Perambahan Hutan di TNTN

DPRD Riau Minta Satgas PKH Buka Semua Data Pemodal dan Pemilik Lahan di TNTN ke Publik

Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, mengapresiasi langkah kinerja Satgas PKH menangani kawasan TNTN.

Penulis: Nasuha Nasution | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Nasuha Nasution
TNTN - Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri meminta Satgas PKH membuka data secara rinci kepada publik. Dari puluhan ribu hektare kawasan hutan TNTN yang dikuasai secara haram itu, harus dipilah dan dipublikasikan secara terbuka. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, mengapresiasi langkah kinerja Satuan Tugas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dinilainya sudah melakukan upaya penanganan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo(TNTN).

Namun menurut Edi, ada hal krusial yang hingga kini belum dijalankan Satgas, yakni aspek transparansi dan akuntabilitas data pemilik lahan dan perusahaan yang melakukan aktivitas di lokasi terlarang tersebut.

"Rakyat berhak tahu apa yang sedang dikerjakan negara dalam penertiban kawasan hutan yang selama ini dikuasai secara ilegal," tegas Edi Basri, Jumat (27/6/2025).

Ia meminta Satgas PKH membuka data secara rinci kepada publik. Dari puluhan ribu hektare kawasan hutan yang dikuasai secara haram itu, harus dipilah dan dipublikasikan secara terbuka.

"Sebutkan jumlahnya, lokasi detailnya, siapa yang menguasai, nama perusahaannya, siapa pemiliknya, siapa pemodalnya, bahkan siapa pesuruh lapangannya," ujar Edi.

Edi menekankan, keterbukaan ini sangat penting agar masyarakat ikut mengawasi proses penertiban tersebut.

Ia menilai selama ini publik hanya diberi informasi umum, tanpa ada data konkret yang bisa diakses secara luas.

"Kalau transparan, kita bisa tahu mana yang sungguh-sungguh mau dibereskan dan mana yang hanya jadi kamuflase," tambahnya.

Politisi dari Partai Gerindra itu juga menyoroti praktik pembiaran yang terjadi selama bertahun-tahun dalam kasus penguasaan kawasan hutan. Ia mencontohkan kasus PT Duta Palma yang selama ini dianggap kebal hukum. 

"Kalau tidak ada pembiaran, tidak mungkin mereka bisa beroperasi begitu lama. Dan kalau tidak ada yang membekingi, siapa yang berani? Ini yang harus diusut juga," tegasnya.

Menurutnya, pembiaran selama bertahun-tahun ini bukan semata-mata kelalaian, tapi patut dicurigai ada permainan kekuasaan dan uang di dalamnya.

"Yang namanya beking itu pasti ada kepentingan. Kalau tidak ada duitnya, mana mau orang beking-beking begitu saja. Ini yang harus dibongkar, siapa yang terlibat, sampai ke akar-akarnya," jelas Edi.

Edi menuntut agar kasus-kasus penguasaan kawasan hutan secara ilegal tidak hanya diselesaikan dengan pendekatan administratif, tapi juga hukum. 

Ia mendesak aparat penegak hukum untuk tidak ragu menindak pihak-pihak yang terbukti terlibat, termasuk pejabat atau oknum yang selama ini ikut bermain di belakang layar.

"Ini momentum membersihkan Riau dari mafia tanah dan hutan. Jangan disia-siakan. Kalau Satgas PKH tidak transparan dan akuntabel, lebih baik dibubarkan saja. Rakyat butuh keadilan, bukan sekadar laporan tahunan," jelasnya.

(tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved