Berita Viral

Mahfud MD ungkap Bahaya yang Mengerikan jika Sejarah Indonesia Ditulis Ulang

Editor: Budi Rahmat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TULIS ULANG SEJARAH - Mahfud MD sebut bahaynya jika sejarah ditulis ulang

"Ya menurut saya saya tahun 1998 saya sudah jadi dosen. Jadi, logika saya mengatakan memang terjadi peristiwa pelanggaran HAM di tahun 1998 itu. Dan kemudian sebelum Komnas HAM menentukan itu kan ada TGPF. Di mana di situ ada Hermawan Sulistyo atau Kiki. Itu dia bicara ada pelanggaran itu," jelas Mahfud.

Baca juga: LUAR BIASA, 25 Wakil Menteri Ini Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Sebulan Segini Gaji yang Diterima

Mahfud menambahkan bahwa ada kesaksian langsung dari korban kekerasan seksual yang tak bisa diabaikan. 

"Kalau itu ada, bahkan ada orang yang seorang tokoh yang terkenal sekali ketika dia trauma karena istri dan anaknya diperkosa di depan dia. Ya kan? Dia pergi ke Amerika Serikat, sudah pulang ke Indonesia, dia cerita. Kalau saya lihat dengan mata kembali karena anak dia dan istri dia," kata dia.

Dia menegaskan bahwa pelanggaran HAM berat sudah ditetapkan sebagai fakta hukum oleh Komnas HAM berdasarkan mandat undang-undang. 

"Enggak bisa dihapus. Hapus dalam buku, besok akan ditulis orang lagi. Dalam sejarah yang berbeda. Sekarang malah menjadi kontroversi ini,” katanya.

Mahfud juga menyinggung bahwa penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM sudah mendapat pengakuan internasional. 

"Itu kemudian mendapat penghargaan dari BBB, kan. Dengan menyebut, menghargai, mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo dari Indonesia. Dan para korban mengapresiasi," kata dia.

Dia mengingatkan bahwa sejarah pelanggaran HAM tidak bisa dihapus begitu saja.

"Sejarahnya tidak bisa dihapus. Tetapi mungkin pengadilannya bisa diperbaiki," tambahnya.

Mahfud menilai pemerintah sebaiknya tidak menghapus atau mengabaikan fakta-fakta sejarah yang sudah dibuktikan secara hukum.

Pakar hukum tata negara ini menyadari memang terdapat kesulitan untuk membuktikan pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu di hadapan pengadilan. Karena proses pembuktian yang harus kuat dan jelas. Namun, Mahfud menyarankan kejujuran dalam menghadapi kenyataan sejarah.

“Biarkan sejarawan menulis sendiri. Orang bisa analisis sendiri," tandas Mahfud.

Sebelumnya, Fadli Zon memberikan klarifikasi terkait pernyataannya soal kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. 

Fadli menilai bahwa istilah “perkosaan massal” membutuhkan verifikasi fakta yang lebih kuat.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini," kata Fadli Zon melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

Halaman
123

Berita Terkini