Miris, Anak Berkebutuhan Khusus di Pekanbaru Diduga Dianiaya Pengasuh di Pusat Terapi
Dugaan penganiayaan menimpa seorang anak berkebutuhan khusus penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD).
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Ringkasan Berita:
- Anak penyandang ASD diduga dianiaya saat terapi di Pekanbaru, kasus dilaporkan sejak Juli 2025.
- Bukti CCTV dan visum menunjukkan luka di leher, keluarga menuding ada upaya penutupan fakta.
- Polisi masih menyelidiki, memeriksa saksi dan terapis, serta menunggu keterangan ahli untuk memastikan prosedur.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Dugaan penganiayaan menimpa seorang anak berkebutuhan khusus penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD).
Peristiwa yang menimpa korban terjadi di sebuah pusat terapi anak berkebutuhan khusus di Pekanbaru.
Pihak keluarga korban, mengeluhkan proses penyelidikan yang lamban.
Di mana, laporan terkait kasus ini sudah dilayangkan sejak sekitar 4 bulan lalu.
Sebagai informasi, Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf otak yang memengaruhi interaksi sosial, komunikasi, serta perilaku seseorang.
Kondisi ini disebut “spektrum” karena gejala dan tingkat keparahannya berbeda-beda pada tiap individu.
Baca juga: Buntut Viral Kekerasan Pada Anak, Izin Seluruh Daycare di Pekanbaru Bakal Diperiksa
Poppy, ibu kandung korban, menceritakan kejadian yang menimpa putranya yang masih berusia 6 tahun.
Dugaan penganiayaan ini terjadi pada sesi terapi 22 Juli 2025.
Poppy menuturkan, kondisi anaknya sebelum masuk ke ruang terapi dalam keadaan baik dan tanpa luka, bahkan sempat direkamnya.
"Jam 12.55 itu saya videokan dia main di ruang tunggu. Mukanya masih belum ada luka. CCTV di ruang tunggu juga ada, dan semuanya sudah diambil polisi hari itu," ujar Poppy, Sabtu (22/11/2025),
Ia menduga tindak kekerasan itu terjadi pada sesi kedua bersama terapis R.
Dugaan tersebut mencuat setelah sang anak menjatuhkan kotak kacang hijau mainan terapi.
"Sekitar menit 14.44, anak saya menjatuhkan satu kotak kacang hijau mainan terapi. Mungkin dia marah, lalu terapis itu menyeret anak saya sambil mencakar dan memelintir lehernya. Ada luka di situ. Sudah divisum juga," ungkap Poppy, seraya menambahkan bahwa sang anak mengalami luka di leher.
Poppy mengaku awalnya sempat percaya dengan keterangan terapis yang menyebut luka itu akibat benturan dengan lemari.
Namun kecurigaan muncul ketika terapis membawa anaknya ke area blind spot, atau bagian ruangan yang tidak terjangkau kamera CCTV.
"Seharusnya kalau anak terluka, orang tua langsung dipanggil. Tapi dia malah bawa ke blind spot. Jadi saya tidak tahu apa yang terjadi di area itu," tambahnya.
Keluarga semakin yakin terjadi upaya penutupan fakta, ketika pihak pusat terapi hanya memberikan rekaman CCTV berdurasi sekitar satu menit.
"Padahal CCTV sudah diambil dari hari Sabtu. Tapi mereka masih menutup-nutupi. Mereka bilang tidak ada kejadian apa-apa. Setelah saya zoom rekaman yang memperlihatkan anak saya ditarik, barulah mereka bilang itu teknik fiksasi untuk mencegah perilaku impulsif. Itu jelas upaya menutupi kesalahan," tegas ibu tiga anak ini.
Dengan bukti rekaman yang ada, Poppy membuat laporan resmi ke Polresta Pekanbaru dan anaknya telah menjalani visum pada 29 Juli 2025.
Namun, hingga kini ia merasa kasusnya mandek.
"Kami ini korban, tapi kasus ini seperti tidak berjalan," keluhnya.
Kuasa hukum keluarga korban, Eva Nora, menegaskan bahwa pihaknya hanya menuntut proses yang transparan dan berkeadilan bagi kliennya.
"Kita sederhana saja. Ada pengakuan dan permintaan maaf. Kita ini korban, dan kita berharap ada atensi dari Kasat Reskrim dan Kapolresta," tegas Eva Nora.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bery Juana Putra, menyampaikan bahwa pihaknya telah memanggil dan memeriksa semua pihak terkait.
"Saksi-saksi sudah kita lakukan pemeriksaan. CCTV juga sudah kita ambil. Kita mau memeriksa ahli. Kenapa kita periksa ahli? Terkait penanganannya sudah sesuai prosedur atau belum," ungkap Kompol Bery.
Ia menjelaskan bahwa penanganan anak berkebutuhan khusus memiliki metode khusus yang memerlukan kajian mendalam dari pihak profesional.
"Karena memang ada penanganannya khusus, penanganan biasa, penanganan tidak biasa terhadap anak berkebutuhan khusus. Jadi dari rekaman CCTV itu, kita akan tampilkan ke ahli apakah bentuk penanganan dari terapi ini sudah sesuai prosedur atau belum," jelasnya.
Ahli yang akan memberikan keterangan krusial tersebut didatangkan dari Jakarta.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa ahli psikologi. Pihak yang telah dimintai keterangan meliputi terapis yang diduga terlibat (berinisial R), pemilik pusat terapi, dan terapis-terapis lain di lokasi tersebut.
"(Terapis R) Sudah, semua sudah kita periksa, terapis juga, pemilik terapis juga sudah periksa. Termasuk terapis-terapis yang lain juga sudah periksa juga," ujarnya.
Kasat Reskrim menegaskan status kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
"Sejauh ini masih proses penyelidikan karena ahli itu nanti yang menentukan apakah penanganan dia tersebut sudah sesuai prosedur atau tidak," sebut Kompol Bery.
"Karena memang ada penanganan khusus yang dilakukan, ada agak menggunakan tekanan, ada yang tidak menggunakan tekanan. Itu yang mau kita sesuaikan dengan SOP-nya," pungkasnya.(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
berkebutuhan khusus
penganiayaan anak di Pekanbaru
pusat terapi
Autis
Autism Spectrum Disorder
Meaningful
| Bongkar Dugaan Korupsi di BPKH, KPK: Katering, Transportasi hingga Penginapan Jemaah Haji |
|
|---|
| Ajak Hasto Sarapan Mie Sagu Sebelum Buka Konferda PDIP Riau, Zukri: Beliau Pecinta Mie Sagu |
|
|---|
| Pesan Hasto Kristiyanto: Jangan Jadikan PDI P Sebagai Partai Feodal, Perhatikan Suara Akar Rumput |
|
|---|
| Tak Kunjung Hadirkan Gubsu Bobby Nasution dalam Sidang Korupsi Dinas PUPR, KPK Beri Alasan |
|
|---|
| Ketika Jokowi Banggakan Pembangunan saat Menjabat Presiden 10 Tahun di Forum Internasional |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Miris_Anak_Berkebutuhan_Khusus_di_Pekanbaru_Diduga_Dianiaya_Pengasuh_di_Pusat_Terapi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.