Kasus Suap Pemko Pekanbaru
Eks Kabag Umum Setda Pekanbaru Ngaku Setor Uang Rp 1,3 Miliar untuk Bantu Urusan Indra Pomi Nasution
Hariyadi Wiradinata, eks Kabag Umum Setda Pekanbaru hadir dalam sidang korupsi dan gratifikasi Pj Wako Pekanbaru Risnandar Mahiwa.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: M Iqbal
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Hariyadi Wiradinata, eks Kabag Umum Setda Pekanbaru, tak menampik adanya pemotongan anggaran.
Menurutnya, pemotongan anggaran ini diperuntukkan bagi pimpinan, dalam hal ini salah satunya Sekda Pekanbaru saat itu, Indra Pomi Nasution.
Hariyadi menyebut, sebelum ia menjabat sebagai Kabag Umum, pemotongan anggaran rutin memang sudah ada. Namun sebelumnya mencapai 20 persen.
“Waktu saya (menjabat Kabag Umum) 15 persen,” ungkap dia saat hadir sebagai saksi di sidang lanjutan kasus korupsi dan gratifikasi dengan terdakwa eks PJ Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, eks Sekda Indra Pomi Nasution dan eks Plt Kabag Umum Novin Karmila, di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (17/6/2025).
Baca juga: Eks Ajudan Risnandar Beberkan Pejabat Pemko Pekanbaru yang Kerap Setor Uang, Ini Nama-namanya
Baca juga: Breaking News: 5 Saksi Dihadirkan di Sidang Kasus Korupsi Eks Pj Wako Pekanbaru Risnandar Mahiwa CS
Hariyadi mengaku pernah menyetor uang ke Risnandar, atas arahan dari ajudan Risnandar, Nugroho Adi Dwi Putranto alias Untung.
Ia juga menyebut pernah dipanggil Indra Pomi, untuk bisa membantu urusan Indra Pomi.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hariyadi beberkan ia 8 kali menyerahkan uang potongan dari ganti uang (GU) dan tambahan uang (TU) tahun 2023 sampai 2024, total Rp1,3 miliar.
Semua lewat ajudan Indra Pomi, Indra Putra Siregar.
Pernyataan Hariyadi pun diamini oleh Indra Putra Siregar yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam kasus ini.
Bahkan Indra Putra Siregar menyebut sejumlah nama lain dari pejabat Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru yang ikut menyetor uang ke Indra Pomi.
Salah satunya Kadis PUPR, Edward Riansyah alias Edu.
Risnandar CS yang kini menyandang status terdakwa, melakukan korupsi anggaran rutin pemerintah kota (Pemko) yang berasal dari APBD/APBD-P tahun anggaran 2024 sebesar Rp8,9 miliar. Mereka juga didakwa menerima gratifikasi.
Tak hanya itu, mereka bertiga juga melakukan penerimaan gratifikasi dari sejumlah pejabat ASN di lingkungan Pemko Pekanbaru.
Ada 5 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang kali ini, terdiri dari 1 mantan Kabag Umum di Setda Pekanbaru dan 4 mantan ajudan.
Mereka adalah Hariyadi Wiradinata, Sekretaris Dinas Pertanahan Pekanbaru yang merupakan eks Kabag Umum Setda Pekanbaru.
Lalu Nugroho Adi Dwi Putranto alias Untung dan Muhammad Rizaldi eks ajudan Risnandar Mahiwa.
Lalu Fahrul Ihsan Syafaat selaku ajudan dalam hal penyusunan agenda Risnandar Mahiwa, serta Indra Putra Siregar selaku eks ajudan Indra Pomi.
Sebelumnya, JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak saat membacakan dakwaan menjelaskan, Risnandar Mahiwa melakukan perbuatan korupsi dengan melakukan pemotongan dan menerima uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024.
“Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8.959.095.000,” ungkap Meyer.
Lanjut dia, dari Rp8,9 miliar lebih itu, RisnandarMahiwa menerima uang Rp2,9 miliar lebih.
Sementara terdakwa Indra Pomi Nasution menerima uang Rp2,4 miliar lebih.
Lalu Novin Karmila, menerima uang sejumlah Rp2 miliar lebih.
Satu lagi, Nugroho Dwi Putranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar, ternyata diketahui juga menerima aliran rasuah senilai Rp1,6 miliar.
JPU KPK menjelaskan modus operandi yang diduga dilakukan oleh para terdakwa.
“Korupsi terjadi rentang waktu Mei hingga Desember 2024, saat Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26.548.731.080,00 dan TU sebesar Rp11.244.940.854,00, dengan total keseluruhan mencapai Rp37.793.671.934,00,” jelas JPU KPK.
Setiap kali akan dilakukan pencairan GU maupun TU, Novin Karmila melaporkannya kepada Risnandar Mahiwa.
Selanjutnya, Risnandar meminta Indra Pomi Nasution untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Bahkan, Risnandar Mahiwa dan Indra Pomi Nasution disebut meminta Harianto selaku Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Kota Pekanbaru untuk memprioritaskan pencairan dana Sekretariat Daerah.
Hal ini dilakukan karena mereka telah mengetahui bahwa sebagian dana yang cair akan mereka terima.
Setelah pencairan dana, Novin Karmila mengarahkan Darmanto selaku bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan pemotongan dan menyerahkan uang tersebut kepadanya.
Kemudian, Novin Karmila mendistribusikan uang hasil pemotongan tersebut kepada RisnandarMahiwa, Indra Pomi Nasution, Nugroho Adi Triputranto serta sebagian untuk dirinya sendiri.
Uang yang dikorupsi para tersangka, dilakukan dalam beberapa waktu dan tempat.
Uang diterima oleh masing-masing terdakwa dalam beberapa kali transaksi, baik secara tunai maupun transfer.
Salah satu contohnya, Risnandar Mahiwa menerima uang tunai di Rumah Dinas Walikota Pekanbaru dalam beberapa kesempatan, serta menerima transfer dana untuk pembayaran jahit baju istrinya sebesar Rp158.495.000,00 yang juga bersumber dari dana GU dan TU.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK, terungkap pula rincian penerimaan uang haram oleh para terdakwa.
Terdakwa Risnandar Mahiwa selaku PJ Wali Kota Pekanbaru tercatat menerima total Rp2,9 miliar lebih, sejak Mei hingga November 2024.
Penerimaan tersebut meliputi beberapa kali penyerahan tunai di Rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru dari Novin Karmila, antara lain sebesar Rp53.900.000,00 pada Juni 2024, Rp500.000.000,00 pada Juli 2024, Rp250.000.000,00 pada Agustus 2024, dan total Rp650.000.000,00 dalam dua kali penyerahan pada September 2024.
Berikutnya Pada Oktober 2024, RisnandarMahiwa kembali menerima Rp300.000.000,00, dan pada November 2024 menerima total Rp1.000.000.000,00 dalam dua kali transaksi terkait pencairan TU.
Selain penerimaan tunai, Risnandar Mahiwa juga menerima transfer sebesar Rp158.495.000,00 untuk pembayaran jahit baju istrinya yang bersumber dari dana GU dan TU.
Sementara itu, Indra Pomi Nasution selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru diduga menerima total Rp2,4 miliar lebih, dalam periode yang sama.
Penerimaan tunai dari Novin Karmila di kantor Sekretariat Daerah terjadi beberapa kali, dengan rincian Rp590.000.000,00 dalam lima kali transaksi pada Juni 2024, Rp400.000.000,00 pada Juli 2024, Rp20.000.000,00 pada Agustus 2024, dan total Rp250.000.000,00 dalam dua kali transaksi pada September 2024.
Pada Oktober 2024, ia menerima Rp150.000.000,00, dan pada November 2024 menerima Rp1.000.000.000,00 di Rumah Dinas Wali Kota.
Selanjutnya, Novin Karmila sendiri tercatat menerima total Rp2 miliar lebih.
Di antaranya, penerimaan tunai di kantor Sekretariat Daerah meliputi Rp200.000.000,00 pada Juni 2024, Rp50.000.000,00 pada Juli 2024, total Rp104.000.000,00 dalam dua kali transaksi pada Agustus 2024, total Rp232.700.000,00 dalam tiga kali transaksi pada September 2024, Rp200.000.000,00 pada Oktober 2024, dan total Rp1.250.000.000,00 dalam tiga kali transaksi pada November 2024 yang bersumber dari TU.
Sedangkan Nugroho Adi Triputranto Alias Untung selaku Ajudan Risnandar Mahiwa diduga menerima total Rp1,6 miliar lebih.
Antara lain, penerimaan tunai dari Novin Karmilaterjadi di Rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru, dengan rincian Rp50.000.000,00 pada Juli 2024, total Rp200.000.000,00 dalam dua kali transaksi pada September 2024, Rp200.000.000,00 pada Oktober 2024, dan total Rp1.150.000.000,00 dalam tiga kali transaksi pada 29 November 2024 yang berasal dari dana TU.
JPU KPK menyimpulkan bahwa perbuatan para terdakwa telah melanggar hukum, seolah-olah Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara lain atau kas umum memiliki utang kepada mereka, padahal hal tersebut tidak benar.
Atas perbuatannya, Risnandar Mahiwa dan dua lainnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tak hanya melakukan korupsi berupa pemotongan anggaran, ketiga terdakwa juga melakukan gratifikasi.
Di mana Risnandar Mahiwa, menerima gratifikasi baik dalam bentuk uang maupun barang total Rp906 juta. Sementara Indra Pomi, total Rp1,2 miliar dan Novin Karmila sebesar Rp300 juta.
Terdakwa Risnandar Mahiwa, menerima sejumlah uang dan barang dari 8 pejabat ASN di lingkungan Pemko Pekanbaru dalam berbagai kesempatan.
Penerimaan tersebut dilakukan baik secara langsung maupun melalui perantara ajudan terdakwa.
Adapun rinciannya, pada Mei 2024, RisnandarRp5 juta dari Wendi Yuliasdi selaku Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Kebersihan Dinas LHK melalui Tengku Ahmad Reza Pahlevi selaku Sekretaris Dinas LHK.
Berlanjut pada Juni 2024, Risnandar Rp50 juta dari Mardiansyah selaku Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman melalui Mochammad Rifaldy Mathar selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Kemudian Juni - November 2024, terdakwa Risnandar menerima total Rp70 juta dan sebuah tas merek Bally senilai Rp8,5 dari Zulhelmi Arifin selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Berikutnya Juli - November 2024, terdakwa Risnandar menerima total Rp200 juta dari Yulianis selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Lalu, Juli - November 2024, terdakwa Risnandarkembali menerima total Rp80 juta dan dua kemeja senilai Rp2,5 juta dari Alek Kurniawan Kepala Badan Pendapatan Daerah melalui Nugroho Adi Putranto selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Kemudian, Agustus - November 2024, Risnandarmenerima total Rp350 juta dari Indra Pomi Nasution selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru melalui Mochammad Rifaldy selaku Ajudan PJ Wali Kota.
Berlanjut pada, Juni - September 2024, Risnandar menerima lagi total Rp40 juta dari Yuliarso selaku Kepala Dinas Perhubungan, sebagian melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung.
Terakhir, pada November 2024, Risnandarmenerima Rp100 juta dari Edward Riansyah selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Kemudian, Indra Pomi yang menjabat sebagai Sekda Pekanbaru, didakwa telah menerima sejumlah uang dari berbagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru selama periode Mei 2024 hingga November 2024.
Total uang yang diterima, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui ajudannya, Indra Putra Siregar, berjumlah Rp1,2 miliar lebih.
Penerimaan pertama tercatat dari Hariyadi Wiradinata, Kepala Bagian (Kabag) Umum Pemkot Pekanbaru, yang diserahkan melalui Indra Putra Siregar, dengan rincian Rp50.000.000,00 pada bulan Februari 2024, Rp50.000.000,00 pada bulan Maret 2024, dan Rp200.000.000,00 pada bulan April 2024, semuanya bertempat di Toko Baju Martin.
Selanjutnya, pada bulan Mei 2024, terdakwa menerima Rp100.000.000,00 secara tunai di Kantor DPRD Kota Pekanbaru, diikuti dengan penerimaan sebesar Rp200.000.000,00 pada bulan Juni 2024, Rp200.000.000,00 pada bulan Juli 2024, dan Rp200.000.000,00 pada bulan Agustus 2024, yang semuanya terjadi di Toko Baju Martin Sudirman, kecuali penerimaan bulan Agustus yang kembali bertempat di Toko Baju Martin.
Selain itu, pada bulan Maret 2024, Terdakwa juga menerima uang tunai sejumlah Rp5.000.000,00 dari Zulhelmi Arifin, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadis Perindag) Pemkot Pekanbaru, di Ruang Sekda Kota Pekanbaru.
Penerimaan lainnya berasal dari Yulianis, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Pekanbaru, berupa uang tunai Rp50.000.000,00 pada bulan Juni 2024 di Ruang Kerja Sekda Kota Pekanbaru, serta melalui Indra Putra Siregar sejumlah Rp20.000.000,00 pada bulan September 2024, Rp30.000.000,00 pada bulan Oktober 2024, dan Rp20.000.000,00 pada bulan November 2024, yang semuanya terjadi di Ruang Kerja Sekda Kota Pekanbaru.
Martin Manoluk, Kepala Bidang (Kabid) Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim), juga memberikan uang tunai kepada terdakwa sebesar Rp10.000.000,00 pada bulan Maret 2024, Rp10.000.000,00 pada bulan Juli 2024, dan Rp5.000.000,00 pada bulan Oktober 2024, yang semuanya bertempat di Kantor Sekda Kota Pekanbaru.
Sekitar tahun 2024, Alek Kurniawan, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemkot Pekanbaru, memberikan uang tunai sejumlah Rp10.000.000,00 di Kantor Sekda Kota Pekanbaru.
Pada bulan Agustus 2024, Zulfahmi Adrian, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP), menyerahkan uang tunai Rp5.000.000,00 di Ruang Sekda Kota Pekanbaru.
Terakhir, pada tanggal 18 November 2024, Yuliarso, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pemkot Pekanbaru, melalui Indra Putra Siregar, memberikan uang tunai sejumlah Rp50.000.000,00 di Kantor Sekda Kota Pekanbaru.
“Seluruh uang yang berjumlah Rp1.215.000.000,00 tersebut diterima oleh terdakwa tanpa pernah dilaporkan kepada KPK dalam waktu yang ditentukan, sehingga penerimaan ini dianggap sebagai gratifikasi yang tidak sah,” kata JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak.
Perbuatan terdakwa ini dianggap sebagai suap terkait jabatannya dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan negara yang bersih.
Berikutnya Novin Karmila, juga menerima gratifikasi. Nilainya yakni Rp300 juta.
Penerimaan gratifikasi terjadi pada tanggal 2 Desember 2024, bertempat di sebuah agen BRI Link yang berlokasi di Jalan Hangtuah, dekat SPBU Harapan Jaya, Kota Pekanbaru. Dalam dakwaan JPU KPK disebutkan bahwa Novin Karmila menerima uang tunai sejumlah Rp300 juta dari dua individu bernama Rafli Subma dan Ridho Subma.
Dana tersebut kemudian ditransfer ke rekening Bank BRI dengan nomor 017001003950568 atas nama Nadya Rovin Putri, yang merupakan anak dari Novin Karmila.
Penerimaan uang sebesar Rp300 juta ini pun tidak pernah dilaporkan oleh Novin Karmila kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah diterima.
(tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
Sidang Korupsi Eks Pj Wako Pekanbaru Risnandar Mahiwa CS, Ahli: Setiap Gratifikasi Pasti Ada Maksud |
![]() |
---|
7 FAKTA Putri Koruptor di Pekanbaru Nikmati Uang Haram: Pakai BMW, Beli Tas Mewah |
![]() |
---|
Masih Mahasiswa Pakai BMW dan Tas Branded, Gaya Hedon Anak Terdakwa Korupsi di Pekanbaru Disorot |
![]() |
---|
Gaya Hidup Anak Terdakwa Kasus Korupsi di Pekanbaru, Ganti Mobil Mewah Dengan Alasan Kependekan |
![]() |
---|
Istri Ajudan Eks Pj Wako Pekanbaru Ngaku Beli Tas Mewah dari Jual 2 Ekor Kambing, Bukan dari Suami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.