Selain tenaga surya, potensi EBT Riau lainnya berasal dari bioenergi atau biomassa sebesar 10,4 GW, energi ombak atau wave energy sebesar 2,0 GW, serta potensi lainnya dari pembangkit tenaga air atau hydropower, angin atau wind farm, dan panas bumi atau geothermal.
Hendro menuturkan dalam jangka menengah 2–3 tahun ke depan, pihaknya akan membangun jaringan interkoneksi kelistrikan dari Riau ke Kepulauan Riau (Kepri).
"Rencana kami adalah menyambungkan jaringan kelistrikan dari Sei Pakning ke Bengkalis, lalu dari Siak ke Selatpanjang, dan diteruskan ke Karimun di Kepri. Sehingga sistem kelistrikan di wilayah Sumatra bagian tengah dapat saling mendukung lewat jaringan backbone 500 kV," paparnya.
Di tengah upaya transisi ke EBT, PLN juga tetap mengoptimalkan pembangkit eksisting berbasis fosil melalui penurunan emisi. Salah satunya dengan skema cofiring di PLTU, yaitu mengganti sebagian batubara dengan bahan biomassa seperti cangkang sawit.
“Kami terus melakukan studi agar PLTU bisa dilengkapi teknologi carbon capture storage (CCS), agar emisi karbon bisa ditangkap dan disimpan kembali ke bumi. Targetnya, hingga 99% emisi bisa dikendalikan,” ujar Hendro.
Dia juga menambahkan bahwa tren global bahkan sudah ada yang menggunakan cofiring hingga 100% tanpa batubara.
Hendro menambahkan melalui kegiatan Editor’s Circle, PLN UIP Sumbagteng mengajak insan pers di Riau untuk terus mengawal dan menyampaikan perkembangan pembangunan infrastruktur kelistrikan nasional.
“Kami mengapresiasi peran media yang selama ini telah mendukung semangat kami dalam membangun ketenagalistrikan Indonesia, khususnya di wilayah Sumatra bagian tengah.
Harapan kami, kolaborasi ini bisa mencerdaskan masyarakat dan menjadi inspirasi dalam menyukseskan Proyek Strategis Nasional (PSN) bidang energi,” pungkasnya.
(TRIBUNPEKANBARU.COM)