Gelar Adat Panglimo Sati untuk Gubernur Riau, Pengakuan Masyarakat Kuansing atas Komitmen Lingkungan

Gubernur Riau Abdul Wahid menerima gelar kehormatan sebagai Datuk Panglimo Sati Indragiri dari LAN Kabupaten Kuantan Singingi.

Penulis: Nasuha Nasution | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono
GELAR ADAT - Gubernur Riau Abdul Wahid resmi menerima gelar kehormatan adat sebagai Datuk Panglimo Sati Indragiri dari Lembaga Adat Nogori (LAN) Kabupaten Kuantan Singingi di Gedung Abdul Rauf, Teluk Kuantan, Kuansing, Minggu (24/8/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KUANSING – Suasana khidmat menyelimuti Gedung Abdul Rauf, Teluk Kuantan, Minggu (24/8/2025).

Di hadapan para datuk penghulu dan tokoh masyarakat adat, Gubernur Riau Abdul Wahid resmi menerima gelar kehormatan adat sebagai Datuk Panglimo Sati Indragiri dari Lembaga Adat Nogori (LAN) Kabupaten Kuantan Singingi.

Penganugerahan gelar ini bukan sekadar seremoni adat, tetapi juga bentuk penghargaan mendalam dari masyarakat Kuansing atas kiprah Gubri dalam menjaga budaya sekaligus memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup.

Prosesi sakral dimulai dengan pemasangan tanjak oleh Ketua Umum LAN Kuansing, Datuk Panglimo Dalam Dr. H. Suhardiman Amby, MM, yang didampingi Ketua Harian LAN, Datuk Simarajo Dinardin. 

Setelah itu, disusul penyerahan piagam pengukuhan, ritual tepuk tepung tawar, hingga doa bersama. Kehadiran para datuk penghulu se-Kuansing kian menegaskan bahwa gelar ini memiliki legitimasi penuh dari masyarakat adat.

Dalam sambutannya, Gubri Abdul Wahid menegaskan bahwa gelar Datuk Panglimo Sati Indragiri bukan sekadar kehormatan, melainkan amanah yang harus dijaga.

“Setiap gelar adat mengandung harapan, setiap tabalan menyimpan petuah. Gelar ini adalah pengingat bagi saya untuk menjaga marwah negeri, memimpin dengan adil, dan menjaga amanah rakyat serta lingkungan,” ujarnya.

Wahid menekankan, Kuansing adalah tanah yang subur, kaya tradisi, dan masyarakatnya hidup berdampingan dengan alam. Menurutnya, kesejahteraan harus diperoleh tanpa merusak hutan, mencemari sungai, ataupun mengusir satwa dari habitatnya.

“Kami ingin masyarakat sejahtera dari alam, bukan dengan merusak alam. Orang Melayu hidup berdampingan dengan hutan, sungai, dan tanah yang diberkahi,” tegasnya.

Gubri juga menyinggung persoalan serius di Kuansing, yakni maraknya praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang merusak lingkungan. Ia menegaskan, Pemprov Riau berkomitmen menertibkan aktivitas tersebut.

“Kami tidak ingin Sungai Kuantan dan Indragiri tercemar air raksa, tidak ingin habitat ikan dan satwa rusak, dan tidak ingin masyarakat hilir menanggung pencemaran. Penertiban PETI harus dilakukan, tapi tidak dengan mematikan usaha rakyat. Karena itu kami menyiapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat tetap bisa menambang dengan aturan jelas dan ramah lingkungan,” jelas Wahid.

Ia juga mengapresiasi sinergi dengan aparat penegak hukum, yang telah membantu mengembalikan kejernihan Sungai Kuantan. 

“Ini berkah bersama berkat kerja sama dengan Kapolda, Danrem, Kejati, sehingga sungai kembali jernih,” tambahnya.

Sementara Ketua Umum LAN Kuansing, Datuk Panglimo Dalam Suhardiman Amby, menyebut gelar adat ini merupakan pengakuan sekaligus harapan besar masyarakat Kuansing.

“Pengukuhan ini menjadi momentum memperkuat sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten, dan masyarakat adat. Kita melihat sendiri Sungai Kuantan yang kini jernih, bukti komitmen Gubernur dalam menjaga sungai, tempat tradisi pacu jalur digelar,” katanya.

Prosesi ini turut disaksikan Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat, Ketua DPRD Kuansing H. Juprizal SE, MSI, jajaran Forkopimda Kuansing, serta para datuk penghulu se-Kuansing. (Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono)
 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved