TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU- Fenomena Gepeng serta keberadaan Pak Ogah, yang semakin menjamur di berbagai sudut Kota Pekanbaru, sudah menjadi pemandangan biasa bagi masyarakat.
Padahal, keberadaan mereka ini sudah berkali-kali ditertibkan. Namun keesokannya, kembali beroperasi. Hal ini lah yang disorot DPRD Pekanbaru.
Kondisi ini dinilai legislator, karena Pemko melalui OPD terkait, terkesan cuek dan tidak serius dalam melakukan penertiban.
Padahal, keberadaan gepeng dan Pak Ogah di u-turn, persimpangan jalan, lampu merah, serta tempat-tempat strategis lainnya menimbulkan keresahan warga. Selain mengganggu kenyamanan, kehadiran mereka juga dinilai membahayakan pengguna jalan.
“Ini bukan persoalan baru, tapi terus dibiarkan. Pemko seolah tidak punya kemauan kuat untuk menertibkan. Mungkin karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi atau politis,” kata Anggota Komisi III DPRD Pekanbaru Doni Saputra SH MH, Minggu (3/8/2025) kepada Tribunpekanbaru.com.
Disebutkan, penertiban seharusnya bukan soal untung atau rugi, melainkan soal ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat.
“Kalau alasan penertiban hanya didasari pada hitung-hitungan untung-rugi, maka sampai kapan pun persoalan ini tidak akan selesai. Tapi jujur, ini lah sebenarnya yang terjadi," aku Politisi PAN ini lagi.
Pantauan Tribunpekanbaru.com di lapangan, aktivitas para Pak Ogah—yakni orang-orang yang mengatur lalu lintas secara liar dengan imbalan uang receh—semakin marak, terutama di sekitar u-turn padat.
Mulai dari di beberapa u-turn Jalan Sudirman, Jalan Soekarno Hatta, Jalan Subrantas, Jalan Tuanku Tambusai, serta u-turn lainnya.
Sementara itu, gepeng juga terlihat bebas beroperasi di lampu-lampu merah, plus di pusat-pusat keramaian tanpa ada tindakan nyata dari Satpol PP.
Karena sudah semakin ramai keberadaannya, DPRD meminta Pemko Pekanbaru, khususnya Dinas Sosial dan Satpol PP dan Dishub, untuk segera mengambil langkah konkrit.
Tidak hanya dengan razia sesaat, tapi juga pembinaan yang berkelanjutan.
“Kami minta Pemko tidak lagi tutup mata. Penanganan ini harus terintegrasi, tidak cukup hanya razia. Harus ada rehabilitasi sosial, pelatihan, hingga solusi jangka panjang,” sarannya. (Tribunpekanbaru.com/Syafruddin Mirohi).