Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

PERSPEKTIF

Ujian Komunikasi Publik

Purbaya Yudhi Sadewa yang baru saja dilantik sebagai menteri keuangan sudah membuat pernyataan yang membuat kegaduhan diawal menjabat

Penulis: Erwin Ardian1 | Editor: FebriHendra
foto/dok tribunpekanbaru
PEMIMPIN Redaksi Tribun Pekanbaru, Erwin Ardian 

Ujian Komunikasi Publik
Oleh: Erwin Ardian
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru

MENTERI Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru saja dilantik menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Namun, langkah awalnya langsung menuai sorotan tajam setelah pernyataannya tentang tuntutan 17+8 dianggap meremehkan suara rakyat.

Ucapan bahwa itu hanya "aspirasi sebagian kecil" publik, meski kemudian dikoreksi, terlanjur menimbulkan kegaduhan.

Dalam era keterbukaan informasi, setiap kata pejabat publik, terlebih seorang menteri strategis seperti Menkeu, akan selalu dipantau dan ditafsirkan.

Salah omong bukan lagi perkara sepele, sebab bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Dalam konteks ini, Purbaya menghadapi ujian pertamanya: bagaimana menjaga komunikasi publik agar tidak melukai perasaan rakyat.

Permintaan maaf yang ia sampaikan patut diapresiasi. Tidak semua pejabat berani mengakui kesalahan secara terbuka.

Namun, persoalan ini tidak cukup hanya diselesaikan dengan kata maaf. Ada pelajaran penting yang harus dipetik: membangun komunikasi publik yang empatik, hati-hati, dan tidak terkesan merendahkan aspirasi masyarakat.

Tuntutan 17+8 lahir dari keresahan rakyat atas situasi ekonomi yang kian sulit. Kenaikan harga kebutuhan pokok, terbatasnya lapangan kerja, hingga ketidakpastian global memperberat kehidupan sehari-hari.

Menyebut aspirasi itu sebagai suara kecil berarti mengabaikan kenyataan pahit yang dialami jutaan orang di lapangan.

Ekonomi memang bisa tumbuh dengan angka-angka makro 6–7 persen seperti ditargetkan Menkeu. Tetapi rakyat tidak hidup dari statistik.

Mereka merasakan langsung harga pangan yang mahal, ongkos pendidikan yang tinggi, dan peluang kerja yang semakin ketat.

Di titik inilah pentingnya sensitivitas pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, dalam merumuskan kebijakan fiskal.

Menkeu baru harus belajar dari pendahulunya, Sri Mulyani, yang dikenal tegas dalam menjaga kredibilitas fiskal sekaligus berhati-hati dalam berucap.

Dalam dunia keuangan, bukan hanya kebijakan yang dihitung, tetapi juga kepercayaan pasar dan masyarakat.

Satu pernyataan bisa memicu gejolak, baik di pasar modal maupun di ruang publik.

Ke depan, Purbaya perlu segera membuktikan kinerjanya. Janji memperbanyak lapangan kerja adalah harapan yang nyata, tetapi harus disertai program konkrit.

Misalnya, mempercepat realisasi anggaran padat karya, memberikan stimulus kepada UMKM, serta memperluas akses pelatihan keterampilan bagi generasi muda.

Selain itu, komunikasi publik kementerian harus diperkuat. Juru bicara dan tim komunikasi strategis harus bekerja lebih cermat dalam mengemas pesan, sehingga tidak lagi muncul kesan pejabat berbicara tanpa filter.

Dengan begitu, masyarakat bisa memahami arah kebijakan fiskal tanpa merasa diremehkan.

Pemerintah juga harus merangkul aspirasi rakyat, termasuk kritik yang disampaikan melalui tuntutan 17+8.

Demonstrasi dan suara jalanan adalah bagian dari demokrasi, bukan sekadar gangguan.

Justru dari sanalah pemerintah bisa mengukur denyut nadi persoalan riil yang dialami masyarakat.

Menkeu baru baru saja dilantik. Kesalahan komunikasi awal semoga menjadi pelajaran penting, bukan preseden buruk.

Purbaya punya kesempatan membalikkan persepsi publik dengan kinerja nyata, kebijakan yang pro-rakyat, dan komunikasi yang bijak.

Sebab, pada akhirnya, legitimasi pemerintah tidak hanya ditentukan oleh angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga oleh rasa percaya dan keadilan yang dirasakan masyarakat. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Bijak Menyikapi Izin ke Luar Negeri

 

Antara TPP Pejabat dan Derita Rakyat

 

Ujian Komunikasi Publik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved