Pada tahun 2006, kucingnya kian banyak. Ia akhirnya mendirikan toko kucing dengan modal sendiri.
Namun bisnisnya tidak mulus dan hanya bertahan sekitar tiga tahun. Persaingan bisnis toko kucing sangat ketat. Hingga akhirnya toko tersebut ditutup pada tahun 2009.
Kendati bisnis toko tutup, Violetta tetap hidup bersama kucingnya. Ia mengembangkan Violetta Rescue bentukannya.
Ia semakin gencar berburu kucing yang bernasib kurang beruntung, terutama di jalanan. Kucingnya terus bertambah.
"Suami saya juga sangat mendukung. Bahkan ikut rescue (penyelamatan)," kata Violetta.
Di samping menampung di rumahnya, ia juga menjalankan Trap Neuter Release (TNR). Kucing ditangkap, lalu dirawat sampai steril dan dilepas kembali.
Menurut Violetta, banyak majikan yang sengaja membuang kucing secara sengaja. Mirisnya, ia sering menemukan kucing itu di depan rumah.
"Pas pagi-pagi bangun tidur, ada kucing di depan rumah. Kayaknya sengaja dibuang," imbuhnya.
Violetta memberikan kucing secara cuma-cuma kepada calon majikan yang ingin mengadopsi. Namun ia beberapa kali dibuat kecewa.
Kucing yang kondisinya sehat, menjadi kurang terawat sejak bersama majikan barunya. Ada juga yang mengembalikannya.
Sehingga Violetta menggagas ide melegalisasi adopsi. Ia meminta bantuan temannya seorang Notaris. Adopsi diaktekan.
"Saya lebih melihat kelayakan calon pengadopsi. Disurvei dulu, diwawancara. Bagi yang berkeluarga, saya nggak ngasih," jelasnya.
Violetta ingin mencari pengadopsi yang berkomitmen. Ia harus memastikan pengadopsi mampu dan bersedia merawat kucing minimal setara dengan standar perawatannya.
Bahkan kalau bisa, di atas standarnya.
"Saya kasih obat cacing dan obat kutu sekali tiga bulan. Sakit bawa ke dokter. Setahun sekali vaksin rutin. Pakan berkualitas," ujar Violetta. (*)