TRIBUNPEKANBARU.COM - Risma Siahaan, yang kini berusia 64 tahun, tengah menjadi sorotan publik.
Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Penetapan status tersangka dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Medan pada 7 April 2025.
Risma diduga terlibat dalam penguasaan secara melawan hukum atas aset KAI berupa lahan dan bangunan yang terletak di Jalan Sutomo Nomor 11, Medan, dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 21,91 miliar.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan pengelolaan aset BUMN yang kini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
Sebelumnya gedung tersebut merupakan rumah dinas PT KAI dan diduga dikuasai secara hukum oleh Risma Siahaan untuk kepentingan pribadi.
Dikutip dari Instagram @kejari.medan, Risma Siahaan harus diamankan karena mangkir dari pemanggilan sebanyak tiga kali.
"Sebelumnya, TIM Pidsus kejari Medan telah memanggil yang bersangkutan secara resmi lebih dari tiga kali untuk menghadiri panggilan, namun tersangka tidak kooperatif dan akhirnya dilakukan penangkapan," tulis rilis tersebut.
Baca juga: Mayat Tanpa Kepala, Kaki dan Tangan di Banten Masih Berusia 19 Tahun, Diduga Sedang Hamil
Baca juga: Bukan Gibran, Siapa Wapres yang Marah soal Mafia Beras? Mentan Klarifikasi Ucapannya
Karena tidak kooperatif, maka Kejari Medan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Risma Siahaan alias RS.
Setelah surat perintah keluar, diketahui Risma Siahaan berada di kediamannya di Jalan Sutomo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur.
Meski sudah dibacakan surat penetapan tersangka dan surat perintah, RS tetap melakukan penolakan.
Akhirnya ada tindakan tangkap paksa oleh tim gabungan.
“Tersangka sempat menolak penyerahan surat dan melakukan perlawanan."
"Sehingga dilakukan upaya paksa dan dibawa ke Rutan Perempuan Kelas IIA Medan untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan,” lanjut rilis.
Drama penangkapan Risman Siahaan tak berhenti di sana.
Tersangka tiba-tiba tak sadarkan diri setibanya di Rutan.
Namun saat tim medis dari RSUD Dr Pringadi Medan memeriksa, tidak ada kondisi medis serius.
Kondisi Risman Siahaan dinyatakan sehat.
Risman Siahaan disebut hanya berpura-pura tak sadarkan diri.
Proses penahanan hendak dilakukan, namun saat Risman Siahaan diserahkan pada pihak Rutan, tersangka kembali berpura-pura tidak sadarkan diri.
Pihak Rutan menolak menerima dengan alasan belum bisa dilakukan wawancara.
Tersangka akhirnya dibawa ke RSU menggunakan ambulans milik Rutan Perempuan Kelas IIA Medan.
Risman Siahaan mendapat tindakan medis serta menjalani perawatan inap pada pukul 19.30 WIB.
Diketahui, penetapan tersangka tak hanya tentang tiga kali mangkir tanpa alasan sah.
Tersangka juga terang-terangan menghambat jalannya penyidikan dengan menolak memberikan keterangan.
Tersangka juga mengusir petugas pengukuran saat akan melaksanakan pengukuran aset milik PT. KAI yang sedang dikuasainya secara melawan hukum.
Kejari Medan menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara tegas dan profesional.
Kejari Medan juga tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), serta memberikan ruang yang memadai bagi tersangka untuk memperoleh pendampingan hukum.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersangka senilai Rp 21.911.000.000 atau Rp21,91 miliar lebih.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.
Tersangka juga dijerat dengan Pasal 15 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.