Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Bikin Sesak, Pesan Terakhir Bocah yang Tewas Diduga Dibully Teman: Bu, Gak Usah Nangis Lagi

Ia masih terngiang kata-kata terakhir putranya permintaan sederhana yang kini terasa begitu menyayat hati.

TRIBUN JATENG/IMAH MASITOH
DUGAAN PERUNDUNGAN - Siti Fatimah, ibu bocah SD di Wonosobo yang meninggal diduga menjadi korban perundungan di sekolah. Suasana berkabung masih menyelimuti rumah duka di Dusun Kenjer, Kelurahan Kertek, Kabupaten Wonosobo, pada Jumat (10/10/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sebuah kisah memilukan datang dari Wonosobo, Jawa Tengah.

Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun, siswa kelas 3 SD di Kecamatan Kalikajar, meninggal dunia setelah mengalami insiden tragis yang diduga melibatkan kekerasan fisik di lingkungan sekolah.

Anak berinisial TA itu mengembuskan napas terakhirnya di RS PKU Muhammadiyah Wonosobo usai menjalani operasi.

Dugaan sementara menyebutkan bahwa pemicunya adalah pemukulan yang dilakukan oleh teman sekelasnya.

Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga, terutama sang ibu, Siti Fatimah.

Ia masih terngiang kata-kata terakhir putranya permintaan sederhana yang kini terasa begitu menyayat hati.

TA sempat berkata ingin pindah sekolah, lalu memohon kepada ibunya agar tidak menangis lagi.

"Bu, TA mau pindah sekolah, karena TA dipukul teman. Bu, sudah ngga usah nangis lagi, besok TA sudah ngga sakit lagi, itu pesan dia yang terakhir," ucap Siti lirih mengenang kata-kata terakhir putra ketiganya, Jumat (10/10/2025), dikutip dari Tribunbanyumas.

Terkait dugaan perundungan yang terjadi saat upacara Hari Kesaktian Pancasila di sekolah, Siti Fatimah menegaskan bahwa anaknya saat itu tidak masuk karena sedang sakit.

Baca juga: FAKTA Baru Pernikahan Viral Kakek Tarman dan Shela: Bukan Kabur, Keduanya Bulan Madu

Baca juga: Ketika 2 Gadis Kecil Meminta-minta di Persimpangan Lampu Merah Pekanbaru, Kais Uang untuk Keluarga

"Yang 1 Oktober itu kayanya si bapaknya anak saya salah ngomong (karena saya sudah pisah dengan bapak anak saya). Anak saya libur. Karena sudah izin dari tanggal 26 September," jelasnya.

Pihak keluarga mengakui, jika kemungkinan adanya kejadian pemukulan oleh teman sekolah, namun waktu dan detail kejadiannya masih belum bisa dipastikan.

Siti juga menambahkan bahwa sejak naik ke kelas tiga, semangat TA untuk bersekolah mulai menurun. 

Bahkan, anaknya sering terlihat malas saat hendak berangkat ke sekolah.

Dikenal Pendiam 

Di rumah, TA dikenal sebagai anak yang pendiam dan jarang mengeluh, terutama karena tidak ingin membuat ibunya sedih.

"Kalau di sekolah memang guru pernah bilang anak saya pendiam, tapi ngga pernah gangguin siapa-siapa. Saya belum pernah dapat info anak saya nakalin anak lain."

"Anak saya kalau minta sesuatu pasti tanya dulu, ibu punya uang ngga aku pengin beli ini, kalau mau beli ini ibu masih pegang uang ngga," ujarnya menceritakan keseharian anaknya.

Kini, keluarga tengah menunggu hasil autopsi untuk mengetahui penyebab pasti kematian TA.

"Kita menunggu hasil autopsi, menunggu kejelasan dan keadilan. Kalau hasil autopsi ngga ditemukan apa-apa ya kita ikhlas," katanya.

"Tapi kalau ditemukan tanda-tanda penganiayaan ya kita minta keadilan, biar sekolah juga ada pengawasan yang lebih dari guru-guru," imbuhnya.

Mengeluhkan Sakit Perut

Siti Fatimah menuturkan, awalnya TA mengeluh sakit perut hingga dibawa berobat ke dokter. 

Namun, beberapa hari kemudian keluhannya berkembang menjadi sesak napas.

Melihat kondisi itu, Siti segera membawanya ke RS PKU Muhammadiyah Wonosobo

Di unit gawat darurat (IGD), TA mendapatkan penanganan awal berupa infus, uap, dan bantuan oksigen. 

Ia kemudian dipindahkan ke bangsal, namun kondisinya belum menunjukkan perbaikan.

Dokter pun memutuskan untuk memindahkan TA ke ruang ICU dan melakukan pemeriksaan rontgen. 

Hasilnya menunjukkan adanya cairan di paru-paru. 

Pihak rumah sakit menyampaikan kepada keluarga bahwa cairan tersebut perlu segera disedot.

"Anak saya nggak punya riwayat sakit apapun. Cairan yang disedot itu warnanya merah, katanya kalau infeksi paru-paru warnanya kuning, tapi ini merah segar," ujarnya.

Keterangan tak jauh berbeda disampaikan ayah TA, Dedi Handi Kusuma (34).

Menurut Dedi, TA pulang sekolah dalam kondisi lemah dan mengeluh sakit pada bagian perut.

"Anak saya bilang, dipukul di bagian perut. Anak saya ngeluh sakit, sesak napas," ujar Dedi, Kamis (9/10/2025), melansir dari TribunBanyumas.

Melihat kondisi yang tak kunjung membaik, keluarga membawa TA ke dokter. 

Kondisinya terus memburuk hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit pada Sabtu (4/10/2025) sore.

TA langsung dirawat di IGD, kemudian dipindahkan ke ruang ICU pada Minggu (5/10/2025) sore. 

Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya cairan di paru-paru dan operasi dilakukan untuk mengeluarkannya. Sayangnya, kondisi TA justru semakin menurun setelah operasi. 

Setelah sempat sadar beberapa jam, ia kembali kritis dan akhirnya meninggal dunia.

Dalam masa perawatan, TA sempat menceritakan bahwa dirinya dipukul oleh teman sekelasnya di sekolah.

"Pas saya tanyain, sakit karena apa, dia bilang sambil nangis, dipukul bagian perut," kata Dedi.

Menurut Dedi, anaknya menyebut hanya satu orang pelaku yang diduga melakukan pemukulan. 

Namun, informasi yang berkembang menyebutkan bahwa ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam perundungan itu.

"Anak saya bilang, yang mukul satu orang, tapi ada yang bilang ada yang memegang bahkan ada yang bilang anak saya sampai pingsan," ujar Dedi menambahkan.

Sang anak bahkan sempat mengutarakan keinginan untuk pindah sekolah. "Bapak, saya mau pindah sekolah saja," ujar Dedi mengenang kata-kata putranya.

Hingga saat ini, pihak sekolah belum memberikan penjelasan resmi atas insiden yang terjadi. Dedi mengaku telah menghubungi pihak sekolah namun belum mendapat informasi yang jelas.

"Saya tanyain ke pihak sekolah, enggak ada yang tahu. CCTV juga saya belum lihat," ujar Dedi. 

Makam Dibongkar

Setelah mencuatnya kasus perundungan bocah SD ini, makam TA dibongkar pada Kamis (9/10/2025), untuk menemukan fakta kematiannya. 

TA meninggal pada Selasa (7/10/2025) malam setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Almarhum dimakamkan di makam Kelurahan Kertek pada Rabu (8/10/2025).

Kasatreskrim Polres Wonosobo, AKP Arif Kristiawan mengatakan, langkah ini diambil setelah polisi menerima informasi awal tentang adanya dugaan kematian yang tidak wajar.

“Kami melakukan tindakan ekshumasi ini dalam arti untuk memperoleh kejelasan tentang sebab-sebab kematian dari korban tersebut,” ujar AKP Arif saat ditemui Tribunjateng.com di RSUD Wonosobo, Kamis (9/10/2025).

Sebelumnya, keluarga TA sempat menolak permintaan autopsi. Namun akhirnya mereka memberikan izin setelah mendapat penjelasan dari pihak kepolisian.

“Alhamdulillah setelah kami berikan pemahaman, kami sebenarnya berempati atas musibah ini, dari pihak keluarga legawa dan memberikan izin,” ujar AKP Arif. 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved