Citizen Jounalism
OPINI : KUHP Baru, Akhir dari Bayang-Bayang Hukum Kolonial
Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat negara Indonesia berhasil membuat aturan sendiri
Oleh : Muhammad Fathra, S.H., M.H - Mahasiswa Program Doktor Hukum pada Universitas Andalas/Dosen FH UMRI
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat negara Indonesia telah berhasil membuat aturan sendiri di Bidang Hukum Pidana Umum.
Mengingat pascaIndonesia merdeka sampai dengan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023, Indonesia masih menggunakan aturan pidana atau KUHP peninggalan kolonial Belanda.
Tentunya KUHP yang kita adopsi dari Belanda banyak mengalami ketidak sesuaiannya terhadap budaya, dan karakter dari masyarakat Indonesia.
Contohnya bisa kita lihat mengenai pengertian perzinaan di KUHP lama. Pada KUHP lama, perzinaan diartikan sebagai aktifitas seksual/persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan yang dilakukan oleh orang yang salah satunya terikat perkawinan dengan yang lain, sedangkan kalau salah satunya tidak terikat perkawinan dengan orang lain tidak termasuk ke dalam kategori perzinaan.
Jika kita lihat pengertian perzinaan oleh budaya dan kamus besar bahasa Indonesia, adalah aktifitas seksual/persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan tanpa salah satu nya terikat perkawinan.
Jika dilihat dari pengertian perzinaan itu saja sudah tidak sejalan dengan budaya dan karakter masyarakat Indonesia.
Baca juga: OPINI : Suntikan Rp 200 Triliun ke Perbankan, Langkah Sah atau Cacat Hukum ?
Berdasarkan hal, tersebut di atas bisa kita lihat KUHP lama peninggalan kolonial itu memang dari awal sudah tidak cocok dengan budaya maupun karakter masyarakat Indonesia.
Namun dengan keterbatasan waktu dan saat itu Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda yang lamanya hampir 3,5 abad, tentunya yang lebih rasional atau yang dapat diterima oleh masyarkat saat itu adalah pemberlakuan hukum pidana peninggalan kolonial Belanda saat itu.
Setelah melalui perdebatan panjang di DPR RI, dari dalam bentuk RUU KUHP sampai akhirnya disahkannya menjadi KUHP baru pada tanggal 2 Januari 2023 oleh DPR RI bersama Presiden Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan peralihan yaitu pada pasal 624, KUHP baru akan mulai berlaku setelah 3 tahun setelah diundang kannya.
Berartinya kalau kita hitung sekarang, tepat pada tanggal 2 januari 2026 KUHP baru akan berlaku.
Dengan demikian tentunya peran pemerintah sangat diperlukan untuk mensosialisasikan KUHP baru itu ke masyarakat seluas-seluas nya agar masyarakat mengetahui akan aturan-aturan apa saja yg terdapat di KUHP baru .
Karena suatu peraturan di anggap hukum positif bila masyarakat menerima aturan itu, mengikuti aturan, dan menaati secara nyata aturan oleh masyarakat, sesuai dengan teori : Sosiologische Geltungslehre (Teori Keberlakuan Hukum Sosiologis)
“Ajaran ini mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan hanya dapat dikatakan hukum positif, jika diterima baik dan diikuti secara nyata dalam masyarakat oleh orang-orang yang dikenakan kaidah-kaidah tersebut.”
Jadi dengan demikian KUHP baru bila ingin mendapat kan pengakuan dari masyarakat, sudah saat nya pemerintah mensosialisasikan KUHP baru itu seluas-luasnya.
Apalagi KUHP berisikan aturan-aturan yang sangat umum mengatur terhadap kehidupan masyarakat untuk menjalani kehidupan sehari-harinya.
Tentunya masyarakat sudah harus mengetahui perbuatan yang berbentuk apa saja yang diatur oleh KUHP baru , mengingat ada banyak sekali perbuatan yang di kriminalisasi oleh KUHP baru .
Contohnya, mengenai perzinaan yang tidak lagi melihat terikat atau tidaknya seseorang itu dengan perkawinan, kemudian tinggal serumah tanpa terikat perkawinan ( kumpul kebo ) diatur di pasal 412 KUHP baru, menjual atau memperlihatkan alat kontrasepsi kepada anak diatur di pasal 408 KUHP baru dan banyak lagi perbuatan” yang dulu boleh dilakukan namun dengan lahirnya KUHP baru perbuatan tersebut menjadi perbuatan tindak pidana.
Kemudian daripada itu selain teori Sosiologische Geltungslehre mengatur akan hal terkait pemberlakuan hukum, asas juga mengatur mengenai pemberlakuan hukum, yaitu asas lex posterior derogat legi priori (peraturan yang baru mengesampingkan yang lama).
Dengan kata lain KUHP lama tentunya otomatis tidak berlaku lagi dikarenakan telah ada nya aturan mengenai hukum pidana yang terbaru, akan tetapi pemahaman mengenai apakah teori hukum maupun asas-asas yang terdapat di dalam hukum tidak semua masyakat memahami akan hal itu.
Begitu juga dengan aparat penegak hukum baik itu pihak kepolisian, kejaksaan, advokat maupun Hakim tentunya juga perlu mendapatkan sosialisasi atau pemahaman yang terdapat di setiap pasal dalam KUHP baru agar tidak terjadi multitafsir dan atau bahkan salah pemahaman penerapan pasal.
Dengan pemerintah mensosialisasikan kuhp baru dengan baik harapan nya masyarakat menjadi tahu dan memahami perbuatan apa saja yg dilarang dan khusus nya perbuatan apa saja yang sudah di kriminalisasi oleh KUHP baru
Harapan penulis, tidak ada lagi masyarakat melakukan suatu perbuatan tindak pidana dikarena kan ketidak tahuannya terhadap adanya aturan yang telah melarang perbuatan itu untuk dilakukan, dan aparat penegak hukum bisa lebih profesional lagi dalam melakukan penegakkan hukum dan menafsirkan setiap pasal yang ada di dalam KuHP baru.
( Tribunpekanbaru.com )
Penangkapan Sabu di Bandara, Alarm Keras Bagi Sistem Penegakan Hukum |
![]() |
---|
Arti Kata Probation atau Probation Artinya dan Arti Probation dalam Hukum hingga dalam Bahasa Gaul |
![]() |
---|
Sapphic Artinya dan Androphilic Artinya serta Pandangan Agama, Hukum, Dampak Positif dan Negatif |
![]() |
---|
STATUS ANAK Living Together dalam Hukum Indonesia dan Hukum Islam serta Dampak Terhadap Perempuan |
![]() |
---|
Living Together di Indonesia, Arti Kata, Hukum, Dampak, Penyebab dan Living Together Menurut Islam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.