Bukan UU ITE, Bos Buzzer Dijerat dengan Pasal Ini, Kejagung Ungkap Alasannya: Bermufakat Jahat

Kejaksaan Agung menetapkan 'Bos Buzzer' M. Adhiya Muzakki (MAM) sebagai tersangka.

Editor: Ariestia
Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
PERINTANGAN PENYIDIKAN KORUPSI - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penahanan terhadap Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) sejumlah perkara korupsi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Kejagung menyatakan, Muzakki memimpin tim yang terdiri dari sekitar 150 anggota yang disebut sebagai 'buzzer' untuk mengkampanyekan narasi negatif sejumlah kasus korupsi yang ditangani Kejagung. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kejaksaan Agung menetapkan 'Bos Buzzer' M. Adhiya Muzakki (MAM) sebagai tersangka.

Namun kasus yang disangkakan, terlibat dalam pemufakatan jahat sejak awal perkara, bukan semata karena mengerahkan buzzer.

Karena itu pasal yang dikenakan pada Adhiya adalah Pasal 21 KUHP tentang perintangan penyidikan, bukan pasal dalam UU ITE.

Baca juga: Bos Buzzer Jadi Tersangka, Rekrut 150 Anggota untuk Rintangi Penyidikan Kasus Korupsi Besar

Baca juga: Ini Besaran Gaji Buzzer yang Direkrut Tersangka MAM, Tugasnya Sebar Opini Negatif Penyidikan 3 Kasus

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa tindakan Adhiya tidak bisa dipandang secara terpisah dari keseluruhan peristiwa.

“Ini tidak bisa hanya dilihat sepotong-sepotong tetapi harus dilihat dari sisi (unsur) bersama-sama yang Pasal 55 (tentang turut serta melakukan perbuatan), sesuai Pasal 21 (tentang perintangan). Itu bahwa bermufakat jahat untuk melakukan perintangan terhadap proses penanganan perkara,” ujar Harli saat ditemui di Lobi Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Menurut Harli, sebelum merekrut dan mengerahkan para buzzer, Adhiya telah mengetahui maksud tiga tersangka lainnya, yaitu untuk menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan Agung agar menghambat bahkan menggagalkan proses hukum.

“M. Adhiya Muzakki sebenarnya sejak awal sudah berkolaborasi, bermufakat dengan Marcella Santoso, dengan Junaedi Saibih,” lanjut Harli.

Setelah bermufakat dengan Marcella dan Junaedi, Adhiya merekrut 150 orang buzzer.

Mereka bertugas menyebarkan narasi negatif terhadap penyidik dan narasi positif mengenai kinerja para pengacara yang terlibat.

Atas perannya tersebut, Adhiya menerima pembayaran sebesar Rp 864.500.000 dari Marcella Santoso.

Sementara itu, para buzzer dibayar masing-masing sebesar Rp 1,5 juta.

Kendati para buzzer turut menyebarkan narasi negatif yang disusun oleh para tersangka, mereka belum serta-merta ditetapkan sebagai tersangka.

Penyidik masih mendalami sejauh mana keterlibatan dan pemahaman para buzzer atas narasi yang mereka sebar.

“Dia (buzzer) kan belum tentu mengetahui ini apakah ini merupakan konspirasi atau bukan atau hanya bentuk berita yang bisa dipublikasi walaupun tanda petik negatif,” imbuh Harli.

Harli menegaskan bahwa saat ini penyidikan masih berfokus pada pendalaman peran keempat tersangka dan aliran dana dalam perkara ini.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved