Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Terbaring di RS Usai Operasi, Nadiem Tetap Diborgol dan Diawasi Ketat

pembantaran ini merupakan bentuk pemenuhan hak tersangka yang sedang sakit, namun tetap dalam pengawasan hukum.

Tribunnews/Jeprim
TERSANGKA- Padahal Muhadjir Efendy pernah tolak tawaran google untuk pengadaan laptop Chromebook. Tapi Nadiem malah jawab tawaran google dengan anggaran Rp 9 triliun lebih 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Meski tengah terbaring di rumah sakit usai menjalani operasi ambeien, status hukum Nadiem Makarim sebagai tersangka tak serta-merta mereda.

Ambeien (dalam istilah medis disebut hemoroid) adalah kondisi ketika pembuluh darah di area rektum atau anus mengalami pembengkakan atau peradangan.

Kondisi ini bisa terjadi di dalam rektum (ambeien internal) atau di sekitar anus (ambeien eksternal) dan umumnya disebabkan oleh tekanan berlebih saat buang air besar, duduk terlalu lama, atau faktor lain seperti kehamilan dan pola makan rendah serat.

Kejaksaan Agung menegaskan, pengawasan terhadap mantan Menteri Pendidikan itu tetap dilakukan secara ketat bahkan dari balik ranjang perawatan.

Dibantarkan untuk alasan medis, Nadiem tetap berada dalam bayang-bayang proses hukum yang tengah berjalan.

“Iya tentu, kalau dibantar karena sakit pasti ada penjagaan. Kurang lebih hampir enam orang bergantian secara simultan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, saat dikonfirmasi, Minggu (5/10/2025).

Penjagaan dilakukan oleh enam petugas yang bergantian dalam tiga shift: pagi, siang, dan malam.

Menurut Anang, pembantaran ini merupakan bentuk pemenuhan hak tersangka yang sedang sakit, namun tetap dalam pengawasan hukum.

Baca juga: Nindia Dikenal Sebagai Anak Baik yang Jarang Keluar Rumah, Nyawanya Hilang Direnggut Perampok

Baca juga: Bikin Penyidik Bingung, Terkuak Peran Misri dalam Pembunuhan Brigadir Nurhadi, Bukan Cuma Jadi LC

“Kita sangat bergantung kepada hasil medis dari dokter yang menangani. Apakah yang bersangkutan sudah bisa dipindahkan atau masih butuh perawatan, karena itu menyangkut hak juga,” jelasnya.

Terkait status penahanan, Kejagung menyebut bahwa tangan Nadiem tetap diborgol sesuai prosedur.

“Iya (diborgol), tergantung situasi,” ujar Anang.

Nadiem ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 4 September 2025 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Ia langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup.

“Telah ditetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAM selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi periode 2019–2024,” kata Nurcahyo dalam jumpa pers.

Selain Nadiem, empat pejabat lain juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Jurist Tan (mantan staf khusus), Ibrahim Arief (mantan konsultan), Sri Wahyuningsih (eks Direktur SD), dan Mulatsyah (eks Direktur SMP sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran).

Total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun. Dugaan pelanggaran mencakup pengaturan spesifikasi teknis yang mengarah pada produk tertentu, mark up harga, dan pelanggaran prosedur pengadaan.

Program Chromebook ini merupakan bagian dari Digitalisasi Pendidikan yang dijalankan Kemendikbudristek sejak 2019, dengan total anggaran mencapai Rp9,9 triliun.

Kajian internal sempat menyebut bahwa perangkat tersebut memiliki keterbatasan teknis dan tidak sepenuhnya cocok untuk kebutuhan pendidikan di Indonesia.

Nadiem telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejagung, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Sidang perdana digelar pada 3 Oktober 2025. Kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, menyebut penetapan tersangka cacat prosedur dan tidak didukung dua alat bukti yang sah.

Tim hukum juga mempersoalkan identitas Nadiem dalam surat penetapan tersangka yang menyebutnya sebagai “karyawan swasta”, serta tidak adanya SPDP yang diterima oleh pihaknya.

Mereka menilai penahanan dilakukan secara sewenang-wenang dan bertentangan dengan KUHAP serta putusan Mahkamah Konstitusi.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved