres Ngada dalam menangani kasus-kasus TPKS di NTT.

Nurherwati mengungkapkan bahwa ada sejumlah kasus yang mengalami hambatan dalam penyelesaian, termasuk kasus di Sumba Timur dan Sumba Barat Daya.

LPSK mencatat pada tahun 2024 terdapat 193 permohonan perlindungan dari wilayah NTT, dengan kasus TPKS mendominasi sebanyak 80 permohonan. 

71 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak, 45 tindak pidana perdagangan orang, dan 41 tindak pidana lain.

 "Sedangkan jumlah total terlindung LPSK di wilayah NTT pada 2024 sebanyak 205, tertinggi dalam perkara TPPO sebanyak 86  dan TPKS Anak 56 dan TPKS Dewasa 23,  jelas  Nurherawati.

( Tribunpekanbaru.com )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved