Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Viral

Super Tega, Ayah dan Ibu Habisi Anaknya yang Berusia 4 tahun, Alasannya Ngomong Anaknya Kasar

Katanya gara-gara anak berkata kasar. Ibu dan ayah ini tega habisi anaknya itu. Tetangga sampai tak habis pikir

Editor: Budi Rahmat
Tribun Jabar
ORTU BUNUH ANAK - Kata kasar, itu;ah yang disebut jadi pemicu ayah dan ibu kandung bunuh anaknya yang berumur 4 tahun di Tangsel 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kisah pilu bocah berusia 4 tahun di Ciputa Tangerang Selatan. ia tewas ditangan ayah dan ibu kandungnya.

Dan yang menjadikan kabar tewasnya korban kian bikin geram adalah, pelaku mengaku jika korban berkata kasar.

Pertanyaan publik adalah kata-kata kasar seepetti apa yang bikin emosi kian tak terkendali.

Korban hanya anak 4 tahun yang secara lierasi dan pembendaharaan kata saja belum mumpuni. Lantas , ayah dan ibunya emosi karena kata kasar.

Baca juga: ART Rekam Ibu Majikan saat Tak Berbusana, Mengaku Disuruh Pacar, Kalau Tidak Video Pornonyo Disebar

Inilah yang bikin kasus ini benar-benar menyayat nurani dan dipertanyakan psikologis kedua pelaku ini.

Ya, warga di Tangerang Selatan tentu saja sudah mengetahui pembunuhan anak 4 tahun oleh ayah dan ibunya sendiri.

Aapa sebenarnya yang terjadi ?

Ya, sunggguh tragis nasib balita empat tahun di Ciputa, Tangerang Selatan.

Balita inisial MA itu  meninggal dunia di sebuah rumah sakit dengan luka lebam di tubuhnya.

Dan ternyata yang menganiaya MA hingga meninggal adalah ayah dan ibu kandungnya.

Tentu saja kejadian  ini menggemparkan publik.

Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang mengungkapkan bahwa pelaku yang menewaskan balita itu kedua orang tua korban, sang ayah berinisial AAY dan ibunya berinisial FT.

Kini orangtua korban itu pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan fisik terhadap MA, anak kandungnya sendiri. 

"Aay (ayah korban) dan MA (ibu korban) telah kami jadikan tersangka," ujar Victor saat ditemui di Polres Tangsel, Serpong, Jumat (8/8/2025).

Victor menambahkan peristiwa tersebut bermula ketika korban, diduga mengucapkan kata-kata kasar kepada orang tuanya, sehingga memicu emosi sang ayah.

Baca juga: Rezan Berjalan sambil Gendong Anak, Tubuhnya Bersimbah Darah, Ia Mengaku Baru Saja Habisi Istrinya

“Akibat emosi yang tidak terkendali, AAY kemudian melakukan tindak kekerasan fisik terhadap anak tersebut,” ujar Victor.

Dalam kasus ini, pihak kepolisian juga menetapkan FT, yang merupakan ibu dari korban, sebagai tersangka kedua. 

Namun, FT tidak ditahan dengan pertimbangan kemanusiaan.

“Kami tidak melakukan penahanan terhadap ibu korban karena yang bersangkutan masih memiliki anak berusia 1,5 tahun yang membutuhkan pengasuhan langsung,” ungkap Victor.

Di lokasi berbeda, Priyanti, tetangga pelaku, mengungkap keseharian keluarga pelaku dan korban.

Pasangan suami istri tersebut dikenal tertutup dan jarang bergaul dengan tetangga.

Selama ini, mereka hanya terlihat berangkat pagi dan pulang malam.

"Kami jarang sekali bertemu. Mereka berangkat pagi, pulang malam, kadang-kadang sampai jam 10 atau 11 malam, seringnya kami sudah pulang lebih dulu," ujar Priyanti.

"Semuanya (pergi) pas mereka berangkat kerja," imbuhnya.

Menurut Priyanti, ibu dari korban jarang bersosialisasi dengan tetangga. Ia dikenal tertutup dan hanya terlihat saat berangkat dan pulang kerja.

"Enggak pernah keluar, cuma berangkat kerja dan pulang saja. Nggak pernah bergaul sama warga," ungkapnya.

Berbeda dengan sang istri, suami korban kadang masih terlihat berinteraksi singkat dengan beberapa tetangga, termasuk dengan suaminya.

Priyanti mengatakan tangis anak yang kerap terdengar dari dalam rumah sempat membuat warga curiga dan mengetuk pintu, namun selalu mendapat jawaban singkat dan menenangkan. 

“Kalau bocah nangis, paling dijawab, ‘nggak apa-apa, bude, nangis aja’,”kata Priyanti.

Lebih lanjut, Priyanti mengaku baru mengetahui kabar meninggalnya bocah malang itu setelah pelaku menelepon, menyampaikan bahwa anaknya meninggal di rumah sakit dan meminta izin untuk memulangkan jenazah ke kontrakan.

Baca juga: Petugas Damkar Berhasil Dapatkan Hape Perselingkuhan yang Dibuang ke Danau, Cewek Ini Sumringah

"Awal mulanya dia nelpon ke sini, bilang, 'Anak saya meninggal di rumah sakit, boleh nggak dibawa pulang'," ujar Priyanti 

Menurutnya, warga sempat mengizinkan, meskipun belum tahu secara pasti apa yang terjadi. Mereka pun menunggu hingga pukul satu dini hari, namun jenazah tak kunjung datang. 

Namun, bukannya jenazah yang tiba, tak lama kemudian justru polisi yang datang. Dari situlah terungkap fakta bahwa korban diduga meninggal akibat dianiaya oleh ayahnya sendiri.

"Ditunggu-tunggu sampai jam satu, eh, malah tiba-tiba polisi yang datang," lanjutnya.

Saat tiba di lokasi, polisi langsung menyampaikan bahwa telah terjadi dugaan pembunuhan. 

"Polisi bilang, 'Di sini tadi ada bapak-bapak Batak nggak?' Terus bilang, 'Di sini ada pembunuh.' Kaget dong, kami semua langsung tanya, siapa yang dibunuh? Ternyata anaknya sendiri," tutup Priyanti.

Mengantisipasi penganiayaan pada anak adalah tanggung jawab besar yang memerlukan perhatian, komunikasi, dan tindakan nyata dari orang tua serta lingkungan sekitar. Berikut beberapa langkah penting yang bisa dilakukan:

1. Bangun Komunikasi Terbuka
Luangkan waktu untuk berbicara dengan anak setiap hari.

Tanyakan bagaimana harinya, apa yang membuatnya senang atau sedih.

Anak yang merasa didengar lebih mungkin untuk melaporkan hal yang tidak nyaman.

2. Kenali Tanda-Tanda Kekerasan
Perubahan perilaku seperti menjadi pendiam, takut, atau agresif.

Luka fisik yang tidak bisa dijelaskan.

Penurunan prestasi atau enggan pergi ke sekolah.

3. Edukasi Anak Tentang Batasan dan Hak
Ajarkan anak bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri.

Beri tahu bahwa mereka berhak berkata “tidak” dan melapor jika merasa tidak nyaman.

4. Ciptakan Lingkungan Rumah yang Aman
Hindari kekerasan verbal atau fisik di rumah.

Jadilah teladan dalam menyelesaikan konflik secara sehat dan penuh empati.

5. Libatkan Sekolah dan Komunitas
Pastikan sekolah memiliki kebijakan anti-kekerasan dan saluran pelaporan yang jelas.

Ikut serta dalam kegiatan komunitas yang mendukung perlindungan anak.

6. Ajarkan Pengendalian Emosi dan Asertivitas
Anak yang mampu mengungkapkan perasaan secara sehat lebih kecil kemungkinannya menjadi korban atau pelaku kekerasan.

Untuk penjelasan lebih lengkap dan tips praktis lainnya, kamu bisa baca di Popmama tentang cara mencegah kekerasan pada anak atau artikel Merdeka tentang perlindungan anak dari perundungan. (*)

Sumber : Tribun Jabar

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved