Reni menceritakan, setelah keluarganya pindah ke Purwakarta, ibunya memang sering sakit-sakitan.
Walaupun Reni selalu berusaha mengingatkan ibunya untuk pergi ke Dokter, namun jarang digubris oleh ibunya lantaran sibuk dengan aktivitasnya sehari-sehari.
Ibunya adalah sosok pekerja keras dan ulet, demi menghidupi keempat orang anaknya dia rela banting tulang.
Pekerjaan sehari-harinya adalah berjualan kelontongan, sayur-sayuran, buka pengisian air galon, dan membuka jasa bengkel.
Setiap dini hari ibunya selalu sibuk pergi belanja ke pasar, terkadang ibunya pun turun tangan untuk memperbaiki mobil truk besar sekalipun di bengkel.
Tak heran jika ibunya pun sering sakit-sakitan.
Sebelumnya, ibu dari Reni sempat mengalami sakit ambeyen dan turun peranakan.
"Dari situlah perjalanan mamah berlangsung sampai akhirnya memang kanker otak," cerita Reni yang matanya nampak berkaca-kaca menahan air mata agar tidak menetes.
Sejak di tingkat satu Reni berkuliah, dia telah mengkhawatirkan kondisi ibunya, dan dia pun terpaksa bolak-balik menempuh perjalanan Purwakarta-Bandung sambil berkuliah.
Hingga suatu saat keadaan ibunya memburuk, Reni diberi kabar dari neneknya yang datang dari Medan untuk segera pulang melihat kondisi ibunya.
Sontak Reni pun kaget dan khawatir, ternyata kondisi ibunya tambah parah.
Reni melihat kondisi ibunya terkapar dengan tangannya yang kejang.
Dengan berusaha keras Reni membawa ibunya ke dokter, namun yang terjadi, dia mendapatkan kabar yang tidak pernah dia sangka, bahwa hidup ibunya hanya tinggal bertahan 3 bulan lagi.
Reni menceritakan hal itu sambil menitikan air mata terjatuh dengan deras, sesekali Reni menyapunya dengan kedua tangannya.
Sambil membesarkan hati, Reni berusaha tegar dan terus melanjutkan ceritanya.