TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, menetapkan eks Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau, Syahril Abu Bakar dan bendaharanya, Rambun Pamenan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Rp 1 miliar lebih.
Kedua tersangka menggunakan dana hibah tersebut, untuk kepentingan pribadi.
Modusnya membuat, nota pembelian fiktif yaitu mengubah, meniru, dan dibuat palsu.
Selanjutnya, dilakukan pembelian barang dengan mark up harga dan terdapat kegiatan/program yang fiktif.
Baca juga: Breaking News: Eks Ketua dan Bendahara PMI Riau Ditetapkan Tersangka Korupsi Dana Hibah Rp 1 Miliar
Baca juga: Syahril Abu Bakar Mangkir Saat Penetapan Tersangka Korupsi Dana Hibah PMI Riau, Satu Ditahan
Keduanya diumumkan sebagai tersangka pada Senin (9/12/2024), bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah menyebut, awalnya Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan, dipanggil secara patut oleh jaksa penyidik untuk diperiksa, masih dalam statusnya sebagai saksi.
Namun, Syahril memilih mangkir dari panggilan penyidik. Hanya Rambun Pamenan yang hadir di Kejati Riau.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, status keduanya pun dinaikkan sebagai tersangka.
“Terhadap SAB (Syahril Abu Bakar, red) akan dilakukan pemanggilan sebagai tersangka," tegas Zikrullah.
Kasi Penkum, mengungkap modus korupsi yang dilakukan oleh tersangka.
Pada awalnya diungkapkan dia, PMI Riau pada tahun 2019-2022 mendapat dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) setiap tahunnya.
Dana hibah tersebut dipergunakan untuk mendanai program atau kegiatan PMI Riau sesuai dengan rencana penggunaan belanja hibah / proposal yang diajukan oleh PMI Riau yang kemudian dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), dengan rincian, belanja rutin, belanja barang, biaya pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, belanja publikasi, biaya pembinaan dan pengembangan organisasi, biaya operasional kendaraan, dan belanja BBM.
Adapun total dana hibah yang didapatkan PMI Riau selama tahun anggaran itu mencapai Rp 6,15 miliar.
Namun, kedua tersangka menggunakan dana hibah tersebut, untuk kepentingan pribadinya dan tidak sesuai peruntukannya.
Untuk mengelabui pertanggungjawaban, tersangka Rambun Pamenan membuat, nota pembelian fiktif yaitu mengubah, meniru, dan dibuat palsu.
Selanjutnya, dilakukan pembelian barang dengan mark up harga dan terdapat kegiatan/program yang fiktif.
“Selain itu ada pemotongan sebagian dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, seperti pembayaran gaji pengurus/gaji staffmarkas atas nama orang-orang yang namanya dicatut padahal tidak ada bekerja sebagai pengurus maupun sebagai staf markas," ujar Zikrullah.
Akibat dari perbuatan kedua tersangka, terdapat kerugian keuangan daerah berdasarkan hasil audit perhitungan oleh Tim BPKP Perwakilan Provinsi Riau sebesar Rp 1.112.247.282.
Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Riau, Rini Hartatie mengungkap, untuk tersangka Rambun Pamenan akan ditahan dengan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbar. Ia ditahan selama 20 hari ke depan.
Terhitung mulai hari ini, Senin, 9 Desember hingga 28 Desember 2024.
“Kejaksaan dalam hal ini secara terbuka melakukan penanganan perkara dengan akuntabel dan transparan,” kata Rini Hartatie, Senin petang.
Dana hibah ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau, tahun anggaran 2019-2022.
Dalam proses penyidikan, jaksa berupaya mengumpulkan alat bukti. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi terkait.
Sejauh ini, jumlah saksi yang diperiksa sudah mencapai puluhan orang. Sebagian besar saksi yang diperiksa ini, berasal dari pihak PMI dan juga pemerintah provinsi Riau. Proses pemeriksaan saksi masih akan terus berlanjut.
Berdasarkan informasi, penyidik sudah memeriksa sebanyak 99 orang saksi. Serta mengumpulkan alat bukti berupa 458 surat atau dokumen. ( tribunpekanbaru.com /Rizky Armanda)