Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Nasib Polantas di Kupang Lecehkan Siswi SMK Saat Menilang: Kursi Panjang di Polres Jadi Saksi Bisu

Lonjakan ini mencerminkan upaya internal Polri untuk menegakkan disiplin dan bersih-bersih dari oknum yang merusak citra kepolisian

Dokumen Polresta Kupang
Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Risky, digelar melalui upacara “In Absentia” di Lapangan Apel Mapolresta Kupang Kota, Rabu (17/9/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Brigadir Polisi Satu (Briptu) Muhammad Risky, anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Kupang Kota, Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas kepolisian.

Pemecatan itu dilakukan dalam upacara “In Absentia”  atau tanpa kehadiran yang bersangkutan di Lapangan Apel Mapolresta Kupang Kota, Rabu (17/9/2025).

Momen ini menjadi simbol kerasnya sikap institusi terhadap pelanggaran disiplin berat di tubuh Polri, sekaligus pengingat bahwa seragam dan kewenangan bukan jaminan kebal dari sanksi.

“Hari ini kita melaksanakan upacara yang penuh keprihatinan, yaitu pemberhentian tidak dengan hormat terhadap salah seorang anggota Polresta Kupang Kota," kata Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol. Djoko Lestari.

Menurut Djoko, upacara ini bukanlah sebuah kebanggaan, melainkan bentuk konsekuensi hukum dan disiplin organisasi Polri, terhadap personel yang melakukan pelanggaran berat dan tidak lagi layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri.

Dia menyebut, Briptu Muhammad Risky dipecat karena melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, disiplin dan tindak pidana.

“Polri harus bersikap tegas demi menjaga kepercayaan publik.

Lebih baik institusi kehilangan satu orang, daripada harus mengorbankan nama baik ribuan anggota yang selama ini berjuang keras menegakkan hukum dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 

Baca juga: Duduk Perkara Anak Polisi di Sinjai Pukul Wakasek, Beda Kesaksian Antara Ayah Pelaku dan Guru Saksi

Baca juga: Siswi SMA di Lampung Tewas Dihabisi Pacar Gelapnya Pria Beristri, Pelaku Coba Akhiri Hidup

Ini adalah bentuk ketegasan institusi dalam menegakkan disiplin dan menjaga marwah Polri di mata masyarakat,” tegas mantan Kapolres Pamekasan ini.

Dia meminta seluruh personel Polresta Kupang Kota agar menjadikan peristiwa ini sebagai cermin dan pelajaran berharga.

Dia berpesan agar anggota Polri tidak bermain-main dengan disiplin, mengkhianati sumpah jabatan, dan menyalahgunakan kewenangan yang diberikan negara.

“Kita semua harus senantiasa ingat, bahwa setiap perilaku kita akan menjadi sorotan dan penilaian masyarakat terhadap institusi Polri. Mari kita berkomitmen untuk terus memperbaiki diri, meningkatkan kualitas kinerja, dan menjaga kehormatan seragam kebanggaan kita. Hanya dengan disiplin, dedikasi, dan integritas yang tinggi, Polri akan semakin dipercaya dan dicintai masyarakat,” ujar dia.

Untuk diketahui, Briptu Muhammad Risky diberhentikan dari dinas aktif Polri berdasarkan Keputusan Kapolda NTT nomor KEP/442/IX/2025, tanggal 9 September 2025.

Sebelumnya diberitakan, Briptu Muhammad Risky anggota polisi lalu lintas (Polantas) Polres Kupang Kota diperiksa setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap GPN (17), siswi salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Kupang.

"Hari ini, Senin, 5 Mei 2025, Bidang Propam Polda NTT menggelar perkara internal untuk meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap pemeriksaan yang lebih mendalam," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra.

Kronologi Dugaan Pelecehan

Brigadir Polisi Satu (Briptu) MR, anggota polisi lalu lintas (Polantas) Polres Kupang Kota diperiksa setelah melakukan pelecehan seksual terhadap GPN (17), siswi salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Kupang.

Kasus itu bermula ketika GPN mengendarai sepeda motor dan berboncengan dengan teman perempuannya.

Keduanya melintas dari arah Oebobo hendak menuju Jalan Pemuda.

Pada saat belok kiri ke Jalan Pemuda, ada anggota lantas yang menyuruh keduanya berhenti.

Setelah berhenti, salah seorang Polantas menyuruh GPN dan temannya untuk turun dari sepeda motor.

Polantas itu kemudian memeriksa surat-surat. Saat itu, GPN ditanya mengenai surat izin mengemudi.

Namun, GPN tidak bisa menunjukkan karena masih di bawah umur.

Kemudian, salah seorang Polantas membawa sepeda motor GPN, sedangkan GPN dibonceng oleh Briptu MR.

Dalam perjalanan menuju kantor lantas, tepatnya di depan Rumah Sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang, Briptu MR meminta GPN untuk memeluknya dari belakang.

Permintaan itu tidak dipenuhi. GPN hanya memegang pinggang MR.

Setibanya di Kantor Satuan Lantas Polres Kupang Kota, GPN diajak masuk dan duduk di bangku panjang. MR lalu duduk di samping GPN.

Di dalam ruangan itu, tidak ada orang lain. MR kemudian menanyakan nama dan tempat tinggal.

Korban pun sempat bertanya apakah GPN sudah punya pacar atau belum.

GPN menjawab semua pertanyaan tersebut, dan MR lalu menunjukkan pasal serta biaya pelanggaran sebesar Rp 250.000.

MR sempat mengatakan bahwa dengan jumlah tersebut, pasti GPN tidak akan mampu membayar.

MR pun duduk semakin dekat dan melakukan perbuatan tak terpuji kepada MR. 

Setelah itu, MR mengatakan agar GPN tidak memberitahukan peristiwa ini kepada siapa pun. MR juga berjanji akan menghubungi GPN lagi.

MR kemudian memberikan kunci sepeda motor dan mengantar GPN ke parkiran tempat sepeda motornya.

Saat tiba di rumahnya, teman-teman GPN menelepon dan menanyakan kejadian tersebut. GPN menceritakan semua kejadian tersebut kepada temannya.

Teman-temaannya menginformasikan kepada keluarga dan kasus itu dilaporkan ke Polres dan Propam Polda NTT.

Hendry mengatakan, Polda NTT mengecam keras dugaan tindakan tercela yang dilakukan oleh oknum anggota Polantas itu.

"Kami berkomitmen untuk memroses kasus ini secara transparan dan akuntabel sesuai dengan hukum, kode etik profesi Polri, serta peraturan disiplin yang berlaku," katanya.

Menurutnya, tidak ada tempat bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran, sehingga pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang terbukti bersalah.

"Polda NTT menjunjung tinggi kepercayaan masyarakat dan akan memastikan penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya," ujar dia.

Tingkat Pemecatan Anggota Polisi

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tingkat pemecatan anggota Polri melalui mekanisme Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) menunjukkan tren yang fluktuatif.

Pada tahun 2022, jumlah anggota yang dipecat cukup tinggi di sejumlah wilayah, dengan pelanggaran paling dominan terkait penyalahgunaan wewenang, kasus narkoba, dan pelanggaran etik berat lainnya.

Memasuki tahun 2023, terdapat penurunan jumlah pemecatan di beberapa daerah, meskipun kasus-kasus serius seperti keterlibatan dalam jaringan narkotika dan pelanggaran kode etik masih terjadi.

Namun, pada tahun 2024, angka pemecatan kembali melonjak secara signifikan di tingkat nasional.

Ratusan anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat, sebagian besar akibat pelanggaran kode etik profesi yang dianggap mencoreng nama institusi.

Lonjakan ini mencerminkan upaya internal Polri untuk menegakkan disiplin dan bersih-bersih dari oknum yang merusak citra kepolisian di mata publik.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved