Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Lipsus Skandal Pungli RSD Madani

Saatnya Pemerintah dan Aparat Bertindak atas Pengakuan THL Soal Pungli di RSD Madani Pekanbaru

Pakar: Pengakuan beberapa THL di RSD Madani kepada Wali Kota Pekanbaru mengenai adanya praktik Pungli jangan dianggap remeh.

Penulis: Alex | Editor: Ariestia
Foto/Ist
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Riau, Zulwisman 

Oleh: Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Riau, Zulwisman

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pengakuan beberapa Tenaga Harian Lepas (THL) di RSD Madani kepada Wali Kota Pekanbaru mengenai adanya praktik pungutan liar demi bisa diterima bekerja di rumah sakit milik pemerintah, bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. 

Ini bukan sekadar isu internal, melainkan cerminan dari praktik-praktik maladministrasi yang berpotensi melanggar hukum, merusak tata kelola pemerintahan, dan mencederai prinsip meritokrasi dalam birokrasi.

Dalam perspektif hukum pidana, pengakuan adanya pembayaran kepada oknum demi mendapatkan pekerjaan termasuk indikasi awal terjadinya tindak pidana suap atau gratifikasi yang tidak sah.

Baca juga: Skandal Pungli di RSD Madani Pekanbaru, Ada THL Harus Bayar Rp 40 Juta ke Oknum Supaya Bisa Kerja

Baca juga: Diduga Terlibat Pungli Perekrutan THL di RSD Madani Pekanbaru, Dua Oknum ASN Pemko Terancam Non Job

Meskipun tidak ada pelaporan resmi dari pihak korban, dalam konteks ini para THL sendiri telah menyampaikan langsung informasi tersebut kepada kepala daerah.

Hal itu bisa dikategorikan sebagai delik umum, yakni tindak pidana yang dapat ditindaklanjuti tanpa harus menunggu laporan dari korban.

Dengan demikian, aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian maupun kejaksaan, dapat menggunakan pengakuan tersebut sebagai pijakan awal untuk melakukan penyelidikan.

Terlebih jika pengakuan tersebut disampaikan secara terbuka dan diketahui oleh pejabat publik, dalam hal ini Wali Kota, maka secara normatif kepala daerah berkewajiban menyampaikan informasi itu kepada aparat hukum sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi.

Langkah cepat dan transparan sangat diperlukan untuk menghindari persepsi pembiaran atau keterlibatan sistemik.

Wali Kota tidak bisa hanya sebatas menerima laporan atau pengakuan secara lisan, tetapi harus menindaklanjuti dengan membentuk tim investigasi independen atau melaporkan temuan tersebut kepada Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum.

Diamnya kepala daerah atas pengakuan seperti ini justru bisa menyeretnya ke dalam pusaran ketidakpercayaan publik.

Dari sudut pandang etika pemerintahan, praktik pembayaran untuk memperoleh posisi kerja di lembaga publik jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan pelayanan publik yang bersih.

THL yang diterima bukan berdasarkan kompetensi, melainkan karena uang, dapat melemahkan kualitas pelayanan rumah sakit dan merusak semangat profesionalisme.

Kasus ini juga harus dijadikan momentum oleh Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi menyeluruh sistem perekrutan THL di semua instansi, tidak hanya RSUD Madani.

Harus ada reformasi dalam mekanisme penerimaan pegawai non-ASN yang lebih akuntabel, terbuka, dan berbasis sistem digital guna meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved