Berita Riau

Menjaga Nyawa di Puskesmas Reyot, Pelayanan Kesehatan Kuala Selat Inhil Terancam Abrasi

Puskesmas Pembantu (satu-satunya fasilitas kesehatan di pesisir Desa Kuala Selat, Inhil, Riau terancam hancur

|
Penulis: Syaiful Misgio | Editor: Theo Rizky
Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgio
TERANCAM ABRASI - Puskesmas Pembantu (satu-satunya fasilitas kesehatan di pesisir Desa Kuala Selat, Inhil, Riau terancam hancur akibat abrasi. 

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Sri Sadono Mulyanto, mengaku telah menerima laporan terkait kondisi Puskesmas Pembantu di Kuala Selat yang sudah tidak layak digunakan.

“Saya sudah mendapat laporan tentang kondisi Pustu Kuala Selat. Memang secara fisik bangunannya tidak memenuhi standar lagi. Kami dari Dinas Kesehatan akan mengkaji ulang usulan relokasi yang telah diajukan dan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar ada percepatan solusi,” ujarnya.

Ibeng menambahkan bahwa pemerintah provinsi tidak menutup mata terhadap situasi para tenaga kesehatan di daerah terpencil.

Namun, proses birokrasi, ketersediaan anggaran, dan prioritas pembangunan kadang menjadi kendala.

Apalagi saat ini Pemprov Riau memang sedang mengalami defisit anggaran yang cukup besar.

“Yang jelas, kita tidak akan membiarkan pengabdian seperti Fauzi ini berjalan sendiri tanpa dukungan. Kita akan perjuangkan agar fasilitas kesehatan di sana dapat diperbaiki atau direlokasi sesuai kebutuhan, termasuk memperhatikan kesejahteraan tenaga medisnya,” tegas Ibeng.

Ancaman Serius

Desa Kuala Selat, Kecamatan Kateman, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, menghadapi ancaman serius dari krisis iklim. 

Abrasi pesisir yang kian menggila telah menggerus lebih dari satu kilometer daratan, rumah hilang, kebun kelapa rusak, dan warga perlahan kehilangan pijakan hidupnya.

Abrasi tak hanya menggerus tanah, tapi juga harapan. Barisan pohon kelapa yang dulu menjadi tumpuan ekonomi warga kini tampak gundul dan tak berbuah. 

Sekitar 2.000 hektar kebun kelapa di sisi utara desa rusak total, tak ada lagi yang bisa dipanen. Sebanyak 144 keluarga petani kehilangan mata pencarian, dan sebagian dari mereka memilih meninggalkan desa.

Petani yang tersisa bertahan mengais rezeki dari sekitar 3.000 hektar kebun kelapa di bagian selatan desa yang masih bisa digarap. Tapi kondisinya juga kian terancam. 

Tanggul darurat hanya 30 meter dari laut dan sudah bocor. Intrusi air asin membuat tanah tak lagi subur, buah mengecil, bahkan air kelapa pun tak layak konsumsi.

Musim angin utara kini menjadi momok. Setiap kali datang antara Desember hingga Februari, warga harus bersiap menghadapi ombak besar. 

Banyak yang telah berkali-kali mengungsi dan pindah rumah, berharap tanah baru lebih aman, walau tak ada jaminan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved